Rahasia di Balik Sukses Perusahaan Berusia Ratusan Tahun

Sabtu, 06 Februari 2021 - 18:19 WIB
loading...
Rahasia di Balik Sukses...
Perusahaan keluarga di Jepang banyak menekankan keberlanjutan perusahaan dan menjadi warisan keluarga yang harus terus dijaga. (Foto: Sindonews/Astra Bonardo)
A A A
PERUSAHAAN yang bertahan hingga berabad-abad banyak sekali ditemukan di Jepang , negara yang dikenal memiliki usia harapan hidup warganya yang tinggi .

Salah satu perusahan tertua di dunia dan masuk Guinness Book of World Records tercatat adalah sebuah hotel bernama Nisiyama Onsen Keiunkan yang telah berdiri sejak 705. Selain itu, ada juga Sudo Honke, pembuat sake tertua di dunia, yaitu sejak 1141.

Selain itu juga ada Nintendo, perusahaan yang dikenal sebagai pengembang video game yang berdiri pada 1889. Dikutip dari situs Nintendo, perusahaan itu dirintis saat Fusajiro Yamauchi membuat kartu permainan di Kyoto.

Pada 1902, Nintendo membuat kartu remi gaya barat di Jepang. Produk ini populer di Jepang dan seluruh dunia. Lalu apa yang membuat perusahaan-perusahaan Jepang bisa bertahan hingga puluhan bahkan ratusan tahun.

Pengamat Ekonomi dari INDEF Bhima Yudhistira menjelaskan, salah satu strategi yang membuat perusahaan Jepang bertahan hingga ratusan tahun adalah pertumbuhan organik, keputusan bisnis yang dilakukan hati-hati, dan suksesi kepemimpinan bisnis kepada generasi berikutnya. Dibandingkan agresif dalam membentuk unit bisnis baru, perusahaan Jepang cenderung risk averse (menghindari risiko) dengan melihat pesaing.

Ketika suatu bisnis dirasa telah teruji, baru perusahaan Jepang masuk ke bisnis tersebut. Salah satu strategi yang efektif adalah pola pengambilan keputusan berjenjang, dari level terbawah hingga mendapat persetujuan di forum direksi paling atas. Meskipun waktu yang dibutuhkan relatif lama, tapi cara ini teruji untuk menghindari pengambilan keputusan yang tergesa-gesa dan berdampak pada reputasi perusahaan.

Pelajaran berikutnya terkait dengan suksesi adalah tongkat estafet kepemimpinan perusahaan di Jepang diserahkan perlahan pada generasi penerus. Calon penerus kerajaan bisnis mendapatkan pengalaman mendalam, tidak hanya soal gelar pendidikan tapi belajar mengelola perusahaan sampai bidang yang paling teknis.

Sangat wajar di Jepang, ada anak direktur memulai karier menjadi teknisi di hierarki terbawah misalnya, atau akuntan biasa. Sehingga transisi kepemimpinan berjalan mulus jika diserahkan pada generasi penerus yang kompeten.

“Ya di Indonesia kurang lebih sama, kebanyakan perusahaan besar gagal bertahan karena tidak menemukan generasi penerus yang profesional. Biasanya karena generasi penerus tidak tertarik melanjutkan bisnis atau menjalani pola pendidikan yang salah, sehingga dimanjakan berbagai fasilitas,” katanya.

Salah satunya adalah mempertahankan tradisi. Karena tradisi yang relatif baik misalnya profesionalitas.

“Keputusan rasional is ok. Kalau tradisi yang menghambat ya susah juga dipertahankan,” tegasnya.

Dia menambahkan, perusahaan di Jepang banyak menekankan keberlanjutan perusahaan dibandingkan meningkatkan laba dalam waktu cepat. Selain itu, perusahaan menjadi warisan keluarga yang harus terus dijaga.

Selain itu, panjangnya perjalanan bisnis atau perusahaan di Jepang juga karena mereka lebih harmonis dibandingkan perusahaan di negara Barat seperti di Amerika.

Pengamat pemasaran dari Inventure Yuswohadi menegaskan, perusahaan di Jepang lebih banyak memikirkan bagaimana keharmonisan berbeda dengan perusahaan Amerika yang lebih condong ke arah kompetensi. Bahkan, dia mencontohkan seperti yang dialami oleh Toyota yang pertumbuhannya lambat, namun konsisten dibandingkan dengan GM (General Motors) atau perusahaan lainnya dari negara barat.

“Mereka lebih cenderung agresif karena memang budayanya kompetitif. Jadi, mereka merekrut profesional karena yang ditampilkan performa berbeda dengan Jepang di mana dibutuhkan adalah dedikasi,” tegasnya.

Dia mengakui, pengelolaan yang konservatif sangat lambat, namun pertumbuhannya konsisten. Dia mengibaratkan, jika perusaan Jepang adalah maraton, sedangkan perusahaan Amerika adalah sprinter.

Menurutnya, budaya Asia berbeda dengan budaya barat. Bahkan, budaya Jepang juga jarang dipengaruhi oleh budaya barat.

”Berbeda dengan China yang sekarang sudah lebih kapitalis,” tukasnya. Dia menambahkan, CEO perusahaan Jepang bersifat komunal. Menurut Yuswohadi, kultur yang paling penting dari strategi pemasaran produk dalam perusahaan Jepang adalah konsitensinya. Itu juga menjadi yang utama dalam perusahaan di Jepang.

Sedangkan apa yang terjadi di Indonesia sebenarnya hampir mirip dengan Jepang. Namun, saat ini banyak perusahaan yang sudah dipegang oleh generasi ketiga, sehingga pola pikir pimpinannya sudah sangat kebarat-baratan.

“Kalau masih generasi pertama mungkin masih sama, tapi sekarang sudah generasi ketiga atau anak-anaknya yang kebanyakan mereka sekolah di Amerika dan itu pengaruh dalam pola pikirnya,” tuturnya. Sehingga, dia menegaskan, perushaan di Indonesia tidak jelas karakternya. Namun, warna manajemen perusahaan pertama atau diawalnya lebih asia dibandingkan saat ini. (Helmi Syarif)
(wan)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1791 seconds (0.1#10.140)