Soal Denda Impor Beras, Pengawasan Rantai Pasok Masih Jadi Tantangan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ahli Hukum Pidana Unversitas Indonesia (UI) Eva A Zulfa mendorong agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penanganan cepat dengan mengamankan bukti dalam penyelidikan denda impor beras atau demmurage sebesar Rp294,5 miliar.
"Semakin cepat ditangani KPK tentunya perolehan dan pengamanan bukti akan mempermudah kerja penegak hukum dalam menangani perkara ini," kata Eva, Kamis,(22/8/2024).
Baca Juga: Di Depan Jokowi, Bamsoet Singgung Soal Banjir Impor dan Ancaman Krisis Pangan
Eva optimistis semakin cepat KPK melakukan penanganan soal demurrage berdampak baik bagi kejelasan kasus tersebut. Pasalnya, kata Eva, dalam kasus korupsi pengadaan produk pangan berlaku teori pasok yang kerap melibatkan banyak pihak.
"Makin cepat suatu perkara ditangani maka akan semakin baik. Terlebih terkait korupsi pengadaan produk pangan berlaku teori rantai pasok yang pasti melibatkan banyak pihak," tegas Eva.
Eva menandaskan skema pengawasan masih menjadi tantangan besar dalam mencegah kasus korupsi di sektor pangan. Eva pun menyebut, setiap komoditas pangan mempunyai rantai pasok yang berbeda dan tidak bisa disamakan polanya.
"Maka skema pengawasan menjadi tantangan besar dalam mencegah korupsi. Masing-masing komoditas punya rantai pasok yang berbeda tidak bisa disamakan polanya," tandas dia.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan jika semua proses penanganan perkara demurrage atau denda impor beras bersifat rahasia. Namun, KPK memastikan semua proses penanganan perkara termasuk penyelidikan bisa dilanjut ke penyidikan.
Hal itu disampaikan oleh Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika menyampaikan update terkait penanganan perkara yang dilaporkan Studi Demokrasi Rakyat (SDR) tersebut. Laporan SDR yang menyeret nama Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi dan Direktur Utama (Dirut) Perum Bulog Bayu Krisnamurthi dilakukan pada 3 Juli 2024.
"Laporan masuk dan penyelidikan sifatnya rahasia. Tapi, secara umum periode penanganan perkara di penyelidikan dapat diputuskan dilanjut ke penyidikan," ujar Tessa, Senin (19/8/2024).
Baca Juga: Soal Demurrage Beras Rp294,5 M, Partai Perindo Sarankan Penguatan Penyimpanan dan Distribusi
Penegasan tersebut disampaikan Tessa Mahardhika menanggapi kabar adanya pemanggilan saksi dari Perum Bulog pada Rabu (21/8/2024). Saksi-saksi tersebut merupakan bawahan yang bekerja di Perum Bulog.
Lantaran masih bersifat rahasia, pihaknya tidak bisa menyampaikan hal di luar itu. "Saya tidak bisa menyampaikan perihal di luar itu karena tidak mendapat akses info," tandas Tessa.
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) sebelumnya mengungkapkan terdapat 1.600 kontainer dengan nilai demurrage Rp294,5 miliar berisi beras yang tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta dan Tanjung Perak, Surabaya. Kemenperin menyebut 1.600 kontainer beras itu merupakan bagian dari 26.415 kontainer yang tertahan di dua pelabuhan tersebut.
Baca Juga: Tanpa Bayar Denda, 1.600 Kontainer Beras Impor Bisa Dianggap Ilegal
Ribuan kontainer yang tertahan termasuk di dalamnya adalah berisi beras dan belum diketahui aspek legalitasnya. Sementara, KPK dan Studi Demokrasi Rakyat (SDR) telah melakukan koordinasi guna mendalami data terkait keterlibatan Bapanas-Bulog.
"Semakin cepat ditangani KPK tentunya perolehan dan pengamanan bukti akan mempermudah kerja penegak hukum dalam menangani perkara ini," kata Eva, Kamis,(22/8/2024).
Baca Juga: Di Depan Jokowi, Bamsoet Singgung Soal Banjir Impor dan Ancaman Krisis Pangan
Eva optimistis semakin cepat KPK melakukan penanganan soal demurrage berdampak baik bagi kejelasan kasus tersebut. Pasalnya, kata Eva, dalam kasus korupsi pengadaan produk pangan berlaku teori pasok yang kerap melibatkan banyak pihak.
"Makin cepat suatu perkara ditangani maka akan semakin baik. Terlebih terkait korupsi pengadaan produk pangan berlaku teori rantai pasok yang pasti melibatkan banyak pihak," tegas Eva.
Eva menandaskan skema pengawasan masih menjadi tantangan besar dalam mencegah kasus korupsi di sektor pangan. Eva pun menyebut, setiap komoditas pangan mempunyai rantai pasok yang berbeda dan tidak bisa disamakan polanya.
"Maka skema pengawasan menjadi tantangan besar dalam mencegah korupsi. Masing-masing komoditas punya rantai pasok yang berbeda tidak bisa disamakan polanya," tandas dia.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan jika semua proses penanganan perkara demurrage atau denda impor beras bersifat rahasia. Namun, KPK memastikan semua proses penanganan perkara termasuk penyelidikan bisa dilanjut ke penyidikan.
Hal itu disampaikan oleh Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika menyampaikan update terkait penanganan perkara yang dilaporkan Studi Demokrasi Rakyat (SDR) tersebut. Laporan SDR yang menyeret nama Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi dan Direktur Utama (Dirut) Perum Bulog Bayu Krisnamurthi dilakukan pada 3 Juli 2024.
"Laporan masuk dan penyelidikan sifatnya rahasia. Tapi, secara umum periode penanganan perkara di penyelidikan dapat diputuskan dilanjut ke penyidikan," ujar Tessa, Senin (19/8/2024).
Baca Juga: Soal Demurrage Beras Rp294,5 M, Partai Perindo Sarankan Penguatan Penyimpanan dan Distribusi
Penegasan tersebut disampaikan Tessa Mahardhika menanggapi kabar adanya pemanggilan saksi dari Perum Bulog pada Rabu (21/8/2024). Saksi-saksi tersebut merupakan bawahan yang bekerja di Perum Bulog.
Lantaran masih bersifat rahasia, pihaknya tidak bisa menyampaikan hal di luar itu. "Saya tidak bisa menyampaikan perihal di luar itu karena tidak mendapat akses info," tandas Tessa.
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) sebelumnya mengungkapkan terdapat 1.600 kontainer dengan nilai demurrage Rp294,5 miliar berisi beras yang tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta dan Tanjung Perak, Surabaya. Kemenperin menyebut 1.600 kontainer beras itu merupakan bagian dari 26.415 kontainer yang tertahan di dua pelabuhan tersebut.
Baca Juga: Tanpa Bayar Denda, 1.600 Kontainer Beras Impor Bisa Dianggap Ilegal
Ribuan kontainer yang tertahan termasuk di dalamnya adalah berisi beras dan belum diketahui aspek legalitasnya. Sementara, KPK dan Studi Demokrasi Rakyat (SDR) telah melakukan koordinasi guna mendalami data terkait keterlibatan Bapanas-Bulog.
(nng)