Utang AS Tembus Rp558.000 Triliun, China Cari Tempat yang Lebih Aman
loading...
A
A
A
Krisis keuangan Asia 1997, ketika mata uang Asia didevaluasi, mendorong Beijing untuk membangun cadangan devisa untuk melindungi diri dari guncangan eksternal. Cadangan devisanya meningkat karena perdagangan internasional dan investasi asing langsung berkembang selama bertahun-tahun, dengan data Administrasi Valuta Asing Negara menunjukkan bahwa jumlahnya mencapai USD3,261 triliun bulan lalu, turun dari USD3,316 triliun di bulan September.
Meskipun China tidak mengungkapkan di mana mereka menyimpan uang, sebagian besar diinvestasikan dalam utang pemerintah AS, menurut data resmi AS. Pada Agustus, kepemilikan China atas surat-surat berharga AS mencapai USD774,6 miliar menjadikannya pemegang utang pemerintah AS terbesar kedua di luar negeri setelah Jepang yang mencapai USD1,13 triliun.
Data Departemen Keuangan AS menunjukkan bahwa China mulai memangkas kepemilikan obligasi pemerintah AS sekitar tahun 2014, setelah mencapai puncaknya di atas USD1,3 triliun pada tahun 2013. Pada 2022, kepemilikan obligasi pemerintah AS oleh China turun di bawah USD1 triliun untuk pertama kalinya sejak tahun 2010.
Selain cadangan devisa yang dilaporkan, China telah mempertahankan eksposur substansial terhadap aset-aset berdenominasi dollar AS melalui bank-bank komersial negara yang besar, bank-bank kebijakan negara, dan sovereign wealth fund, China Investment Corporation (CIC).
China meluncurkan CIC pada 2007 untuk mengelola cadangan devisa yang membengkak dengan lebih baik dan mendiversifikasi investasi di luar kepemilikan dolar AS, dengan menargetkan peluang-peluang yang memberikan imbal hasil yang lebih tinggi di luar negeri.
CIC mengatakan total asetnya bernilai USD1,33 triliun pada akhir tahun lalu, naik 7,46 persen dari tahun ke tahun, dengan hampir 50 persen dari portofolio luar negerinya diinvestasikan dalam aset-aset alternatif seperti dana lindung nilai dan properti, dan sepertiganya diinvestasikan dalam bentuk saham dengan 60,29 persen di antaranya adalah saham-saham yang tercatat di bursa AS, meningkat dari 59,18 persen pada 2022.
Menurut Departemen Keuangan AS, utang AS mencapai USD35,46 triliun atau setara Rp558.000 triliun pada akhir September 2024, memberikan rasio utang terhadap produk domestik bruto sebesar 124%.
Meskipun China tidak mengungkapkan di mana mereka menyimpan uang, sebagian besar diinvestasikan dalam utang pemerintah AS, menurut data resmi AS. Pada Agustus, kepemilikan China atas surat-surat berharga AS mencapai USD774,6 miliar menjadikannya pemegang utang pemerintah AS terbesar kedua di luar negeri setelah Jepang yang mencapai USD1,13 triliun.
Data Departemen Keuangan AS menunjukkan bahwa China mulai memangkas kepemilikan obligasi pemerintah AS sekitar tahun 2014, setelah mencapai puncaknya di atas USD1,3 triliun pada tahun 2013. Pada 2022, kepemilikan obligasi pemerintah AS oleh China turun di bawah USD1 triliun untuk pertama kalinya sejak tahun 2010.
Selain cadangan devisa yang dilaporkan, China telah mempertahankan eksposur substansial terhadap aset-aset berdenominasi dollar AS melalui bank-bank komersial negara yang besar, bank-bank kebijakan negara, dan sovereign wealth fund, China Investment Corporation (CIC).
China meluncurkan CIC pada 2007 untuk mengelola cadangan devisa yang membengkak dengan lebih baik dan mendiversifikasi investasi di luar kepemilikan dolar AS, dengan menargetkan peluang-peluang yang memberikan imbal hasil yang lebih tinggi di luar negeri.
CIC mengatakan total asetnya bernilai USD1,33 triliun pada akhir tahun lalu, naik 7,46 persen dari tahun ke tahun, dengan hampir 50 persen dari portofolio luar negerinya diinvestasikan dalam aset-aset alternatif seperti dana lindung nilai dan properti, dan sepertiganya diinvestasikan dalam bentuk saham dengan 60,29 persen di antaranya adalah saham-saham yang tercatat di bursa AS, meningkat dari 59,18 persen pada 2022.
Menurut Departemen Keuangan AS, utang AS mencapai USD35,46 triliun atau setara Rp558.000 triliun pada akhir September 2024, memberikan rasio utang terhadap produk domestik bruto sebesar 124%.
(nng)