Wabah Covid-19, Berpotensi Ganggu Investasi Tambang
loading...
A
A
A
MAKASSAR - Badan Pusat Statistik (BPS) Sulsel per 5 Mei merilis, jika nilai ekspor yang dikirim melalui pelabuhan Sulawesi Selatan pada bulan Maret 2020 tercatat mencapai US$ 79,73 Juta.
Angka ini mengalami penurunan sebesar 19,03% bila dibandingkan nilai ekspor bulan Februari 2020 yang mencapai US$ 98,46 Juta. Selaras dengan hal itu, capaian Maret 2020 tercatat mengalami penurunan sebesar 10,25% dari kondisi bulan yang sama tahun sebelumnya yang mencapai US$ 88,83 Juta.
Ada lima komoditas utama yang diekspor pada Maret 2020, nikel menjadi salah satu penyumbang ekspor terbesar di Sulsel. Pada triwulan I atau periode Januari hingga Maret 2020 tumbuh melambat, yakni hanya sebesar 3,07% saja.
Angka tersebut turun signifikan jika dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi Sulsel di triwulan I 2019 lalu yang berada diatas 6%. Meski melambat, pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan I 2020 masih berada diatas rata-rata nasional yang hanya mencapai 2,97% saja.
Meskipun beberapa sektor penopang utama PDRB mengalami perlambatan, masih terdapat sektor lain yang justru mengalami pertumbuhan positif. Diantaranya sektor pertambangan dan penggalian tumbuh 12,57%. Pertambangan tumbuh signifikan karena produksi nikel naik signifikan sebesar 38%, jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Tak dipungkiri memang, sektor tambang memberikan kontribusi besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi Sulsel. Apalagi, dalam catatan ekspor nikel yang memberikan peran penting dalam penyumbang ekonomi Sulsel.
Adalah PT Vale Indonesia Tbk dengan base operasi di Sorowako, Kabupaten Luwu Timur, Sulsel menjadi salah satu penggerak ekonomi tersebut. Kehadirannya mampu memberikan sumbangsih pendapatan tak hanya bagi pemerintah daerah di Luwu Timur, tapi juga di Sulsel pada umumnya.
Komitmen perseroan ini dalam tetap menjaga produksinya di tengah pandemic Covid-19 patut diapresiasi. PT Vale mencatatkan hingga akhir Kuartal I-2020, kinerja operasional PT Vale Indonesia Tbk (PT Vale) masih sangat baik. Hal tersebut tercermin pada pencapaian target produksi kuartal I-2020 sebanyak 17.614 ton Nikel dalam Matte.
Menurut Deputy CEO PT Vale Febriany Eddy, di tengah masalah pandemi Covid-19, hasil produksi kuartal I PT Vale lebih tinggi 35% dibanding volume produksi Kuartal I-2019.
Perusahaan yang didukung para kontraktor masih dapat menjalankan operasional dengan aman sesuai target, sehingga mampu menghasilkan volume produksi yang baik, .
“Sejauh ini dampak pandemic Covid19 masih dapat dikendalikan sehingga Perusahaan dapat terus beroperasi dengan tetap memperhatikan aspek kesehatan dan keselamatan kerja,” ujarnya, beberapa waktu lalu.
Meski demikian, PT Vale tetap memperhatikan kondisi aktual di tengah pandemi Covid-19 yang masih berlangsung yang belum dapat diprediksi kapan berakhirnya. Salah satunya adalah dengan menyiapkan perencanaan keberlangsungan bisnis untuk mengantisipasi dampak yang lebih serius terhadap operasional bila pandemi terjadi berkepanjangan.
Perencanaan dibuat dengan mempertimbangkan juga tingkat penyebaran Covid-19, ketersediaan tenaga kerja dan faktor-faktor non-teknis lainnya. “Perusahaan tentu akan selalu mengutamakan kesehatan dan keselamatan pekerja dalam pengambilan keputusan yang berhubungan dengan operasional," tambah Febriany Eddy.
Optimisme perusahaan agar tetap beroperasional ditengah pandemi, terhadang penyebaran Covid-19 yang kini tidak saja menyerang ditengah masyarakat.
