3 Negara yang Takut dengan Keberadaan BRICS
loading...
A
A
A
Presiden Brasil, Lula da Silva sempat menyatakan, mengakhiri ketergantungan pada dolar sebagai salah satu prioritas BRICS. Belakangan saat dolar AS dipakai sebagai senjata untuk menghukum Rusia atas perangnya di Ukraina, menjadi salah satu alasan memudarnya hegemoni mata uang utama tersebut.
Ketidakpuasan negara-negara berkembang terhadap model pembiayaan Barat mungkin dapat menjelaskan sebagian dari meningkatnya daya tarik BRICS. Bagi Presiden Prancis Emanuel Macron, BRICS merupakan perwujudan dari fragmentasi sistem politik global yang membawa “risiko melemahnya Barat dan khususnya Eropa.”
Kehadiran BRICS yang terus meluas dianggap sebagai penantang buat Uni Eropa (UE). Blok Uni Eropa saat ini berjumlah 27 negara, yakni Austria, Belgia, Bulgaria, Kroasia, Republik Siprus, Republik Ceko, Denmark, Estonia, Finlandia, Prancis, Jerman, Yunani, Hungaria, Irlandia, Italia, Latvia, Lithuania, Luksemburg, Malta, Belanda, Polandia, Portugal, Rumania, Slowakia, Slovenia, Spanyol, dan Swedia.
Uni Eropa juga menjadi salah satu blok kekuatan ekonomi dunia. Perluasan BRICS mungkin mencerminkan proses fragmentasi global yang sedang berlangsung. Gerakan ini membawa momentum kuat, dan yang paling menyatukan BRICS adalah penolakan mereka terhadap tatanan yang didominasi Barat.
Kini Barat dan khususnya Uni Eropa, dinilai harus menindaklanjuti dan memikirkan kembali model kerja sama dan pembangunan mereka dengan negara-negara berkembang. Jika tidak, mereka berisiko kehilangan negara-negara berkembang di masa meningkatnya ketegangan geopolitik dan tantangan transformasi global.
Kepala Pejabat Administratif enCore Energy Corp, Gregory Zerzan dikutip dari TheRiponForum, menerangkan bahwa BRICS tidak bermaksud menantang kerja sama multinasional. BRICS difokuskan untuk melemahkan Amerika Serikat.
Meski begitu kemunculan BRICS bisa menjadi ancaman bagi negara-negara penerima bantuan Barat, atau bahkan bisa menjadi solusi.
BRICS secara aktif berupaya memperluas peminjaman di seluruh Asia, Afrika, dan Amerika Selatan melalui pendirian Bank Pembangunan Baru (NDB), sebuah bank multilateral yang didirikan oleh kelompok tersebut pada tahun 2014.
Selain berfungsi sebagai sumber pembiayaan alternatif bagi IMF dan Bank Dunia, yang khususnya dipandang oleh China sebagai upaya memajukan kepentingan Amerika dan Barat, NDB memberikan pengaruh terhadap negara-negara berkembang yang dapat memfasilitasi peluang komersial dan penempatan kemampuan militer di luar negeri.
Beberapa pihak telah mengabaikan ancaman BRICS dengan alasan bahwa para anggotanya memiliki kepentingan yang berbeda, dan terkadang bertentangan.
"Ini tidak tepat; meskipun keanggotaannya dapat berubah, BRICS pada dasarnya akan tetap menjadi koalisi negara-negara yang menentang peran Amerika di dunia. Hingga saat ini, belum cukup perhatian yang diberikan pada ancaman yang masih muncul ini," tulis Gregory Zerzan.
Ketidakpuasan negara-negara berkembang terhadap model pembiayaan Barat mungkin dapat menjelaskan sebagian dari meningkatnya daya tarik BRICS. Bagi Presiden Prancis Emanuel Macron, BRICS merupakan perwujudan dari fragmentasi sistem politik global yang membawa “risiko melemahnya Barat dan khususnya Eropa.”
2. Negara Eropa
Kehadiran BRICS yang terus meluas dianggap sebagai penantang buat Uni Eropa (UE). Blok Uni Eropa saat ini berjumlah 27 negara, yakni Austria, Belgia, Bulgaria, Kroasia, Republik Siprus, Republik Ceko, Denmark, Estonia, Finlandia, Prancis, Jerman, Yunani, Hungaria, Irlandia, Italia, Latvia, Lithuania, Luksemburg, Malta, Belanda, Polandia, Portugal, Rumania, Slowakia, Slovenia, Spanyol, dan Swedia.
Uni Eropa juga menjadi salah satu blok kekuatan ekonomi dunia. Perluasan BRICS mungkin mencerminkan proses fragmentasi global yang sedang berlangsung. Gerakan ini membawa momentum kuat, dan yang paling menyatukan BRICS adalah penolakan mereka terhadap tatanan yang didominasi Barat.
Kini Barat dan khususnya Uni Eropa, dinilai harus menindaklanjuti dan memikirkan kembali model kerja sama dan pembangunan mereka dengan negara-negara berkembang. Jika tidak, mereka berisiko kehilangan negara-negara berkembang di masa meningkatnya ketegangan geopolitik dan tantangan transformasi global.
3. Negara Penerima Bantuan Barat
Kepala Pejabat Administratif enCore Energy Corp, Gregory Zerzan dikutip dari TheRiponForum, menerangkan bahwa BRICS tidak bermaksud menantang kerja sama multinasional. BRICS difokuskan untuk melemahkan Amerika Serikat.
Meski begitu kemunculan BRICS bisa menjadi ancaman bagi negara-negara penerima bantuan Barat, atau bahkan bisa menjadi solusi.
BRICS secara aktif berupaya memperluas peminjaman di seluruh Asia, Afrika, dan Amerika Selatan melalui pendirian Bank Pembangunan Baru (NDB), sebuah bank multilateral yang didirikan oleh kelompok tersebut pada tahun 2014.
Selain berfungsi sebagai sumber pembiayaan alternatif bagi IMF dan Bank Dunia, yang khususnya dipandang oleh China sebagai upaya memajukan kepentingan Amerika dan Barat, NDB memberikan pengaruh terhadap negara-negara berkembang yang dapat memfasilitasi peluang komersial dan penempatan kemampuan militer di luar negeri.
Beberapa pihak telah mengabaikan ancaman BRICS dengan alasan bahwa para anggotanya memiliki kepentingan yang berbeda, dan terkadang bertentangan.
"Ini tidak tepat; meskipun keanggotaannya dapat berubah, BRICS pada dasarnya akan tetap menjadi koalisi negara-negara yang menentang peran Amerika di dunia. Hingga saat ini, belum cukup perhatian yang diberikan pada ancaman yang masih muncul ini," tulis Gregory Zerzan.
(akr)