Begini Dampak Buruk Jika Indonesia Ekspor Pasir Laut
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah membuka ekspor pasir laut setelah kebijakan tersebut dilarang selama 20 tahun terakhir. Kebijakan ini dilakukan dengan alasan terjadinya sedimentasi alias pendangkalan laut .
Keputusan pembukaan keran ekspor tersebut dituangkan dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 20 Tahun 2024 tentang Barang yang Dilarang Ekspor. Aturan tersebut merevisi Permendag 22 Tahun 2023 yang melarang ekspor laut jenis tertentu.
Asumsi tersebut didasarkan pada alasan bahwa komoditas yang diekspor bukanlah pasir laut melainkan hasil sedimen laut, yang bentuknya berupa campuran tanah dan air.
Fahmy mencatat, bila aktivitas pengerukan dilakukan terus menerus, maka menyebabkan tenggelamnya pulau. Kondisi ini membahayakan rakyat di pesisir pantai dan meminggirkan nelayan lantaran tidak dapat menangkap hasil laut lagi.
“Pengerukan pasir laut itulah yang memicu dampak buruk terhadap kerusakan lingkungan dan ekologi laut, menyebabkan tenggelamnya pulau yang membahayakan bagi rakyat di pesisir pantai, dan meminggirkan nelayan yang tidak dapat melaut lagi,” ujar Fahmy kepada MNC Portal, Kamis (19/9/2024).
Kebijakan ekspor pasir laut dimaksudkan untuk menambah pendapatan negara pun dinilai tidak tepat. Karena Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengaku bahwa penerimaan negara yang bersumber dari ekspor laut masih sangat kecil.
Sedangkan, biaya yang harus dikeluarkan pemerintah untuk ekspor pasir laut jauh lebih besar, sehingga kebijakan membuka keran ekspor pasir laut diyakini tidak tepat.
“Biaya yang diperhitungkan tersebut termasuk kerugian yang ditimbulkan akibat kerusakan lingkungan dan ekologi, serta potensi tenggelamnya sejumlah pulau yang mengancam rakyat di sekitar pesisir laut, termasuk nelayan yang tidak dapat lagi melaut,” paparnya.
Satu-satunya negara yang akan membeli pasir laut Indonesia adalah Singapura. Negara Singa itu disebut-sebut punya kepentingan untuk memperluas daratannya melalui reklamasi.
“Sangat ironis, kalau pengerukan pasir laut itu menyebabkan tenggelamnya sejumlah pulau yang mengerutkan daratan wilayah Indonesia,” beber dia.
“Sedangkan wilayah daratan Singapura akan semakin meluas sebagai hasil reklamasi yang ditimbun dari pasir laut Indonesia. Kalau ini terjadi, tidak bisa dihindari akan mempengaruhi batas wilayah perairan antara Indonesia dan Singapura,” lanjut Fahmy.
Di temui secara terpisah, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Pandjaitan mengatakan, beberapa daerah di Indonesia mengalami sedimentasi laut sehingga mengganggu pergerakan kapal yang mendekati pesisir. Hal ini menjadi salah satu alasan pemerintah membuka kembali ekspor pasir laut.
"Jadi, sedimen yang harus didalamkan. Karena kalau tidak (dikeruk), kapal bisa nyangkut di sana,” ujar Luhut saat ditemui di ICE BSD, Kabupaten Tangerang, Banten.
Mantan duta besar RI untuk Singapura itu memastikan, proses pengerukan pasir laut akan dilakukan secara teliti dan hati-hati sehingga tidak merusak ekosistem bawah laut. Dia menyebut, pengerukan akan dilakukan dengan teknologi canggih.
Selain itu, Luhut juga membantah pembukaan ekspor tersebut sebagai timbal balik atas rencana investasi asing di bidang panel surya yang membutuhkan pasir laut.
Menurut Luhut, investasi tersebut justru di dalam negeri dengan pasir silika sehingga tak ada urusannya dengan ekspor.
“Nggak ada urusan, panel surya tuh dia mau impor energi biru dari kita, tapi kita juga punya kepentingan, upaya industri solar panel kita jalan, kita punya (pasir) silika, sekarang kita bangun (industri panel surya) dan itu proyek kira-kira USD20 miliar, mungkin lebih,” kata dia.
