Menaklukkan Lidah Para Bangsawan dengan Manisnya Keripik Pisang
loading...
A
A
A
(Baca Juga: Ingin Jadi Wirausaha Sosial yang Sukses? Ini Kuncinya)
Titi tak mau menjadi sukses seorang diri. Karenanya, dia terus mendorong komunitas mantan pekerja migran untuk terus berkreasi menghasilkan produk-produk berkualitas. Tak hanya memproduksi keripik, juga produk-produk lainnya yang bisa di ekspor. Apalagi, sebenarnya banyak produk asal Indonesia yang diminati di pasar luar negeri. "Kuncinya ada pada kualitas dan pemenuhan standar yang ditetapkan oleh negara tujuan," ungkapnya. Sejatinya, kata dia, pelaku UMKM Indonesia mampu menembus pasar ekpor, hanya saja sebagian besar tidak memiliki rasa percaya diri. Sedangkan sebagian lainnya enggan untuk mengikuti standar kualitas yang ditetapkan oleh negara tujuan.
Kebanyakan, kata dia, para pelaku UMKM menganggap menembus pasar ekspor sulit. Padahal, jika mengikuti standar dan persyaratan administratif misalnya uji laboratorium, sertifikasi kemananan dan kesehatan produk, juga sertifikasi halal yang diwajibkan oleh negara-negara di Timur Tengah, produk yang berkualitas akan mudah diterima.
Dia menceritakan pengalamannya saat berhasil menaklukkan Eropa. Awalnya, produk keripik yang bernaung dibawah label N&N International itu dikirimkan melalui kontainer yang disewa bersama-sama dengan eksportir lain. Namun, karena dirinya berhasil memenuhi standar mutu negara tujuan, termasuk soal rasa dan kualitas produk, permintaan dari pembeli pun melonjak tajam.
"Sekarang bisa 100 ton per hari per item. Itu bukan keripik produksi saya sendiri, tetapi dengan UMKM lain yang memenuhi standar yang sama, kualitas yang sama, dan ikut pelatihan yang sama," urainya. Apa yang dikatakan Titi memang tidak berlebihan. Saat dicoba, keripik tempe dan rengginang yang diproduksinya terasa renyah dan gurih.
Terkadang, lanjut dia, UMKM dari dalam negeri ingin produknya laku di luar negeri, tetapi saat diminta meningkatkan kualitas produk tidak memiliki semangat dan kemauan yang kuat. "Contohnya ada UMKM yang memproduksi minuman herbal dari jahe dan sangat diminati di pasar luar negeri, namun tatkala dilakukan pengujian laboratorium, kadar aluminiumnya tinggi. Saat diminta untuk memperbaiki kualitasnya dengan menggunakan panci yang lebih baik, dia tidak bersedia. Akhirnya produknya tidak bisa di ekspor," ujar Titi. Dia berpendapat, sedikitnya jumlah UMKM yang go global dikarenakan belum ada kemauan untuk memperbaiki kualitas produk sesuai standar.
Selain itu, kalangan UMKM masih banyak yang sudah merasa puas dengan produk yang dihasilkan. Karena itu, Titi terus mendorong para UMKM lainnya untuk bersemangat naik kelas. "Untuk pembiayaan, dan skill pemasaran ada pemerintah dan BUMN yang sudah memberikan bantuan, seharusnya teman-teman UMKM bisa lebih kreatif," tuturnya.
Titi mengaku beruntung sejak menjadi UMKM mitra binaan PT Pertamina (Persero) dirinya semakin bersemangat dan percaya diri untuk terus memperluas pasar ke mancanegara. "Semua berawal dari keinginan seperti UMKM lain menjadi mitra binaan. Banyak sekali keuntungan yang saya dapatkan sebagai mitra binaan Pertamina. Selain mendapatkan fasilitas untuk pemasaran produk melalui pameran, juga pelatihan bagaimana UMKM naik kelas, go digital, hingga go global. Termasuk meningkatkan kualitas produk," ungkapnya.
Selain mendapatkan pelatihan pemasaran, Titi juga mendapatkan bantuan modal. Hal itulah yang membuat dia sangat bersyukur, karena untuk mendapatkan pinjaman dari bank, status Titi tidak bankable. Bersama UMKM binaan lainnya, Titi sering mengikuti kegiatan coaching yang diadakan Pertamina, termasuk melalui pertemuan tatap muka secara daring di saat pandemi seperti sekarang ini.
Pertamina menyediakan aplikasi e-learning dengan panduan kurikulum yang memungkinkan para pelaku UMKM dapat mengikuti pelatihan secara digital sambil tetap menjalankan aktivitasnya. Dengan memiliki jaringan yang luas untuk pemasaran produk, Pertamina dinilai mampu memberdayakan UMKM-UMKM yang belum memiliki akses pemasaran.
