Gara-gara China, Harga Batu Bara Lompat ke USD75,84 Per Ton
loading...
A
A
A
JAKARTA - Harga Batubara Acuan (HBA) menunjukkan tren positif pada awal tahun 2021. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menetapkan HBA selama perdagangan bulan Januari naik USD16,19 per ton atau 27,14% ke angka USD75,84 per ton dibandingkan bulan Desember tahun 2020, yaitu USD59,65 per ton.
Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Agung Pribadi mengonfirmasi terkait faktor kuat kenaikan komoditas batu bara tersebut. "Setelah hampir setahun adanya keterbatasan aktivitas ekonomi, pasar mulai bergerak pulih terutama di China," kata Agung di Jakarta, Senin (4/1/2021).
(Baca Juga: Industri Batu Bara RI Bisa Jadi Pemain Global, Begini Caranya)
Agung melanjutkan, China berperan penting dalam memengaruhi harga batu bara lantaran negara itu merupakan pasar utama bagi Indonesia setelah India. "Apalagi saat ini terjadi ketegangan hubungan perdagangan antara China dengan Australia. Sentimen ini yang makin memperkuat," jelasnya.
Atas kenaikan ini, pergerakan HBA bergerak menuju level psikologis setelah sepanjang tahun 2020 akibat pandemi Covid-19 lebih banyak mengalami pelemahan ke level terendah. "Rata-rata HBA di tahun 2020 hanya sebesar USD58,17 per ton dan menjadi yang terendah sejak 2015," tandas Agung.
Secara spesifik, Agung merinci, harga batu bara dibuka pada angka USD65,93 per ton pada bulan Januari 2020. Sempat menguat sebesar 0,28% di angka USD67,08 per ton pada bulan Maret dibanding Februari yang sebesar USD66,89 per ton, namun melorot pada April (USD65,77), Mei (USD61,11), Juni (USD52,98), Juli (USD52,16) dan Agustus (USD50,34). "Puncaknya ada di bulan September dimana harganya hanya USD49,42 per ton," ungkap Agung.
Harga batu bara kembali pulih (rebound) dalam tiga bulan terakhir, yaitu Oktober (USD51), November (USD55,71) dan Desember (USD59,65). "Supply-demand tetap menjadi faktor perubahan (harga) utama di luar Covid-19 yang belum sepenuhnya terkendali," kata Agung.
(Baca Juga: Makin Panas, Media China Beri Sinyal Beijing Stop Impor Batu Bara Australia)
Sebagai informasi, faktor turunan penawaran dipengaruhi oleh musim (cuaca), teknis tambang, kebijakan negara pemasok, hingga teknis di rantai pasok seperti kereta, tongkang, maupun loading terminal.
Sementara untuk faktor turunan permintaan dipengaruhi oleh kebutuhan listrik yang turun berkorelasi dengan kondisi industri, kebijakan impor, dan kompetisi dengan komoditas energi lain, seperti LNG, nuklir, dan hidro.
HBA bulan Januari ini akan dipergunakan pada penentuan harga batu bara pada titik serah penjualan secara Free on Board di atas kapal pengangkut (FOB Vessel).
Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Agung Pribadi mengonfirmasi terkait faktor kuat kenaikan komoditas batu bara tersebut. "Setelah hampir setahun adanya keterbatasan aktivitas ekonomi, pasar mulai bergerak pulih terutama di China," kata Agung di Jakarta, Senin (4/1/2021).
(Baca Juga: Industri Batu Bara RI Bisa Jadi Pemain Global, Begini Caranya)
Agung melanjutkan, China berperan penting dalam memengaruhi harga batu bara lantaran negara itu merupakan pasar utama bagi Indonesia setelah India. "Apalagi saat ini terjadi ketegangan hubungan perdagangan antara China dengan Australia. Sentimen ini yang makin memperkuat," jelasnya.
Atas kenaikan ini, pergerakan HBA bergerak menuju level psikologis setelah sepanjang tahun 2020 akibat pandemi Covid-19 lebih banyak mengalami pelemahan ke level terendah. "Rata-rata HBA di tahun 2020 hanya sebesar USD58,17 per ton dan menjadi yang terendah sejak 2015," tandas Agung.
Secara spesifik, Agung merinci, harga batu bara dibuka pada angka USD65,93 per ton pada bulan Januari 2020. Sempat menguat sebesar 0,28% di angka USD67,08 per ton pada bulan Maret dibanding Februari yang sebesar USD66,89 per ton, namun melorot pada April (USD65,77), Mei (USD61,11), Juni (USD52,98), Juli (USD52,16) dan Agustus (USD50,34). "Puncaknya ada di bulan September dimana harganya hanya USD49,42 per ton," ungkap Agung.
Harga batu bara kembali pulih (rebound) dalam tiga bulan terakhir, yaitu Oktober (USD51), November (USD55,71) dan Desember (USD59,65). "Supply-demand tetap menjadi faktor perubahan (harga) utama di luar Covid-19 yang belum sepenuhnya terkendali," kata Agung.
(Baca Juga: Makin Panas, Media China Beri Sinyal Beijing Stop Impor Batu Bara Australia)
Sebagai informasi, faktor turunan penawaran dipengaruhi oleh musim (cuaca), teknis tambang, kebijakan negara pemasok, hingga teknis di rantai pasok seperti kereta, tongkang, maupun loading terminal.
Sementara untuk faktor turunan permintaan dipengaruhi oleh kebutuhan listrik yang turun berkorelasi dengan kondisi industri, kebijakan impor, dan kompetisi dengan komoditas energi lain, seperti LNG, nuklir, dan hidro.
HBA bulan Januari ini akan dipergunakan pada penentuan harga batu bara pada titik serah penjualan secara Free on Board di atas kapal pengangkut (FOB Vessel).
(fai)