Perluas Akses Informasi Soal PLTS Atap, SolarHub Bantu Warga
loading...
A
A
A
"Hal ini berkaitan dengan sulitnya ketersediaan KWH exim, terutama di daerah. Ini akan membuat pengguna PLTS ke jaringan on grid sehingga lebih hemat. Selain itu peraturan tentang net metering 6,5 cukup menghambat seharusnya 1:1 saja. Sebaiknya rekening pembayaran minimum untuk pelanggan PLTS atap juga dihapuskan,” katanya.
Namun dia mengakui pula bahwa telah terjadi perubahan signifikan terkait kesadaran masyarakat dalam memasang PLTS atap. 1 Jumlah rumah tangga di Jawa Tengah 9.257.244 pada 2018, dengan asumsi 60%-nya adalah pelanggan 1.300 VA ke atas. "Saat ini pasar PLTS atap semakin terbuka lebar karena sudah tersedia secara online dan juga terjadi penurunan harga,” tandasnya lagi.
Potensi ini juga menunjukkan bahwa target energi surya di Indonesia dapat dicapai dengan mudah melalui pemanfaatan PLTS atap saja, tentunya dengan adanya kombinasi kebijakan dan regulasi yang mendukung, serta tersedianya informasi yang lengkap dan merata tentang PLTS atap, prosedur pemasangan, penyedia produk dan layanan pemasangan, hingga pilihan skema pembiayaan.
Survei pasar IESR juga menunjukkan bahwa mayoritas masyarakat menginginkan periode balik modal kurang dari 5 tahun, yang sulit dicapai bila tarif net-metering yang dipakai masih 1:0,65 seperti aturan Permen ESDM No. 49/2018.
Selain itu, kejelasan prosedur pemasangan di wilayah yang berbeda juga perlu diseragamkan sehingga pengguna PLTS atap tidak perlu menunggu hingga berbulan-bulan untuk mendapatkan kWh exim (export-import). Pemerintah perlu memperhatikan aspirasi masyarakat seperti ini sehingga ketertarikan mereka dapat didorong menjadi adopsi dan praktik.
Namun dia mengakui pula bahwa telah terjadi perubahan signifikan terkait kesadaran masyarakat dalam memasang PLTS atap. 1 Jumlah rumah tangga di Jawa Tengah 9.257.244 pada 2018, dengan asumsi 60%-nya adalah pelanggan 1.300 VA ke atas. "Saat ini pasar PLTS atap semakin terbuka lebar karena sudah tersedia secara online dan juga terjadi penurunan harga,” tandasnya lagi.
Potensi ini juga menunjukkan bahwa target energi surya di Indonesia dapat dicapai dengan mudah melalui pemanfaatan PLTS atap saja, tentunya dengan adanya kombinasi kebijakan dan regulasi yang mendukung, serta tersedianya informasi yang lengkap dan merata tentang PLTS atap, prosedur pemasangan, penyedia produk dan layanan pemasangan, hingga pilihan skema pembiayaan.
Survei pasar IESR juga menunjukkan bahwa mayoritas masyarakat menginginkan periode balik modal kurang dari 5 tahun, yang sulit dicapai bila tarif net-metering yang dipakai masih 1:0,65 seperti aturan Permen ESDM No. 49/2018.
Selain itu, kejelasan prosedur pemasangan di wilayah yang berbeda juga perlu diseragamkan sehingga pengguna PLTS atap tidak perlu menunggu hingga berbulan-bulan untuk mendapatkan kWh exim (export-import). Pemerintah perlu memperhatikan aspirasi masyarakat seperti ini sehingga ketertarikan mereka dapat didorong menjadi adopsi dan praktik.
(akr)