Kehidupan Urban di Masa Next Normal
loading...
A
A
A
Asumsi dasar keunggulan kepadatan (density) kota adalah skala ekonomi (economies of scale). Ketika sebuah kota padat dan memiliki jumlah penduduk yang besar, semua layanan kota menjadi sangat baik dan efisien.
Namun kini manfaat skala ekonomi itu menjadi antitesis ketika padatnya kota menghasilkan handicap mendasar, yaitu risiko kesehatan dan kematian yang amat besar oleh adanya wabah.
Karena itu pascapandemi pemerintah kota dan urban planner akan kian mengarahkan perencanaan kota dengan mengurangi tingkat kepadatannya. Tujuannya jelas, untuk mengantisipasi serangan-serangan virus kini dan di masa-masa mendatang. (Baca juga: WHO Peringatkan Dunia Lebih Siap untuk Pandemi Berikutnya)
#3. More Localized City
Wabah Covid-19 akan mendorong kota-kota besar (mega-city) untuk menjadi localized. Maksudnya di dalam kota yang besar tersebut terdapat “subkota” (atau “kota di dalam kota”) yang mandiri.
Tujuannya adalah segala kebutuhan warga kota, mulai dari berbelanja, ke rumah sakit, ke kantor pemerintah, atau berolahraga, bisa dilakukan di dalam subkota (intra-subcity) tidak perlu keluar (inter-subcity).
Dengan begitu mobilitas warga kota akan lebih terlokalisasi dan dampak penularan virus bisa lebih dikendalikan serta akan memberikan peranan lebih besar pada micromobility (cycling dan pedestrian).
#4. Private Car Wins (Again)
Ketakutan kepada virus rupanya mengubah secara drastis pola mobilitas dan pilihan moda transportasi masyarakat.
Euforia angkutan massal modern seperti MRT, LRT, commuter line, dan busway yang tahun-tahun terakhir happening di Jakarta agaknya mengalami titik balik saat kini pandemi datang. Ya, karena kerumunan di angkutan massal tidak diinginkan demi kepentingan social distancing. (Baca juga: Inilah Negara-negara di Dunia yang Memiliki Hulu ledak Nuklir)
Namun kini manfaat skala ekonomi itu menjadi antitesis ketika padatnya kota menghasilkan handicap mendasar, yaitu risiko kesehatan dan kematian yang amat besar oleh adanya wabah.
Karena itu pascapandemi pemerintah kota dan urban planner akan kian mengarahkan perencanaan kota dengan mengurangi tingkat kepadatannya. Tujuannya jelas, untuk mengantisipasi serangan-serangan virus kini dan di masa-masa mendatang. (Baca juga: WHO Peringatkan Dunia Lebih Siap untuk Pandemi Berikutnya)
#3. More Localized City
Wabah Covid-19 akan mendorong kota-kota besar (mega-city) untuk menjadi localized. Maksudnya di dalam kota yang besar tersebut terdapat “subkota” (atau “kota di dalam kota”) yang mandiri.
Tujuannya adalah segala kebutuhan warga kota, mulai dari berbelanja, ke rumah sakit, ke kantor pemerintah, atau berolahraga, bisa dilakukan di dalam subkota (intra-subcity) tidak perlu keluar (inter-subcity).
Dengan begitu mobilitas warga kota akan lebih terlokalisasi dan dampak penularan virus bisa lebih dikendalikan serta akan memberikan peranan lebih besar pada micromobility (cycling dan pedestrian).
#4. Private Car Wins (Again)
Ketakutan kepada virus rupanya mengubah secara drastis pola mobilitas dan pilihan moda transportasi masyarakat.
Euforia angkutan massal modern seperti MRT, LRT, commuter line, dan busway yang tahun-tahun terakhir happening di Jakarta agaknya mengalami titik balik saat kini pandemi datang. Ya, karena kerumunan di angkutan massal tidak diinginkan demi kepentingan social distancing. (Baca juga: Inilah Negara-negara di Dunia yang Memiliki Hulu ledak Nuklir)