Tapi juga di internal perusahaan, dimana berdasarkan data Dinas Kesehatan tercatat sebanyak sembilan orang terpapar Covid-19 yang kemudian disebut klaster Vale. Efeknya, PT Vale Indonesia melakukan rapid tes massal terhadap 11.000 karyawan dan kontraktor demi menekan epicentrum penyebaran penyakit tersebut.
Jika hasilnya jumlah terpapar semakin tinggi, bisa jadi skema awal yang disiapkan manajemen PT Vale akan diterapkan. Meski sebelumnya, PT Vale telah berupaya menjaga agar lini produksi terutama operasi tambang dan smelter tetap berjalan dengan tetap mengutamakan aspek kesehatan dan keselamatan pekerja serta lingkungan.
Febriany Eddy secara tegas menyebutkan, apabila dampak pandemic ini telah membahayakan kesehatan dan keselamatan pekerja, maka PT Vale telah menyiapkan skenario pengurangan produksi bahkan penghentian operasi (shutdown). Keputusan shutdown ini bisa saja terjadi, apalagi bagian korporasi Vale SA lainnya sudah mengambil keputusan tersebut.
Dalam penelusuran SINDO, Vale SA telah memutuskan untuk menghentikan produksi dan menerapkan mode perawatan dan pemeliharaan selama empat minggu pada bagian operasi lain di Voisey’s Bay Canada. Keputusan ini diambil sebagai bentuk antisipasi mewabahnya penyakit Covid-19 di wilayah tersebut.
“Kami menyadari bahwa keputusan pengurangan produksi atau shutdown ini nantinya bukanlah suatu keputusan yang mudah karena operasi PT Vale di Sorowako masih sangat berpengaruh terhadap aspek sosial ekonomi setempat,”tegasnya.
Jika keputusan menghentikan sementara seluruh operasional jadi diberlakukan, maka sekitar 3.000 karyawan, 7.000 kontraktor dan sebanyak 138 supplier lokal memiliki potensi terdampak dengan keputusan tersebut.
Tak hanya itu, aktifitas ekonomi khususnya di Luwu Timur sangat terganggu. Apalagi, tercatat 87.68% karyawan PT Vale merupakan warga Sorowako dan daerah lain di Kabupaten Luwu Timur.
Untuk itu, dalam menangani penyebaran virus Corona ini diperlukan kerja sama dari semua pihak, Perusahaan, Pemerintah dan Masyarakat. Tanpa kerja sama semua elemen ini, hanya mengandalkan upaya sepihak tentunya tidak ada cukup.
“Kita berharap agar situasi tetap terkendali sehingga Perusahaan dapat terus beroperasi dengan aman. Selain dari upaya-upaya Perusahaan, sangat penting bagi pemerintah daerah dan masyarakat setempat untuk senantiasa menjalankan upaya-upaya pencegahan penyebaran virus bersama-sama dengan Perusahaan. Upaya sepihak saja tidak akan berhasil” tambah Febriany Eddy.
Terpisah, Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah (NPKD) Luwu Timur, Ramadhan Pirade mengatakan, jika kondisi pandemi terus menerus terjadi dan sudah masuk dalam internal operasional PT Vale, sebaiknya dilakukan penanganan secara parsial. Tidak melakukan penutupan operasional. Karena, tentu kondisi itu akan sangat merugikan sektor ekonomi khususnya pendapatan pemerintah didalamnya mencapai ratusan miliar.Apalagi, tidak dipungkiri kontribusi PT Vale terhadap struktur APBD Luwu timur Rp200 miliar atau sekitar 15% dari total APBD Lutim sebesar Rp1,5 triliun.
“Jangan sampai ditutup, dan tidak mungkin itu terjadi. Inikan perjanjian Negara dengan investor. Perjanjian dengan Kementerian ESDM, kalau terjadi pandemic covid-19 diinternalnya sebaiknya karyawannya yang diisolasi bukan operasional perusahaan yang dihentikan,” ungkapnya, saat dihubungi, kemarin.
Dia menyebutkan, sumbangsih PAD yang disetor PT Vale ke pemerintah seperti dana bagi hasil ke daerah atas pemanfaatan air permukaan atau waterlavy di tahun lalu berhasil masuk ke kas daerah Lutim di atas Rp50 miliar dan tahun ini diharapkan bisa diperoleh lebih dari Rp45 miliar.
