Menkes Sebut Bakal Kaji Kebijakan Kemasan Rokok Polos Tanpa Merek
loading...
A
A
A
"Kemasan rokok polos tanpa merek ini dapat menyinggung perdagangan dan mengganggu hak-hak pedagang," tegasnya.
Ia turut memandang bahwa masih dibutuhkan studi ilmiah lebih jauh terhadap upaya menurunkan prevalensi perokok melalui kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek dengan mengacu pada Framework Convention on Tobacco Control (FCTC), di mana Indonesia sendiri belum meratifikasi aturan tersebut yang tidak relevan dengan besarnya skala serapan tenaga kerja industri tembakau di Tanah Air.
"Kami membutuhkan studi ilmiah untuk mendukung efektivitas kebijakan ini. Struktur perdagangan Indonesia berbeda dengan negara lain," tutur Angga.
Pada lain kesempatan, Direktur Manajemen Industri Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI Syaifullah Agam sepakat bahwa masukan berbagai stakeholder, baik dari sisi pro maupun kontra, perlu untuk disuarakan. Termasuk jika banyak pihak merasa dirugikan dari suatu kebijakan, maka menjadi tugas pemerintah untuk mencari jalan keluarnya. Syaiful turut mengkhawatirkan kelangsungan industri kreatif yang terdampak luar biasa besar dari sederet aturan inisiatif Kemenkes ini.
“Dalam membuat kebijakan yang mengatur masyarakat, harusnya ada public hearing yang melibatkan berbagai pihak terkait dan ada langkah ke depannya, ini penting untuk melibatkan semua pihak,” ungkap dia.
Sebagai informasi, sebelumnya public hearing Kemenkes untuk RPMK terkait produk tembakau tercatat baru dilakukan satu kali dengan jumlah undangan yang tidak berimbang. Pihak terdampak hanya menjadi minoritas dari daftar undangan. Setelahnya, tidak ada jadwal resmi yg diumunkan Kemenkes untuk sesi public hearing lanjutan dalam rangka menanggapi masukan-masukan yang disampaikan berbagai pihak.
Syaiful juga menyoroti dampak yang akan terjadi jika kemasan rokok polos tanpa merek diberlakukan bakal meningkatkan produk ilegal. “Kita perlu mencari solusi yang bisa memberikan kenyamanan seluruh pihak. Karena tujuan dari ini seperti yang disampaikan semestinya bukan untuk membatasi tapi untuk mendorong kesehatan masyarakat. Karena jika begitu, nanti yang ada malah merugikan banyak pihak. Ini bisa dilakukan dengan komunikasi dan mencoba peluang yang bisa dimanfaatkan,” tegasnya.
Sementara itu, Koordinator Bidang Pemasyarakatan Perselisihan Hubungan Industrial Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) Nikodemus Lupa menyoroti dampak dari regulasi restriktif ini. Ia khawatir aturan tersebut dapat mengganggu hubungan para buruh dengan industri.
“Tentu ini jadi problem, ruang lingkup kami yaitu mempertahankan status hubungan kerja. Dari sisi ini, kami mem-backup dan mempertahankan hak-hak pekerja dan buruh. Kami ingin pekerja tidak jadi korban aturan yang tidak seimbang,” tuturnya.
Baca Juga: 8 Isu Utama Sektor Perikanan Jadi Fokus Kepengurusan Baru SPPI Dipimpin Ilyas Pangestu
Ia turut memandang bahwa masih dibutuhkan studi ilmiah lebih jauh terhadap upaya menurunkan prevalensi perokok melalui kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek dengan mengacu pada Framework Convention on Tobacco Control (FCTC), di mana Indonesia sendiri belum meratifikasi aturan tersebut yang tidak relevan dengan besarnya skala serapan tenaga kerja industri tembakau di Tanah Air.
"Kami membutuhkan studi ilmiah untuk mendukung efektivitas kebijakan ini. Struktur perdagangan Indonesia berbeda dengan negara lain," tutur Angga.
Pada lain kesempatan, Direktur Manajemen Industri Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI Syaifullah Agam sepakat bahwa masukan berbagai stakeholder, baik dari sisi pro maupun kontra, perlu untuk disuarakan. Termasuk jika banyak pihak merasa dirugikan dari suatu kebijakan, maka menjadi tugas pemerintah untuk mencari jalan keluarnya. Syaiful turut mengkhawatirkan kelangsungan industri kreatif yang terdampak luar biasa besar dari sederet aturan inisiatif Kemenkes ini.
“Dalam membuat kebijakan yang mengatur masyarakat, harusnya ada public hearing yang melibatkan berbagai pihak terkait dan ada langkah ke depannya, ini penting untuk melibatkan semua pihak,” ungkap dia.
Sebagai informasi, sebelumnya public hearing Kemenkes untuk RPMK terkait produk tembakau tercatat baru dilakukan satu kali dengan jumlah undangan yang tidak berimbang. Pihak terdampak hanya menjadi minoritas dari daftar undangan. Setelahnya, tidak ada jadwal resmi yg diumunkan Kemenkes untuk sesi public hearing lanjutan dalam rangka menanggapi masukan-masukan yang disampaikan berbagai pihak.
Syaiful juga menyoroti dampak yang akan terjadi jika kemasan rokok polos tanpa merek diberlakukan bakal meningkatkan produk ilegal. “Kita perlu mencari solusi yang bisa memberikan kenyamanan seluruh pihak. Karena tujuan dari ini seperti yang disampaikan semestinya bukan untuk membatasi tapi untuk mendorong kesehatan masyarakat. Karena jika begitu, nanti yang ada malah merugikan banyak pihak. Ini bisa dilakukan dengan komunikasi dan mencoba peluang yang bisa dimanfaatkan,” tegasnya.
Sementara itu, Koordinator Bidang Pemasyarakatan Perselisihan Hubungan Industrial Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) Nikodemus Lupa menyoroti dampak dari regulasi restriktif ini. Ia khawatir aturan tersebut dapat mengganggu hubungan para buruh dengan industri.
“Tentu ini jadi problem, ruang lingkup kami yaitu mempertahankan status hubungan kerja. Dari sisi ini, kami mem-backup dan mempertahankan hak-hak pekerja dan buruh. Kami ingin pekerja tidak jadi korban aturan yang tidak seimbang,” tuturnya.
Baca Juga: 8 Isu Utama Sektor Perikanan Jadi Fokus Kepengurusan Baru SPPI Dipimpin Ilyas Pangestu