Alasan Ngebir hingga Ngewine Bakal Dilarang, DPR: Merusak Akhlak & Moral Bangsa
loading...
A
A
A
JAKARTA - Sejumlah anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR menyarankan agar masyarakat kembali membaca draf Rancangan Undang-Undang Larangan Minuman Beralkohol (Minol) sebelum menyampaikan kritik dan keberatannya terhadap pembahasan RUU tersebut. Sebagian anggota Baleg menilai RUU ini tidak menghapus secara penuh baik produksi maupun konsumsi Minol.
Anggota Baleg Romo Muhammad Syafii mengatakan, dengan adanya RUU ini maka ada kejelasan bahwa jenis Minol yang bisa diproduksi, siapa yang bisa memproduksi, dan siapa yang bisa mengkonsumsi. Dengan kata lain, produksi, distribusi, dan konsumsi Minol tidak dilarang secara 100 persen. Namun, ada ketentuan khusus yang akan diatur terkait dengan aspek-aspek tersebut. Di mana, ada daerah destinasi dengan ketentuan tertentu yang diperbolehkan. Hal ini juga berlaku bagi restoran dan hotel dengan kualitas dan syarat tertentu.
"Saya kira ini sesuatu yang luar biasa untuk sesuatu yang mendatangkan kerugian bagi kesehatan tapi juga bereplikasi bagi kerusakan moral, akhlak bangsa itu kemudian terjadi kejelasan. Dengan kadar alkohol berapa yang bisa dikonsumsi dan siapa yang boleh membeli, ini cukup jelas dibuat UU ini," ujar Romo dalam rapat Panja ihwal harmonisasi RUU Minol, Jakarta, Selasa (17/11/2020).
Dari sisi ekonomi, menurutnya, keberadaan UU Minol akan memberi keuntungan bagi daerah-daerah, hotel, dan restoran tertentu. Khusus untuk daerah-daerah tertentu yang sudah dikenal memproduksi Minol secara mandiri akan menjadi tempat destinasi bagi orang-orang yang menyukai Minol. Dengan begitu, hal ini akan memberikan manfaat ekonomi bagi daerah setempat.
"Kemarin ada Gubernur yang sudah keberatan dari Provinsi dia, saya kira ini menjadi kejelasan, kalau penggemar Minol kepingin sesuatu yang khas dengan kadar yang dibenarkan UU maka mereka akan berbondong-bondong menuju ke Provinsi tersebut," ujarnya.
Dia juga menegaskan bahwa RUU tersebut juga tidak ada kaitannya dengan Islam. Pernyataan ini sekaligus merespon pernyataan sejumlah pihak yang mengaitkan calon beleid dengan sistem kenegaraan Indonesia. Karena itu, pembahasan RUU minol hanya untuk mencegah dampak buruk Minol bagi kesehatan dan moralitas anak bangsa.
"Saya mendengar ada yang mengatakan jangan berlebihan, ini bukan negara Islam, nasa iya kita tidak boleh mengatur sesuatu yang mendatangkan kerusakan bagi kesehatan, moralitas, kita gak boleh hanya karena secara tegas ajaran Islam melarang itu, kecuali kalau kita sebut mengharamkan minuman beralkohol, itu baru bisa protos, jangan kaitkan dengan Islam, jangan hanya karena Islam sejalan dengan hal itu," kata dia.
Sementara itu, anggota Badan Legislasi dari Fraksi PPP, Illiza Saaduddin Djamal menyebut, pihaknya akan mengakomodir keinginan masyarakat untuk mencoba merevisi judul RUU tersebut. "Dari bincang-bincang yang kami lakukan, Insya Allah kita akan mengakomodir untuk merevisi judul yang tadinya larangan Minuman Beralkohol menjadi RUU minuman beralkohol," ujarnya.
Anggota Baleg Romo Muhammad Syafii mengatakan, dengan adanya RUU ini maka ada kejelasan bahwa jenis Minol yang bisa diproduksi, siapa yang bisa memproduksi, dan siapa yang bisa mengkonsumsi. Dengan kata lain, produksi, distribusi, dan konsumsi Minol tidak dilarang secara 100 persen. Namun, ada ketentuan khusus yang akan diatur terkait dengan aspek-aspek tersebut. Di mana, ada daerah destinasi dengan ketentuan tertentu yang diperbolehkan. Hal ini juga berlaku bagi restoran dan hotel dengan kualitas dan syarat tertentu.
"Saya kira ini sesuatu yang luar biasa untuk sesuatu yang mendatangkan kerugian bagi kesehatan tapi juga bereplikasi bagi kerusakan moral, akhlak bangsa itu kemudian terjadi kejelasan. Dengan kadar alkohol berapa yang bisa dikonsumsi dan siapa yang boleh membeli, ini cukup jelas dibuat UU ini," ujar Romo dalam rapat Panja ihwal harmonisasi RUU Minol, Jakarta, Selasa (17/11/2020).
Dari sisi ekonomi, menurutnya, keberadaan UU Minol akan memberi keuntungan bagi daerah-daerah, hotel, dan restoran tertentu. Khusus untuk daerah-daerah tertentu yang sudah dikenal memproduksi Minol secara mandiri akan menjadi tempat destinasi bagi orang-orang yang menyukai Minol. Dengan begitu, hal ini akan memberikan manfaat ekonomi bagi daerah setempat.
"Kemarin ada Gubernur yang sudah keberatan dari Provinsi dia, saya kira ini menjadi kejelasan, kalau penggemar Minol kepingin sesuatu yang khas dengan kadar yang dibenarkan UU maka mereka akan berbondong-bondong menuju ke Provinsi tersebut," ujarnya.
Dia juga menegaskan bahwa RUU tersebut juga tidak ada kaitannya dengan Islam. Pernyataan ini sekaligus merespon pernyataan sejumlah pihak yang mengaitkan calon beleid dengan sistem kenegaraan Indonesia. Karena itu, pembahasan RUU minol hanya untuk mencegah dampak buruk Minol bagi kesehatan dan moralitas anak bangsa.
"Saya mendengar ada yang mengatakan jangan berlebihan, ini bukan negara Islam, nasa iya kita tidak boleh mengatur sesuatu yang mendatangkan kerusakan bagi kesehatan, moralitas, kita gak boleh hanya karena secara tegas ajaran Islam melarang itu, kecuali kalau kita sebut mengharamkan minuman beralkohol, itu baru bisa protos, jangan kaitkan dengan Islam, jangan hanya karena Islam sejalan dengan hal itu," kata dia.
Sementara itu, anggota Badan Legislasi dari Fraksi PPP, Illiza Saaduddin Djamal menyebut, pihaknya akan mengakomodir keinginan masyarakat untuk mencoba merevisi judul RUU tersebut. "Dari bincang-bincang yang kami lakukan, Insya Allah kita akan mengakomodir untuk merevisi judul yang tadinya larangan Minuman Beralkohol menjadi RUU minuman beralkohol," ujarnya.
(nng)