“Jumlah tersebut semua menyesuaikan dengan hasil produksi dan kondisi harga nikel yang berlaku.Begitupun pada penerimaan royalti masuk dalam item penerimaan negara bukan pajak, PT Vale menyumbang hingga Rp50 miliar lebih,” ujarnya.
Itu, kata dia, belum termasuk dalam PAD murni, seperti penerimaan pajak negara mineral bukan logam (TGC) mencapai angka Rp60 miliar di tahun lalu dan tentu diharapkan terus meningkat. Pun,pada sewa lahan atau landrent diperoleh pemasukan hingga Rp2 miliar. Termasuk pada pajak penerangan jalan yang diperoleh rata-rata per tahun dikisaran Rp20 miliar.
Dari sisi kelistrikan, PT Vale juga memberikan sumbangsih listrik bagi masyarakat di Sulsel sebesar 10.7 Megawatt, sehingga akan terjadi multiplier efek jika perusahaan ini benar-benar setop beroperasi.
Pengamat Pertambangan, Budi Santoso mengungkapkan, penutupan operasional atau shutdown bisa saja dilakukan PT Vale. Hanya saja, tidak boleh keseluruhan, tapi shutdown parsial saja.
“PT Vale bisa melakukan shutdown, tapi parsial saja pada kegiatan yang dipastikan melibatkan banyak orang. Dan, prosesnya tidak menganggu produksi smelter karena harus kontinyu tidak boleh berhenti 1x24 jam. Smelter kalau berhenti, lelehannya membeku dan dipanaskan butuh berminggu-minggu,” paparnya.
Direktur Centre for Indonesian Resources Strategic Studies (Cirrus) Budi Santoso, kondisi ini tentu akan berdampak biaya tinggi operasional perusahaan, dan hal terparah tentu akan ada karyawan yang dirumahkan. Meski, keputusannya shutdown parsial maupun shutdown keseluruhan.
“Terminal, tambang, penanggkutan, pelabuhan itu bisa di shutdown, tapi produksi smelternya yang tidak boleh. Meski resikonya aka nada karyawan yang dirumahkan,”paparnya.
Baca Juga : Pandemi Tak Halangi PLN Alirkan Listrik ke 4 Dusun di Sulsel
Angka ini mengalami penurunan sebesar 19,03% bila dibandingkan nilai ekspor bulan Februari 2020 yang mencapai US$ 98,46 Juta. Selaras dengan hal itu, capaian Maret 2020 tercatat mengalami penurunan sebesar 10,25% dari kondisi bulan yang sama tahun sebelumnya yang mencapai US$ 88,83 Juta.
Ada lima komoditas utama yang diekspor pada Maret 2020, nikel menjadi salah satu penyumbang ekspor terbesar di Sulsel. Pada triwulan I atau periode Januari hingga Maret 2020 tumbuh melambat, yakni hanya sebesar 3,07% saja.
Angka tersebut turun signifikan jika dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi Sulsel di triwulan I 2019 lalu yang berada diatas 6%. Meski melambat, pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan I 2020 masih berada diatas rata-rata nasional yang hanya mencapai 2,97% saja.
Meskipun beberapa sektor penopang utama PDRB mengalami perlambatan, masih terdapat sektor lain yang justru mengalami pertumbuhan positif. Diantaranya sektor pertambangan dan penggalian tumbuh 12,57%. Pertambangan tumbuh signifikan karena produksi nikel naik signifikan sebesar 38%, jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Tak dipungkiri memang, sektor tambang memberikan kontribusi besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi Sulsel. Apalagi, dalam catatan ekspor nikel yang memberikan peran penting dalam penyumbang ekonomi Sulsel.
Adalah PT Vale Indonesia Tbk dengan base operasi di Sorowako, Kabupaten Luwu Timur, Sulsel menjadi salah satu penggerak ekonomi tersebut. Kehadirannya mampu memberikan sumbangsih pendapatan tak hanya bagi pemerintah daerah di Luwu Timur, tapi juga di Sulsel pada umumnya.
