Menaklukkan Lidah Para Bangsawan dengan Manisnya Keripik Pisang
loading...
A
A
A
Tak hanya pelatihan, Pertamina, kata dia, juga memberikan fasilitas pameran di dalam dan luar negeri sehingga memberikan kesempatan agar produknya lebih dikenal di mancanegara. Bahkan, dalam sebuah pameran yang difasilitasi Pertamina, Titi berhasil meraih kontak ekspor selama dua tahun ke Singapura. Untuk pasar domestik, Titi mendapatkan fasilitas penjualan secara langsung di Halal Park Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta dan Halal Park di Hall Lapangan Basket, Senayan, Jakarta. Pertamina juga membantu perluasan pasar untuk memasuki pasar ritel melalui Bright Cafe. Omzet penjualan secara online juga melonjak 40% karena bantuan promosi yang dilakukan Pertamina melalui katalog, website hingga media sosial.
Menjadi UMKM mitra binaan menghadirkan banyak berkah bagi Titi. Dia mencontohkan, saat ini sudah mengantongi sertifikat Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) untuk dua merek yakni Hj. Neneng untuk produk aneka keripik dan J-Pas untuk produk aneka roti dan jajanan pasar. "Yang mendaftarkan Pertamina, sertifikatnya sudah diterbitkan pada Mei 2020 lalu," katanya. Di masa pandemi saat ini, Titi memaksimalkan produksi roti dan jajanan pasar dengan label J-Pas. Hal ini dilakukan agar para mantan pekerja migran masih mampu menghasilkan pemasukan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. "Jadi mereka tetap bisa bekerja dan menghasilkan uang," tuturnya.
Titi menaruh harapan besar kepada Pertamina untuk menjangkau lebih luas lagi para pelaku UMKM di pedalaman, di seluruh pelosok Indonesia, yang sangat membutuhkan pendampingan. Sehingga akan lebih banyak lagi UMKM yang bisa naik kelas dan go global. Dia menilai, Pertamina sebagai salah satu BUMN besar juga bisa mendorong BUMN lain untuk berkolaborasi dalam mendukung pertumbuhan UMKM di Indonesia. Misalnya, Pertamina membantu permodalan, BUMN lain yang membantu pemasaran produk.
Senada dengan Titi yang menaruh perhatian besar terhadap kualitas produk, seorang pelaku UMKM konveksi, Asih Wijayanti, juga merasakan pentingnya menghadirkan produk yang berkualitas agar diterima pasar. Asih, yang sudah 12 tahun menjalankan bisnis konfeksi itu menghadapi gelombang pasang surut saat menjalankan usahanya. Usai mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sebagai karyawan di salah satu BUMN 15 tahun silam, berbekal hobi merajut, Asih memberanikan diri terjun ke usaha konfeksi.
Usaha yang dilakoninya itu tak langsung berjalan mulus, Asih menghadapi banyak tantangan. Salah satunya yakni varian produk yang diproduksi. "Misalnya tas, orang jika sudah punya terkadang tidak mau beli lagi. Nah, bagaimana caranya agar mau membeli lagi,itu tantangannya," ujarnya kepada SINDOnews. Wanita yang memiliki workshop di Mertasinga, Kecamatan Cilacap Utara, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah ini akhirnya menemukan cara agar para pelanggan kembali membeli produknya, yakni melakukan inovasi. Beragam produk mulai dia produksi. Selain tas rajutan, juga tempat penyimpanan sepatu, dan perlengkapan sholat. Namun, Asih gagal mempertahankan produknya.
