Industri Keuangan Masa Depan Tergantung Data dan Layanan Virtual
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kepala Group Inovasi Keuangan Digital Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Triyono Gani menilai kompetisi industri jasa keuangan ke depan akan bergantung pada ketersediaan data dan layanan virtual. Tren pengolahan data akan menggantikan pola lama yang banyak mengandalkan kemampuan pihak outsourcing.
"Saat ini banyak perusahaan yang berinvestasi pada kemampuan IT. Data ini akan menggantikan peran outsourcing yang biasanya menguasai jalur distribusi produk," ujar Triyono di Jakarta, Sabtu (26/9/2020).
Tren lainnya adalah kemampuan layanan secara virtual. Ini semakin dibutuhkan sejak era pandemi yang telah menjadi disrupsi industri jasa keuangan. (Baca juga: Pelaku UMKM Harus Pintar Mengelola Keuangan Saat Pandemi COVID-19 )
Selain itu juga, perbankan disebutnya masih menjadi jalur distribusi utama untuk berbagai produk industri keuangan. "Karena secara regulasi lebih memudahkan digital banking bergerak dibandingkan sektor lainnya seperti fintech," ungkapnya.
Pandemi, lanjutnya, menghambat banyak sektor perekonomian. Namun justru menjadi akselerator bagi pengembangan dan inovasi digital. Karena itu dia menilai arus inovasi digital yang dibawa oleh fintech harus selalu di regulasi agar memberi manfaat pada masyarakat banyak.
“Fintech is not business as usual. Inovasi terus muncul dengan cepat, namun tidak semua inovasi bagus untuk masyarakat. Maka dari itu, kami perlu meregulasi dengan membawa sistem terbaru untuk mengikuti inovasi-inovasi yang ada,” ucapnya.
Pentingnya digitalisasi diakui Country Chair MDRT Indonesia Miliana Marten yang optimistis dengan pertumbuhan agen asuransi justru di masa pandemi Covid-19. Ini sejalan dengan keputusan OJK mengesahkan penjualan dan proses persetujuan secara digital, tanpa harus tanda tangan basah.
"Meski pandemi agen tidak menghadapi kesulitan mengakuisisi nasabah baru, karena tetap bisa menjual secara digital di masa pandemi. Kami targetkan anggota MDRT di Indonesia mampu mencapai 3.500 agen di 2021 nanti," ujar Miliana dalam rangkaian MDRT Day Indonesia 2020.
Dia menjelaskan, digitalisasi sangat membantu penetrasi agen dalam menjual produk asuransi. Maka beruntung ketika pandemi Covid-19 terjadi di era digitalisasi.
Menurut Meliana, semua agen yang tidak familiar dengan produk layanan digital, dipaksa untuk belajar dan memanfaatkan teknologi dalam menjual produk asuransi. (Baca juga: Klaim Asuransi Jiwa Covid-19 Tetap Dibayarkan, Terbanyak di DKI Jakarta )
Apalagi dengan munculnya fintech dan digitalisasi di sektor asuransi jiwa justru mendukung perkembangan asuransi jiwa karena memudahkan dalam bertransaksi, edukasi dan sosialiasi.
“Jadi saat ini agen harus cepat beradaptasi. Setiap hari kita dipaksa untuk akrab dengan Zoom meeting. Bertemu secara virtual dengan nasabah karena permintaan nasabah untuk tatap muka secara langsung dengan agen sudah menurun. Teknologi akan semakin banyak membuat orang-orang semakin melek asuransi,” jelas Miliana.
Hingga Juli 2020, jumlah anggota MDRT Indonesia sebanyak 2.745 orang atau meningkat 12% dibandingkan dengan tahun 2019 yang berjumlah 2.459 orang. Peringkat Indonesia tahun ini masuk dalam urutan ke 8 top member dari seluruh dunia.
Dia menambahkan, saat pandemi, masyarakat semakin sadar pentingnya asuransi. Karena saat krisis terjadi, asuransi menjadi solusi tepat untuk mengamankan diri dan keluarga mereka. Namun, ini juga menjadi tantangan bagi karena masyarakat akan mencari agen yang berkualitas dan mampu memberikan proteksi dan solusi keuangan bagi mereka.