Keputusan pembukaan keran ekspor tersebut dituangkan dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 20 Tahun 2024 tentang Barang yang Dilarang Ekspor. Aturan tersebut merevisi Permendag 22 Tahun 2023 yang melarang ekspor laut jenis tertentu.
Apa dampak buruk jika pasir laut dikirim ke luar negeri?
Pengamat Ekonomi Energi asal Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi menilai, kebijakan ekspor pasir laut berpotensi merusak lingkungan dan ekologi laut. Perkara ini dipicu oleh pengerukan pasir laut.Asumsi tersebut didasarkan pada alasan bahwa komoditas yang diekspor bukanlah pasir laut melainkan hasil sedimen laut, yang bentuknya berupa campuran tanah dan air.
Fahmy mencatat, bila aktivitas pengerukan dilakukan terus menerus, maka menyebabkan tenggelamnya pulau. Kondisi ini membahayakan rakyat di pesisir pantai dan meminggirkan nelayan lantaran tidak dapat menangkap hasil laut lagi.
“Pengerukan pasir laut itulah yang memicu dampak buruk terhadap kerusakan lingkungan dan ekologi laut, menyebabkan tenggelamnya pulau yang membahayakan bagi rakyat di pesisir pantai, dan meminggirkan nelayan yang tidak dapat melaut lagi,” ujar Fahmy kepada MNC Portal, Kamis (19/9/2024).
Kebijakan ekspor pasir laut dimaksudkan untuk menambah pendapatan negara pun dinilai tidak tepat. Karena Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengaku bahwa penerimaan negara yang bersumber dari ekspor laut masih sangat kecil.
Sedangkan, biaya yang harus dikeluarkan pemerintah untuk ekspor pasir laut jauh lebih besar, sehingga kebijakan membuka keran ekspor pasir laut diyakini tidak tepat.
“Biaya yang diperhitungkan tersebut termasuk kerugian yang ditimbulkan akibat kerusakan lingkungan dan ekologi, serta potensi tenggelamnya sejumlah pulau yang mengancam rakyat di sekitar pesisir laut, termasuk nelayan yang tidak dapat lagi melaut,” paparnya.
Satu-satunya negara yang akan membeli pasir laut Indonesia adalah Singapura. Negara Singa itu disebut-sebut punya kepentingan untuk memperluas daratannya melalui reklamasi.
“Sangat ironis, kalau pengerukan pasir laut itu menyebabkan tenggelamnya sejumlah pulau yang mengerutkan daratan wilayah Indonesia,” beber dia.
“Sedangkan wilayah daratan Singapura akan semakin meluas sebagai hasil reklamasi yang ditimbun dari pasir laut Indonesia. Kalau ini terjadi, tidak bisa dihindari akan mempengaruhi batas wilayah perairan antara Indonesia dan Singapura,” lanjut Fahmy.
Di temui secara terpisah, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Pandjaitan mengatakan, beberapa daerah di Indonesia mengalami sedimentasi laut sehingga mengganggu pergerakan kapal yang mendekati pesisir. Hal ini menjadi salah satu alasan pemerintah membuka kembali ekspor pasir laut.
"Jadi, sedimen yang harus didalamkan. Karena kalau tidak (dikeruk), kapal bisa nyangkut di sana,” ujar Luhut saat ditemui di ICE BSD, Kabupaten Tangerang, Banten.
Mantan duta besar RI untuk Singapura itu memastikan, proses pengerukan pasir laut akan dilakukan secara teliti dan hati-hati sehingga tidak merusak ekosistem bawah laut. Dia menyebut, pengerukan akan dilakukan dengan teknologi canggih.
Selain itu, Luhut juga membantah pembukaan ekspor tersebut sebagai timbal balik atas rencana investasi asing di bidang panel surya yang membutuhkan pasir laut.
Menurut Luhut, investasi tersebut justru di dalam negeri dengan pasir silika sehingga tak ada urusannya dengan ekspor.
“Nggak ada urusan, panel surya tuh dia mau impor energi biru dari kita, tapi kita juga punya kepentingan, upaya industri solar panel kita jalan, kita punya (pasir) silika, sekarang kita bangun (industri panel surya) dan itu proyek kira-kira USD20 miliar, mungkin lebih,” kata dia.
(akr)