Komitmen perseroan ini dalam tetap menjaga produksinya di tengah pandemic Covid-19 patut diapresiasi. PT Vale mencatatkan hingga akhir Kuartal I-2020, kinerja operasional PT Vale Indonesia Tbk (PT Vale) masih sangat baik. Hal tersebut tercermin pada pencapaian target produksi kuartal I-2020 sebanyak 17.614 ton Nikel dalam Matte.
Menurut Deputy CEO PT Vale Febriany Eddy, di tengah masalah pandemi Covid-19, hasil produksi kuartal I PT Vale lebih tinggi 35% dibanding volume produksi Kuartal I-2019.
Perusahaan yang didukung para kontraktor masih dapat menjalankan operasional dengan aman sesuai target, sehingga mampu menghasilkan volume produksi yang baik, .
“Sejauh ini dampak pandemic Covid19 masih dapat dikendalikan sehingga Perusahaan dapat terus beroperasi dengan tetap memperhatikan aspek kesehatan dan keselamatan kerja,” ujarnya, beberapa waktu lalu.
Meski demikian, PT Vale tetap memperhatikan kondisi aktual di tengah pandemi Covid-19 yang masih berlangsung yang belum dapat diprediksi kapan berakhirnya. Salah satunya adalah dengan menyiapkan perencanaan keberlangsungan bisnis untuk mengantisipasi dampak yang lebih serius terhadap operasional bila pandemi terjadi berkepanjangan.
Perencanaan dibuat dengan mempertimbangkan juga tingkat penyebaran Covid-19, ketersediaan tenaga kerja dan faktor-faktor non-teknis lainnya. “Perusahaan tentu akan selalu mengutamakan kesehatan dan keselamatan pekerja dalam pengambilan keputusan yang berhubungan dengan operasional," tambah Febriany Eddy.
Optimisme perusahaan agar tetap beroperasional ditengah pandemi, terhadang penyebaran Covid-19 yang kini tidak saja menyerang ditengah masyarakat.
Tapi juga di internal perusahaan, dimana berdasarkan data Dinas Kesehatan tercatat sebanyak sembilan orang terpapar Covid-19 yang kemudian disebut klaster Vale. Efeknya, PT Vale Indonesia melakukan rapid tes massal terhadap 11.000 karyawan dan kontraktor demi menekan epicentrum penyebaran penyakit tersebut.
Jika hasilnya jumlah terpapar semakin tinggi, bisa jadi skema awal yang disiapkan manajemen PT Vale akan diterapkan. Meski sebelumnya, PT Vale telah berupaya menjaga agar lini produksi terutama operasi tambang dan smelter tetap berjalan dengan tetap mengutamakan aspek kesehatan dan keselamatan pekerja serta lingkungan.
Febriany Eddy secara tegas menyebutkan, apabila dampak pandemic ini telah membahayakan kesehatan dan keselamatan pekerja, maka PT Vale telah menyiapkan skenario pengurangan produksi bahkan penghentian operasi (shutdown). Keputusan shutdown ini bisa saja terjadi, apalagi bagian korporasi Vale SA lainnya sudah mengambil keputusan tersebut.
Dalam penelusuran SINDO, Vale SA telah memutuskan untuk menghentikan produksi dan menerapkan mode perawatan dan pemeliharaan selama empat minggu pada bagian operasi lain di Voisey’s Bay Canada. Keputusan ini diambil sebagai bentuk antisipasi mewabahnya penyakit Covid-19 di wilayah tersebut.
“Kami menyadari bahwa keputusan pengurangan produksi atau shutdown ini nantinya bukanlah suatu keputusan yang mudah karena operasi PT Vale di Sorowako masih sangat berpengaruh terhadap aspek sosial ekonomi setempat,”tegasnya.
Jika keputusan menghentikan sementara seluruh operasional jadi diberlakukan, maka sekitar 3.000 karyawan, 7.000 kontraktor dan sebanyak 138 supplier lokal memiliki potensi terdampak dengan keputusan tersebut.
Tak hanya itu, aktifitas ekonomi khususnya di Luwu Timur sangat terganggu. Apalagi, tercatat 87.68% karyawan PT Vale merupakan warga Sorowako dan daerah lain di Kabupaten Luwu Timur.
