Bank di Tengah Pandemi
loading...
A
A
A
Ketika konsumen ramai-ramai bermigrasi ke ranah digital akibat pandemi, agenda terbesar bank di kenormalan baru adalah menjalankan transformasi digital. Tujuan akhirnya adalah menciptakan pengalaman terbaik bagi konsumen baik di ranah offline maupun online. (Baca juga: Tak Ingin Solo Jadi Ajang Coba-coba, PKS Siapkan Lawan Gibran)
Di samping itu, risk mitigation yang prudent juga menentukan kesuksesan bank di masa pandemi. Wajar saja, karena di masa krisis pandemi banyak keluarga, UKM, dan korporasi yang mengalami kesulitan keuangan bahkan bangkrut. Kalau transformasi digital adalah aktivitas untuk “ngegas” dalam rangka mendorong revenue, maka mitigasi risiko adalah “ngerem” untuk menjamin kelangsungan bank di masa krisis.
#6. Key Resources: Digital Assets & Data
Ketika di era pandemi bank dituntut menjadi “digital bank”, maka otomatis sumber daya terpenting bank adalah digital assets. Bank dituntut untuk mengimplementasikan teknologi bank 4.0 mulai dari big data analytic, IoT, artificial intelligence, virtual/augmented reality, robotics/automation, digital security, hingga blockchain. Di atas itu semua, ultimate asset bank adalah data nasabah yang diolah untuk mewujudkan customization dan personalization. Pascapandemi, bagi bank “data will be the new gold.”
#7. Key Partners: Phygital Ecosystem Collaborators
Di tengah maraknya e-commerce, hal ini menjadi peluang positif yang mendorong bank untuk agresif menjalankan strategi open banking yaitu berkolaborasi dengan pemilik platform dan third-party service providers. Itu sebabnya kolaborasi dengan partner ekosistem (phisical-digital ecosystem collaborators) menjadi krusial bagi bank untuk tetap relevan di tengah gempuran fintech. (Baca juga: Wabah Covid-19 Berpotensi Lebih Mematikan Dibanding Flu 1908)
Kolaborasi ini dilakukan dengan membuka akses APIs (Application Programming Interfaces) e-commerce atau third-party service providers, di mana bank bisa hadir memberikan variasi channel pembayaran untuk mendukung layanan transaksi dan keuangan lainnya. Open banking bakal menjadi sumber inovasi produk dan layanan yang paling hot di era pandemi.
#8. Cost Structure: Cost Effectiveness through Digitization
Ketika consumer demand cenderung mengerut, strategi cutting cost menjadi krusial untuk sukses melewati badai krisis pandemi. Karena itu, strategi digital bank harus bisa menyelesaikan persoalan ganda sekaligus, yaitu mendongkrak value dan customer experience di satu sisi; di sisi lain digitalisasi juga harus mampu memangkas biaya-biaya.
Misalnya, di satu sisi digitalisasi bisa memangkas overhead dengan mengurangi kantor cabang fisik. Di sisi lain, melalui strategi omnichannel digitalisasi dan efisiensi kantor cabang tersebut sekaligus bisa menciptakan seamless customer experience ke konsumen.
Di samping itu, risk mitigation yang prudent juga menentukan kesuksesan bank di masa pandemi. Wajar saja, karena di masa krisis pandemi banyak keluarga, UKM, dan korporasi yang mengalami kesulitan keuangan bahkan bangkrut. Kalau transformasi digital adalah aktivitas untuk “ngegas” dalam rangka mendorong revenue, maka mitigasi risiko adalah “ngerem” untuk menjamin kelangsungan bank di masa krisis.
#6. Key Resources: Digital Assets & Data
Ketika di era pandemi bank dituntut menjadi “digital bank”, maka otomatis sumber daya terpenting bank adalah digital assets. Bank dituntut untuk mengimplementasikan teknologi bank 4.0 mulai dari big data analytic, IoT, artificial intelligence, virtual/augmented reality, robotics/automation, digital security, hingga blockchain. Di atas itu semua, ultimate asset bank adalah data nasabah yang diolah untuk mewujudkan customization dan personalization. Pascapandemi, bagi bank “data will be the new gold.”
#7. Key Partners: Phygital Ecosystem Collaborators
Di tengah maraknya e-commerce, hal ini menjadi peluang positif yang mendorong bank untuk agresif menjalankan strategi open banking yaitu berkolaborasi dengan pemilik platform dan third-party service providers. Itu sebabnya kolaborasi dengan partner ekosistem (phisical-digital ecosystem collaborators) menjadi krusial bagi bank untuk tetap relevan di tengah gempuran fintech. (Baca juga: Wabah Covid-19 Berpotensi Lebih Mematikan Dibanding Flu 1908)
Kolaborasi ini dilakukan dengan membuka akses APIs (Application Programming Interfaces) e-commerce atau third-party service providers, di mana bank bisa hadir memberikan variasi channel pembayaran untuk mendukung layanan transaksi dan keuangan lainnya. Open banking bakal menjadi sumber inovasi produk dan layanan yang paling hot di era pandemi.
#8. Cost Structure: Cost Effectiveness through Digitization
Ketika consumer demand cenderung mengerut, strategi cutting cost menjadi krusial untuk sukses melewati badai krisis pandemi. Karena itu, strategi digital bank harus bisa menyelesaikan persoalan ganda sekaligus, yaitu mendongkrak value dan customer experience di satu sisi; di sisi lain digitalisasi juga harus mampu memangkas biaya-biaya.
Misalnya, di satu sisi digitalisasi bisa memangkas overhead dengan mengurangi kantor cabang fisik. Di sisi lain, melalui strategi omnichannel digitalisasi dan efisiensi kantor cabang tersebut sekaligus bisa menciptakan seamless customer experience ke konsumen.