Asih tak putus asa, dia terus melakukan penyempurnaan. Kali ini dengan meningkatkan kualitas. Produk yang dihasilkan pun semakin beragam dan diterima oleh pasar. "Awalnya ada pesanan tas dari Pertamina, lalu ada masukkan agar kualitas ditingkatkan misalnya kerapihan jahitan dan lainnya," paparnya. Mendapatkan angin segar, Asih pun gencar mengikuti serangkain pelatihan. Pelatihan yang diikuti mencakup peningkatan kualitas produk agar bisa menjangkau segmen pasar yang lebih luas, juga cara memasarkan produk secara digital, termasuk pelatihan agar produk yang dihasilkan bisa go global. "Pertamina juga membantu pemasarannya," ungkapnya. Hal itu berlangsung sejak Asih menjadi UMKM mitra binaan PT Pertamina Refinery Unit (RU) IV Cilacap.
Dengan mempertahankan kualitas, Asih berhasil meningkatkan volume produksi dan omset penjualan. Tak hanya itu, produk Asih, juga dilirik oleh pembeli dari luar negeri. Bahkan, Asih sempat tak mampu memenuhi kebutuhan pembeli asal Jepang dan Hongkong yang memesan satu juta tas berbahan kulit dalam waktu tiga bulan karena keterbatasan tenaga kerja. "Alhamdulillah sekarang sudah mampu memenuhi permintaan dalam jumlah besar," ungkapnya.
Asih pun berhasil membuka kesempatan kerja bagi masyarakat lainnya sehingga meningkatkan taraf hidup mereka yang terlibat. Termasuk para pekerja industri garmen asal Jabodetabek yang harus pulang kampung karena efek pandemi Covid-19. "Mereka saya libatkan untuk kegiatan produksi agar tidak menganggur," cetusnya. Produk kerajinan tangan Asih dengan brand AW kini semakin dikenal luas. Selain pinjaman lunak, Pertamina juga membantu pemasaran produk-produk AW, termasuk menjadikan produk pernak-perniknya menjadi rujukan dan salah satu kerajinan yang direkomendasikan.
Usahanya yang sempat anjlok di awal pandemi Covid-19 membut Asih hampir putus asa. Namun, secuil harapan muncul saat ada pesanan merancang baju hazmat bagi kebutuhan paramedis datang. Berbekal pengalaman dan komitmen menjaga kualitas produknya, Asih berhasil memenuhi pesanan baju hazmat dari Baznas sebesar 15 ribu unit, Pertamina, Dompet Dhuafa dan RS Darurat Wisma Atlet Jakarta masing-masing 5.000 baju hazmat. Asih bersyukur, melalui pembinaan dari Pertamina usahanya semakin berkibar dan dirinya terus meningkatkan kualitas produknya, serta memperluas pemasaran dengan mengikuti pelatihan digital marketing.
Mendorong UMKM Naik Kelas
Menjadi UMKM mitra binaan menghadirkan banyak berkah bagi Titi. Dia mencontohkan, saat ini sudah mengantongi sertifikat Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) untuk dua merek yakni Hj. Neneng untuk produk aneka keripik dan J-Pas untuk produk aneka roti dan jajanan pasar. "Yang mendaftarkan Pertamina, sertifikatnya sudah diterbitkan pada Mei 2020 lalu," katanya. Di masa pandemi saat ini, Titi memaksimalkan produksi roti dan jajanan pasar dengan label J-Pas. Hal ini dilakukan agar para mantan pekerja migran masih mampu menghasilkan pemasukan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. "Jadi mereka tetap bisa bekerja dan menghasilkan uang," tuturnya.
Titi menaruh harapan besar kepada Pertamina untuk menjangkau lebih luas lagi para pelaku UMKM di pedalaman, di seluruh pelosok Indonesia, yang sangat membutuhkan pendampingan. Sehingga akan lebih banyak lagi UMKM yang bisa naik kelas dan go global. Dia menilai, Pertamina sebagai salah satu BUMN besar juga bisa mendorong BUMN lain untuk berkolaborasi dalam mendukung pertumbuhan UMKM di Indonesia. Misalnya, Pertamina membantu permodalan, BUMN lain yang membantu pemasaran produk.
