Pengusaha Minta Ketahanan Energi Dibenahi Usai Perpanjangan GSP

Rabu, 04 November 2020 - 08:02 WIB
loading...
Pengusaha Minta Ketahanan Energi Dibenahi Usai Perpanjangan GSP
Foto/Ilustrasi
A A A
JAKARTA - Kalangan pengusaha dari Kamar Dagang dan Industri (Kadin) mencatat sejumlah pekerjaan rumah yang harus dikerjakan pemerintah usai Otoritas Amerika Serikat (AS) memperpanjang fasilitas Generalized Preference System (GSP) Indonesia. Salah satunya adalah perihal perbaikan ketahanan energi dalam negeri.

Ketua Koordinator Gas Industri Kadin Ahmad Wijaya mengatakan, ketahanan energi di Tanah Air masih menjadi masalah tersendiri. Dia menilai, perpanjangan GSP memberikan peluang besar bagi Indonesia untuk menggenjot arus perdagangan dua arah.

Di mana, GSP membantu produk-produk Indonesia untuk bisa diekspor dan bersaing di pasar AS. Namun di sisi lain, pengembangan energi baru terbarukan (EBT) boleh dibilang masih jalan ditempat.

"Pada saat kita ingin melompat itu harus ada kejelasan mengenai ketahanan energi kita, yang mana semua industri masih pakai solar. Kalau Amerika menjadikan satu prasyarat, apakah itu? go green harus pakai gas, nah gimana itu? Kan perlu dipertimbangkan dan diperhatikan lebih dalam oleh pemerintah," ujar Ahmad saat dihubungi, Jakarta, Selasa (3/11/2020).

( )

Pemberian GSP kata dia, merupakan satu lompatan besar yang harus dilakukan Indonesia. Namun, pemerintah pun harus mereview persoalan internal yang belum terselesaikan hingga saat ini.

"Kalau tidak kita akan punya kendala, GSP ketika diberikan kita mereview secara internal kita buat urusan GSP dengan AS. Bahwa Indonesia sendiri harus memperhatikan poin-poin yang perlu direvisi. Seperti solar itu," ujar dia.

Ahmad juga mencatat pembenahan sektor industri dari hulu sampai ke hilir harus diperbaiki pemerintah. "GSP itu justru harus ada pembenahan di dalam industri, dari hulu sampai ke hilir atau saling integrasi," tandasnya.

( )

Dia menyontohkan untuk industri baja di Indonesia belum integrasi sampai ke hilir, sehingga ekspor terhambat. Demikian halnya industri tekstil, untuk menghasilkan produk pakaian jadi misalnya, masih banyak komponen yang diimpor. "Jadi harus diperjelas apa yang sudah diberikan," pungkasnya.
(ind)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1009 seconds (0.1#10.140)