Untuk itu, dalam menangani penyebaran virus Corona ini diperlukan kerja sama dari semua pihak, Perusahaan, Pemerintah dan Masyarakat. Tanpa kerja sama semua elemen ini, hanya mengandalkan upaya sepihak tentunya tidak ada cukup.
“Kita berharap agar situasi tetap terkendali sehingga Perusahaan dapat terus beroperasi dengan aman. Selain dari upaya-upaya Perusahaan, sangat penting bagi pemerintah daerah dan masyarakat setempat untuk senantiasa menjalankan upaya-upaya pencegahan penyebaran virus bersama-sama dengan Perusahaan. Upaya sepihak saja tidak akan berhasil” tambah Febriany Eddy.
Terpisah, Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah (NPKD) Luwu Timur, Ramadhan Pirade mengatakan, jika kondisi pandemi terus menerus terjadi dan sudah masuk dalam internal operasional PT Vale, sebaiknya dilakukan penanganan secara parsial. Tidak melakukan penutupan operasional. Karena, tentu kondisi itu akan sangat merugikan sektor ekonomi khususnya pendapatan pemerintah didalamnya mencapai ratusan miliar.Apalagi, tidak dipungkiri kontribusi PT Vale terhadap struktur APBD Luwu timur Rp200 miliar atau sekitar 15% dari total APBD Lutim sebesar Rp1,5 triliun.
“Jangan sampai ditutup, dan tidak mungkin itu terjadi. Inikan perjanjian Negara dengan investor. Perjanjian dengan Kementerian ESDM, kalau terjadi pandemic covid-19 diinternalnya sebaiknya karyawannya yang diisolasi bukan operasional perusahaan yang dihentikan,” ungkapnya, saat dihubungi, kemarin.
Dia menyebutkan, sumbangsih PAD yang disetor PT Vale ke pemerintah seperti dana bagi hasil ke daerah atas pemanfaatan air permukaan atau waterlavy di tahun lalu berhasil masuk ke kas daerah Lutim di atas Rp50 miliar dan tahun ini diharapkan bisa diperoleh lebih dari Rp45 miliar.
“Jumlah tersebut semua menyesuaikan dengan hasil produksi dan kondisi harga nikel yang berlaku.Begitupun pada penerimaan royalti masuk dalam item penerimaan negara bukan pajak, PT Vale menyumbang hingga Rp50 miliar lebih,” ujarnya.
Itu, kata dia, belum termasuk dalam PAD murni, seperti penerimaan pajak negara mineral bukan logam (TGC) mencapai angka Rp60 miliar di tahun lalu dan tentu diharapkan terus meningkat. Pun,pada sewa lahan atau landrent diperoleh pemasukan hingga Rp2 miliar. Termasuk pada pajak penerangan jalan yang diperoleh rata-rata per tahun dikisaran Rp20 miliar.
Dari sisi kelistrikan, PT Vale juga memberikan sumbangsih listrik bagi masyarakat di Sulsel sebesar 10.7 Megawatt, sehingga akan terjadi multiplier efek jika perusahaan ini benar-benar setop beroperasi.
Pengamat Pertambangan, Budi Santoso mengungkapkan, penutupan operasional atau shutdown bisa saja dilakukan PT Vale. Hanya saja, tidak boleh keseluruhan, tapi shutdown parsial saja.
“PT Vale bisa melakukan shutdown, tapi parsial saja pada kegiatan yang dipastikan melibatkan banyak orang. Dan, prosesnya tidak menganggu produksi smelter karena harus kontinyu tidak boleh berhenti 1x24 jam. Smelter kalau berhenti, lelehannya membeku dan dipanaskan butuh berminggu-minggu,” paparnya.
Direktur Centre for Indonesian Resources Strategic Studies (Cirrus) Budi Santoso, kondisi ini tentu akan berdampak biaya tinggi operasional perusahaan, dan hal terparah tentu akan ada karyawan yang dirumahkan. Meski, keputusannya shutdown parsial maupun shutdown keseluruhan.
“Terminal, tambang, penanggkutan, pelabuhan itu bisa di shutdown, tapi produksi smelternya yang tidak boleh. Meski resikonya aka nada karyawan yang dirumahkan,”paparnya.
Baca Juga : Pandemi Tak Halangi PLN Alirkan Listrik ke 4 Dusun di Sulsel
(sri)