Senada dengan Titi yang menaruh perhatian besar terhadap kualitas produk, seorang pelaku UMKM konveksi, Asih Wijayanti, juga merasakan pentingnya menghadirkan produk yang berkualitas agar diterima pasar. Asih, yang sudah 12 tahun menjalankan bisnis konfeksi itu menghadapi gelombang pasang surut saat menjalankan usahanya. Usai mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sebagai karyawan di salah satu BUMN 15 tahun silam, berbekal hobi merajut, Asih memberanikan diri terjun ke usaha konfeksi.
Usaha yang dilakoninya itu tak langsung berjalan mulus, Asih menghadapi banyak tantangan. Salah satunya yakni varian produk yang diproduksi. "Misalnya tas, orang jika sudah punya terkadang tidak mau beli lagi. Nah, bagaimana caranya agar mau membeli lagi,itu tantangannya," ujarnya kepada SINDOnews. Wanita yang memiliki workshop di Mertasinga, Kecamatan Cilacap Utara, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah ini akhirnya menemukan cara agar para pelanggan kembali membeli produknya, yakni melakukan inovasi. Beragam produk mulai dia produksi. Selain tas rajutan, juga tempat penyimpanan sepatu, dan perlengkapan sholat. Namun, Asih gagal mempertahankan produknya.
Asih tak putus asa, dia terus melakukan penyempurnaan. Kali ini dengan meningkatkan kualitas. Produk yang dihasilkan pun semakin beragam dan diterima oleh pasar. "Awalnya ada pesanan tas dari Pertamina, lalu ada masukkan agar kualitas ditingkatkan misalnya kerapihan jahitan dan lainnya," paparnya. Mendapatkan angin segar, Asih pun gencar mengikuti serangkain pelatihan. Pelatihan yang diikuti mencakup peningkatan kualitas produk agar bisa menjangkau segmen pasar yang lebih luas, juga cara memasarkan produk secara digital, termasuk pelatihan agar produk yang dihasilkan bisa go global. "Pertamina juga membantu pemasarannya," ungkapnya. Hal itu berlangsung sejak Asih menjadi UMKM mitra binaan PT Pertamina Refinery Unit (RU) IV Cilacap.
Dengan mempertahankan kualitas, Asih berhasil meningkatkan volume produksi dan omset penjualan. Tak hanya itu, produk Asih, juga dilirik oleh pembeli dari luar negeri. Bahkan, Asih sempat tak mampu memenuhi kebutuhan pembeli asal Jepang dan Hongkong yang memesan satu juta tas berbahan kulit dalam waktu tiga bulan karena keterbatasan tenaga kerja. "Alhamdulillah sekarang sudah mampu memenuhi permintaan dalam jumlah besar," ungkapnya.
Asih pun berhasil membuka kesempatan kerja bagi masyarakat lainnya sehingga meningkatkan taraf hidup mereka yang terlibat. Termasuk para pekerja industri garmen asal Jabodetabek yang harus pulang kampung karena efek pandemi Covid-19. "Mereka saya libatkan untuk kegiatan produksi agar tidak menganggur," cetusnya. Produk kerajinan tangan Asih dengan brand AW kini semakin dikenal luas. Selain pinjaman lunak, Pertamina juga membantu pemasaran produk-produk AW, termasuk menjadikan produk pernak-perniknya menjadi rujukan dan salah satu kerajinan yang direkomendasikan.
Usahanya yang sempat anjlok di awal pandemi Covid-19 membut Asih hampir putus asa. Namun, secuil harapan muncul saat ada pesanan merancang baju hazmat bagi kebutuhan paramedis datang. Berbekal pengalaman dan komitmen menjaga kualitas produknya, Asih berhasil memenuhi pesanan baju hazmat dari Baznas sebesar 15 ribu unit, Pertamina, Dompet Dhuafa dan RS Darurat Wisma Atlet Jakarta masing-masing 5.000 baju hazmat. Asih bersyukur, melalui pembinaan dari Pertamina usahanya semakin berkibar dan dirinya terus meningkatkan kualitas produknya, serta memperluas pemasaran dengan mengikuti pelatihan digital marketing.
Mendorong UMKM Naik Kelas