Walah, Penelitian Dua Kampus Negeri Berbeda Pandangan Soal Perokok Anak

Rabu, 23 Desember 2020 - 14:33 WIB
loading...
Walah, Penelitian Dua Kampus Negeri Berbeda Pandangan Soal Perokok Anak
Foto/Ilustrasi/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Peneliti dari Pusat Penelitian Kebijakan Ekonomi (PPKE) FEB Universitas Brawijaya Imanina Eka Dalilah mengatakan, kenaikan cukai dan harga rokok yang dilakukan pemerintah tidak akan efektif menurunkan jumlah perokok usia dini . Data risetnya menunjukkan bahwa perubahan harga rokok tidak berpengaruh terhadap perubahan konsumsi rokok usia dini.

Menurut riset Imanina, sebanyak 57% perokok usia dini tidak akan beralih produk rokok jika harga rokok dinaikkan. Sedangkan 43% lainnya memilih beralih ke produk lain jika harga rokok naik. ( Baca juga:Cegah Bertambahnya Perokok Anak, Kasir Supermarket Dilarang Jual ke Pelajar dan Anak )

"Jadi perubahan harga rokok tidak berpengaruh menekan konsumsi rokok usia dini. Justru ekosistem produk tembakau yang terancam," ujar Imanina dalam webinar Kenaikan Cukai Hasil Tembakau yang diadakan oleh lembaga Akurat Poll hari ini (23/12) di Jakarta.

Menurutnya, tren merokok anak-anak cenderung membeli rokok secara eceran karena hanya mengandalkan uang saku. Kebiasaan merokok anak-anak lainnya adalah merokok secara berbagi untuk satu batang rokok. Selain itu juga ada juga anak dari keluarga mampu yang membeli sebungkus rokok dan membagikannya.

"Di wilayah penghasil tembakau juga dikenal istilah tingwe atau linting dewe yang sedang menjadi tren," katanya.

Dia menjelaskan 47% perokok usia dini berada dalam keluarga berpendapatan Rp2 juta lebih per bulan. Per harinya, 28% perokok usia dini mengkonsumsi 1-2 batang, sementara sebesar 18% sejumlah 3-4 batang, dan hanya 27% mengkonsumsi 5-6 batang. Sebanyak 95% perokok usia dini membeli rokok Rp1.500 per batang, dan 4% yang membeli dengan harga Rp1.000 per batang.

Imanina menambahkan, penyebab utama perokok usia dini justru disebabkan beberapa faktor, seperti lingkungan dalam dan luar rumah, keingintahuan anak, pengendali stres, dan tingkat pendidikan orang tua yang rendah.

"Khususnya ayah. Serta adanya anggota keluarga yang merokok," terangnya.

Penelitian yang dilakukan Maret-April 2020 ini menggunakan metode kuantitatif untuk menganalisis perilaku perokok usia dini dan prevalensi stunting. Sedangkan metode kualitatif digunakan dalam analisi perilaku merokok pada ibu hamil. Penelitian dilakukan di Jawa Timur, Jawa Tengah, Jakarta, dan Banten.

Total responden perokok usia dini sebanyak 900 orang, terdiri dari 450 perokok dan 450 nonperokok dengan rentang usia 10-18 tahun. Teknis analisis data untuk perokok usia dini dan prevalensi stunting menggunakan fuzzy c-means dan regresi logistik.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.9058 seconds (0.1#10.140)