Titi tak mau menjadi sukses seorang diri. Karenanya, dia terus mendorong komunitas mantan pekerja migran untuk terus berkreasi menghasilkan produk-produk berkualitas. Tak hanya memproduksi keripik, juga produk-produk lainnya yang bisa di ekspor. Apalagi, sebenarnya banyak produk asal Indonesia yang diminati di pasar luar negeri. "Kuncinya ada pada kualitas dan pemenuhan standar yang ditetapkan oleh negara tujuan," ungkapnya. Sejatinya, kata dia, pelaku UMKM Indonesia mampu menembus pasar ekpor, hanya saja sebagian besar tidak memiliki rasa percaya diri. Sedangkan sebagian lainnya enggan untuk mengikuti standar kualitas yang ditetapkan oleh negara tujuan.
Kebanyakan, kata dia, para pelaku UMKM menganggap menembus pasar ekspor sulit. Padahal, jika mengikuti standar dan persyaratan administratif misalnya uji laboratorium, sertifikasi kemananan dan kesehatan produk, juga sertifikasi halal yang diwajibkan oleh negara-negara di Timur Tengah, produk yang berkualitas akan mudah diterima.
Dia menceritakan pengalamannya saat berhasil menaklukkan Eropa. Awalnya, produk keripik yang bernaung dibawah label N&N International itu dikirimkan melalui kontainer yang disewa bersama-sama dengan eksportir lain. Namun, karena dirinya berhasil memenuhi standar mutu negara tujuan, termasuk soal rasa dan kualitas produk, permintaan dari pembeli pun melonjak tajam.
"Sekarang bisa 100 ton per hari per item. Itu bukan keripik produksi saya sendiri, tetapi dengan UMKM lain yang memenuhi standar yang sama, kualitas yang sama, dan ikut pelatihan yang sama," urainya. Apa yang dikatakan Titi memang tidak berlebihan. Saat dicoba, keripik tempe dan rengginang yang diproduksinya terasa renyah dan gurih.
Terkadang, lanjut dia, UMKM dari dalam negeri ingin produknya laku di luar negeri, tetapi saat diminta meningkatkan kualitas produk tidak memiliki semangat dan kemauan yang kuat. "Contohnya ada UMKM yang memproduksi minuman herbal dari jahe dan sangat diminati di pasar luar negeri, namun tatkala dilakukan pengujian laboratorium, kadar aluminiumnya tinggi. Saat diminta untuk memperbaiki kualitasnya dengan menggunakan panci yang lebih baik, dia tidak bersedia. Akhirnya produknya tidak bisa di ekspor," ujar Titi. Dia berpendapat, sedikitnya jumlah UMKM yang go global dikarenakan belum ada kemauan untuk memperbaiki kualitas produk sesuai standar.
Selain itu, kalangan UMKM masih banyak yang sudah merasa puas dengan produk yang dihasilkan. Karena itu, Titi terus mendorong para UMKM lainnya untuk bersemangat naik kelas. "Untuk pembiayaan, dan skill pemasaran ada pemerintah dan BUMN yang sudah memberikan bantuan, seharusnya teman-teman UMKM bisa lebih kreatif," tuturnya.
Titi mengaku beruntung sejak menjadi UMKM mitra binaan PT Pertamina (Persero) dirinya semakin bersemangat dan percaya diri untuk terus memperluas pasar ke mancanegara. "Semua berawal dari keinginan seperti UMKM lain menjadi mitra binaan. Banyak sekali keuntungan yang saya dapatkan sebagai mitra binaan Pertamina. Selain mendapatkan fasilitas untuk pemasaran produk melalui pameran, juga pelatihan bagaimana UMKM naik kelas, go digital, hingga go global. Termasuk meningkatkan kualitas produk," ungkapnya.
Selain mendapatkan pelatihan pemasaran, Titi juga mendapatkan bantuan modal. Hal itulah yang membuat dia sangat bersyukur, karena untuk mendapatkan pinjaman dari bank, status Titi tidak bankable. Bersama UMKM binaan lainnya, Titi sering mengikuti kegiatan coaching yang diadakan Pertamina, termasuk melalui pertemuan tatap muka secara daring di saat pandemi seperti sekarang ini.
Pertamina menyediakan aplikasi e-learning dengan panduan kurikulum yang memungkinkan para pelaku UMKM dapat mengikuti pelatihan secara digital sambil tetap menjalankan aktivitasnya. Dengan memiliki jaringan yang luas untuk pemasaran produk, Pertamina dinilai mampu memberdayakan UMKM-UMKM yang belum memiliki akses pemasaran.