Ternyata Oh Ternyata, Ini Biang Kerok Penyaluran Dana PEN di BPD Belum Maksimal
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah pusat telah menempatkan dana di beberapa bank pembangunan daerah (BPD) dalam rangka pemulihan ekonomi nasional (PEN) . Dirjen Bina Keuangan Daerah (Keuda) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Mochamad Ardian Noervianto mengatakan, bahwa penyaluran dana PEN terhitung efektif sejak akhir bulan Agustus 2020.
“Saat ini sedang berlangsung di beberapa BPD yang mendapatkan dana alokasi tersebut,” katanya, Minggu (25/10/2020).
(Baca Juga: Dukung Pemulihan Ekonomi, Pemerintah Titip Lagi Dana di BPD Rp1,5 T )
Ardian menyebut, Bank BJB adalah BPD yang penyalurannya sudah mencapai 100% dari dana PEN yang ditempatkan oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Bank BJB mendapatkan alokasi penempatan dana PEN sebesar Rp.2,5 triliun dengan leverage dua kali lipat atau sebesar Rp.5 triliun.
“Di akhir minggu ke-2 bulan Oktober 2020 sudah menyatakan, bahwa dana PEN beserta leverage penyalurannya menjadi sebesar Rp5 triliun tersebut, sudah tersalurkan sepenuhnya ke berbagai sektor usaha. Antara lain konstruksi, perdagangan besar eceran dan khususnya segmen UMKM dan konsumer,” ungkapnya.
Sementara untuk BPD lainnya, dia mengatakan, bahwa penyaluran masih terus berlangsung. Sehingga diakuinya penyaluran masih belum maksimal.
“Jika dilihat timing penempatan dana PEN oleh Kementerian Keuangan dibandingkan penyaluran dana ke masyarakat dalam bentuk pinjaman kredit, waktu penyaluran sampai saat ini masih reasonable penyaluran belum sepenuhnya maksimal dilakukan. Ini karena baru sekitar kurang lebih dua bulan,” jelasnya.
(Baca Juga: Waktunya Sempit, Titipan Uang Pemerintah ke BPD Baru Disalurkan Rp1,58 Triliun )
Namun dia tidak memungkiri adanya beberapa kendala penyaluran kredit BPD kepada masyarakat. Di antaranya masih adanya keraguan bagi BPD untuk menyalurkan pembiayaan kredit atas dana PEN.
“Melihat situasi dan kondisi masyarakat yang terpengaruh sangat signifikan akibat kondisi covid-19. Bank atau BPD, berupaya melakukan mitigasi risiko secara ketat sehingga dikesankan seakan akan ada hambatan di dalam penyalurannya,” tuturnya.
Lalu kendala lain adalah target-target portofolio kredit yang akan dibiayai berubah ubah dari waktu ke waktu. Ini dinilai karena kembali ke risk appetite akibat covid-19 yang penuh ketidakpastian.
“Masih adanya kekhawatiran bagi bank atau BPD apabila penyaluran dilakukan secara ekspansi, akibatnya akan timbul NPL-NPL (non performing loan) baru yang signifikan atau relapse account akibat tidak terjaga kualitas kredit dan hanya mengandalkan informasi-informasi sesaat yang harus dikonfirmasi kembali,” tuturnya.
“Saat ini sedang berlangsung di beberapa BPD yang mendapatkan dana alokasi tersebut,” katanya, Minggu (25/10/2020).
(Baca Juga: Dukung Pemulihan Ekonomi, Pemerintah Titip Lagi Dana di BPD Rp1,5 T )
Ardian menyebut, Bank BJB adalah BPD yang penyalurannya sudah mencapai 100% dari dana PEN yang ditempatkan oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Bank BJB mendapatkan alokasi penempatan dana PEN sebesar Rp.2,5 triliun dengan leverage dua kali lipat atau sebesar Rp.5 triliun.
“Di akhir minggu ke-2 bulan Oktober 2020 sudah menyatakan, bahwa dana PEN beserta leverage penyalurannya menjadi sebesar Rp5 triliun tersebut, sudah tersalurkan sepenuhnya ke berbagai sektor usaha. Antara lain konstruksi, perdagangan besar eceran dan khususnya segmen UMKM dan konsumer,” ungkapnya.
Sementara untuk BPD lainnya, dia mengatakan, bahwa penyaluran masih terus berlangsung. Sehingga diakuinya penyaluran masih belum maksimal.
“Jika dilihat timing penempatan dana PEN oleh Kementerian Keuangan dibandingkan penyaluran dana ke masyarakat dalam bentuk pinjaman kredit, waktu penyaluran sampai saat ini masih reasonable penyaluran belum sepenuhnya maksimal dilakukan. Ini karena baru sekitar kurang lebih dua bulan,” jelasnya.
(Baca Juga: Waktunya Sempit, Titipan Uang Pemerintah ke BPD Baru Disalurkan Rp1,58 Triliun )
Namun dia tidak memungkiri adanya beberapa kendala penyaluran kredit BPD kepada masyarakat. Di antaranya masih adanya keraguan bagi BPD untuk menyalurkan pembiayaan kredit atas dana PEN.
“Melihat situasi dan kondisi masyarakat yang terpengaruh sangat signifikan akibat kondisi covid-19. Bank atau BPD, berupaya melakukan mitigasi risiko secara ketat sehingga dikesankan seakan akan ada hambatan di dalam penyalurannya,” tuturnya.
Lalu kendala lain adalah target-target portofolio kredit yang akan dibiayai berubah ubah dari waktu ke waktu. Ini dinilai karena kembali ke risk appetite akibat covid-19 yang penuh ketidakpastian.
“Masih adanya kekhawatiran bagi bank atau BPD apabila penyaluran dilakukan secara ekspansi, akibatnya akan timbul NPL-NPL (non performing loan) baru yang signifikan atau relapse account akibat tidak terjaga kualitas kredit dan hanya mengandalkan informasi-informasi sesaat yang harus dikonfirmasi kembali,” tuturnya.
(akr)