“Itu menjadi tantangan kami untuk terus meningkatkan jumlah member MDRT dan kapasitasnya. Apalagi penjualan digital itu lebih efisien, tanpa biaya tinggi, pekerjan agen asuransi jadi lebih efisien dan murah,” papar Miliana.
"Saat ini banyak perusahaan yang berinvestasi pada kemampuan IT. Data ini akan menggantikan peran outsourcing yang biasanya menguasai jalur distribusi produk," ujar Triyono di Jakarta, Sabtu (26/9/2020).
Tren lainnya adalah kemampuan layanan secara virtual. Ini semakin dibutuhkan sejak era pandemi yang telah menjadi disrupsi industri jasa keuangan. (Baca juga: Pelaku UMKM Harus Pintar Mengelola Keuangan Saat Pandemi COVID-19 )
Selain itu juga, perbankan disebutnya masih menjadi jalur distribusi utama untuk berbagai produk industri keuangan. "Karena secara regulasi lebih memudahkan digital banking bergerak dibandingkan sektor lainnya seperti fintech," ungkapnya.
Pandemi, lanjutnya, menghambat banyak sektor perekonomian. Namun justru menjadi akselerator bagi pengembangan dan inovasi digital. Karena itu dia menilai arus inovasi digital yang dibawa oleh fintech harus selalu di regulasi agar memberi manfaat pada masyarakat banyak.
“Fintech is not business as usual. Inovasi terus muncul dengan cepat, namun tidak semua inovasi bagus untuk masyarakat. Maka dari itu, kami perlu meregulasi dengan membawa sistem terbaru untuk mengikuti inovasi-inovasi yang ada,” ucapnya.
Pentingnya digitalisasi diakui Country Chair MDRT Indonesia Miliana Marten yang optimistis dengan pertumbuhan agen asuransi justru di masa pandemi Covid-19. Ini sejalan dengan keputusan OJK mengesahkan penjualan dan proses persetujuan secara digital, tanpa harus tanda tangan basah.
"Meski pandemi agen tidak menghadapi kesulitan mengakuisisi nasabah baru, karena tetap bisa menjual secara digital di masa pandemi. Kami targetkan anggota MDRT di Indonesia mampu mencapai 3.500 agen di 2021 nanti," ujar Miliana dalam rangkaian MDRT Day Indonesia 2020.
Dia menjelaskan, digitalisasi sangat membantu penetrasi agen dalam menjual produk asuransi. Maka beruntung ketika pandemi Covid-19 terjadi di era digitalisasi.
Menurut Meliana, semua agen yang tidak familiar dengan produk layanan digital, dipaksa untuk belajar dan memanfaatkan teknologi dalam menjual produk asuransi. (Baca juga: Klaim Asuransi Jiwa Covid-19 Tetap Dibayarkan, Terbanyak di DKI Jakarta )
Apalagi dengan munculnya fintech dan digitalisasi di sektor asuransi jiwa justru mendukung perkembangan asuransi jiwa karena memudahkan dalam bertransaksi, edukasi dan sosialiasi.
“Jadi saat ini agen harus cepat beradaptasi. Setiap hari kita dipaksa untuk akrab dengan Zoom meeting. Bertemu secara virtual dengan nasabah karena permintaan nasabah untuk tatap muka secara langsung dengan agen sudah menurun. Teknologi akan semakin banyak membuat orang-orang semakin melek asuransi,” jelas Miliana.
Hingga Juli 2020, jumlah anggota MDRT Indonesia sebanyak 2.745 orang atau meningkat 12% dibandingkan dengan tahun 2019 yang berjumlah 2.459 orang. Peringkat Indonesia tahun ini masuk dalam urutan ke 8 top member dari seluruh dunia.
Dia menambahkan, saat pandemi, masyarakat semakin sadar pentingnya asuransi. Karena saat krisis terjadi, asuransi menjadi solusi tepat untuk mengamankan diri dan keluarga mereka. Namun, ini juga menjadi tantangan bagi karena masyarakat akan mencari agen yang berkualitas dan mampu memberikan proteksi dan solusi keuangan bagi mereka.
“Itu menjadi tantangan kami untuk terus meningkatkan jumlah member MDRT dan kapasitasnya. Apalagi penjualan digital itu lebih efisien, tanpa biaya tinggi, pekerjan agen asuransi jadi lebih efisien dan murah,” papar Miliana.
(ind)