Mulai dari Kasus Malinda Dee hingga Winda Lunardi, Perbankan Tetap Diminati
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kasus pembobolan dana nasabah senilai Rp22 miliar di PT Bank Maybank Indonesia Tbk . yang saat ini tengah ditangani pihak kepolisian masih terus bergulir. Kasus ini muncul ke publik saat Winda Lunardi yang merupakan atlet esport mendatangi Bareskrim Polri pada Kamis, 5 November 2020 untuk menanyakan perkembangan penyidikan. Winda sebelumnya melaporkan kasus ini sejak 8 Mei 2020.
Direktur Riset CORE Indonesia Piter Abdullah menilai, kasus ini tidak akan mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap perbankan nasional. Apalagi saat ini perbankan nasional telah banyak berubah mengikuti perkembangan teknologi dan zaman, termasuk pada aspek keamanan dan regulasi. ( Baca juga:Diduga, Ada Praktik Bank Dalam Bank di Kasus Raibnya Uang Nasabah Maybank )
"Tidak akan mempengaruhi kepercayaan masyarakat terhadap bank karena masyarakat cukup paham bahwa ini kasus yang melibatkan oknum," katanya saat dihubungi di Jakarta, Sabtu (14/11/2020).
Mereka yang pernah berbisnis dan berhubungan dengan bank sangat paham bahwa bank lembaga keuangan sangat aman, diawasi ketat oleh OJK. "Kasus seperti ini mudah dihindari asalkan kita paham akan bisnis bank, paham SOP bank. Karena ini adalah kasus yang mana kesalahan dari nasabah sendiri juga, kelalalain dari nasabah, nasabah tidak melakukan pengecekan, meninggalkan kartu ATMnya ke pejabat bank," ujar Piter.
Menurutnya, kasus serupa pernah dialami Citibank pada 2011 lantaran pegawainya, Malinda Dee, membobol uang milik nasabah Citibank. Waktu itu Inong, panggilan tenar Malinda, membobol dana nasabah Citibank sebesar Rp40 miliar.
Nasabah Citibank begitu percaya dengan Inong sehingga ketika disodorkan form kosong untuk ditandatangani, si nasabah manut saja.Sepanjang tahun 2007-2011, Malinda melakukan transaksi ilegal sebanyak 117 kali. Lewat 64 transaksi, dana nasabah senilai Rp27,36 miliar dan US$ 2,08 juta masuk ke rekening Malinda.
Namun pembobolan yang dilakukan Inong itu tidak berdampak kepada kepercayaan masyarakat terhadap Citibank.
"Kita pernah alami kasus seperti ini, seperti kejadian Malinda Dee, jangankan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap bank secara keseluruhan, bahkan terhadap Citibank pun tidak terlalu banyak terpengaruh," tukasnya.
Menurut dia, kasus ini juga sudah masuk ranah pidana dan kepolisian yang menangani, sehingga regulator seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tidak perlu turun tangan, begitupun dengan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Piter menegaskan bahwa kasus ini bukan masuk ke dalam wewenang LPS karena tugas LPS adalah melikuidasi bank gagal yang sudah dinyatakan OJK. ( Baca juga:15 Hektare Padang Savana Bukit Dara Gunung Rinjani Terbakar, Penyebaran Api Terus Meluas )
Sekretaris Lembaga LPS, Muhamad Yusron menyatakan, kewenangan LPS sudah sesuai dengan Undang-Undang LPS yaitu menjamin simpanan nasabah apabila terdapat bank yang dicabut izin usahanya oleh OJK.
"Agar simpanan di bank dijamin LPS, nasabah perlu memenuhi syarat 3 T. Yakni tercatat pada pembukuan bank, tingkat bunga simpanan tidak melebihi bunga penjaminan LPS dan tidak melakukan tindakan yang merugikan bank misalnya memiliki kredit macet," tegas Yusron.
Direktur Riset CORE Indonesia Piter Abdullah menilai, kasus ini tidak akan mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap perbankan nasional. Apalagi saat ini perbankan nasional telah banyak berubah mengikuti perkembangan teknologi dan zaman, termasuk pada aspek keamanan dan regulasi. ( Baca juga:Diduga, Ada Praktik Bank Dalam Bank di Kasus Raibnya Uang Nasabah Maybank )
"Tidak akan mempengaruhi kepercayaan masyarakat terhadap bank karena masyarakat cukup paham bahwa ini kasus yang melibatkan oknum," katanya saat dihubungi di Jakarta, Sabtu (14/11/2020).
Mereka yang pernah berbisnis dan berhubungan dengan bank sangat paham bahwa bank lembaga keuangan sangat aman, diawasi ketat oleh OJK. "Kasus seperti ini mudah dihindari asalkan kita paham akan bisnis bank, paham SOP bank. Karena ini adalah kasus yang mana kesalahan dari nasabah sendiri juga, kelalalain dari nasabah, nasabah tidak melakukan pengecekan, meninggalkan kartu ATMnya ke pejabat bank," ujar Piter.
Menurutnya, kasus serupa pernah dialami Citibank pada 2011 lantaran pegawainya, Malinda Dee, membobol uang milik nasabah Citibank. Waktu itu Inong, panggilan tenar Malinda, membobol dana nasabah Citibank sebesar Rp40 miliar.
Nasabah Citibank begitu percaya dengan Inong sehingga ketika disodorkan form kosong untuk ditandatangani, si nasabah manut saja.Sepanjang tahun 2007-2011, Malinda melakukan transaksi ilegal sebanyak 117 kali. Lewat 64 transaksi, dana nasabah senilai Rp27,36 miliar dan US$ 2,08 juta masuk ke rekening Malinda.
Namun pembobolan yang dilakukan Inong itu tidak berdampak kepada kepercayaan masyarakat terhadap Citibank.
"Kita pernah alami kasus seperti ini, seperti kejadian Malinda Dee, jangankan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap bank secara keseluruhan, bahkan terhadap Citibank pun tidak terlalu banyak terpengaruh," tukasnya.
Menurut dia, kasus ini juga sudah masuk ranah pidana dan kepolisian yang menangani, sehingga regulator seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tidak perlu turun tangan, begitupun dengan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Piter menegaskan bahwa kasus ini bukan masuk ke dalam wewenang LPS karena tugas LPS adalah melikuidasi bank gagal yang sudah dinyatakan OJK. ( Baca juga:15 Hektare Padang Savana Bukit Dara Gunung Rinjani Terbakar, Penyebaran Api Terus Meluas )
Sekretaris Lembaga LPS, Muhamad Yusron menyatakan, kewenangan LPS sudah sesuai dengan Undang-Undang LPS yaitu menjamin simpanan nasabah apabila terdapat bank yang dicabut izin usahanya oleh OJK.
"Agar simpanan di bank dijamin LPS, nasabah perlu memenuhi syarat 3 T. Yakni tercatat pada pembukuan bank, tingkat bunga simpanan tidak melebihi bunga penjaminan LPS dan tidak melakukan tindakan yang merugikan bank misalnya memiliki kredit macet," tegas Yusron.
(uka)