Perlu Dukungan Ketersediaan Sinyal Agar UKM Terus Bertumbuh
loading...
A
A
A
Infrastruktur menjadi salah satu kunci agar iklim usaha bisa berkesinambungan. Tak terkecuali infrastruktur telekomunikasi. Infrastruktur telekomunikasi tak hanya dibutuhkan oleh masyarakat perkotaan, tetapi hingga ke penjuru negeri.
Cuaca yang tak menentu yang menyebabkan bencana alam seperti banjir dan longsor memberikan pengaruh kurang menguntungkan kepada para pelaku Usaha Kecil Menegah (UKM) , khususnya di daerah. Hal itu pula yang dialami Hazmy Apriana (27) yang memulai usaha sebagai pemasok barang konsumer dan telur ayam. Jika hujan turun deras, dia harus menaklukkan jalanan di Desa Baregbeg, Babakan, Kabupaten Ciamis, yang penuh lumpur dan genangan. Tak jarang mobil boks bernopol Z 8978 WK yang dikemudikannya harus terperosok ke lubang menganga di jalan yang aspalnya mulai mengelupas.
(Baca Juga : Saham Perbankan Saling Tarik-menarik, IHSG Masuk ke Zona Merah )
Tak hanya sampai disitu, saat hujan melanda, sinyal seluler pun langsung hilang. Padahal, jarak desa ini hanya 15 kilometer dari pusat kota. ’’Kalau kondisi normal sinyal timbul tenggelam, tetapi kalau hujan, sinyal langsung hilang,’’ungkapnya kepada SINDOnews, akhir pekan lalu.
Meskipun infrastruktur listrik bisa dinikmati selama 24 jam tanpa kendala, tak demikian dengan sinyal seluler . Untuk menikmati kualitas video dan suara yang jernih, dia harus mendekat ke arah kota. ’’Jadi sering terkendala saat menghubungi pelanggan ataupun pemasok makanan untuk ayam petelur,’’ujar pria yang meneruskan bisnis keluarganya dengan membawa bendera Dewi Asih itu. Dengan memiliki 10 ribu ekor ayam petelur, Hazmy mempekerjakan 5 orang karyawan yang bertugas untuk membersihkan kandang dan mengangkut telur ke pemesan.
Sebagai seorang yang masuk kategori kelompok milenial, Hazmy memiliki keinginan untuk bisa leluasa berinteraksi dengan dunia yang luas tanpa batas. Sehingga dirinya bisa memperluas jaringan bisnisnya, termasuk mencari peluang-peluang baru yang bisa membuka lapangan pekerjaan bagi penduduk sekitarnya.
’’Tetapi kendalanya, kualitas jaringan seluler. Jangankan mengakses media sosial, untuk menelpon saja terkadang harus mencari spot yang pas,’’katanya. Kualitas jaringan seluler yang masih kurang baik tersebut terkadang membuatnya harus mendapatkan protes dari para pelanggannya. ’’Tak jarang pelanggan membatalkan pesanan telur karena saat menelpon tidak nyambung,’’ungkapnya.
Senada dengan Hazmy, Tony Ahmad Patoni (39) merasakan hal yang sama. Sebagai karyawan yang bertugas mengantarkan pesanan telur kepada pelanggan, terkadang dia harus merasakan sulitnya melakukan komunikasi dengan pelanggan maupun dengan majikannya. ”Komunikasi baru lancar jika sudah dekat ke pusat kota,’’sebutnya. Tak hanya soal pekerjaan, Tony pun harus bekerja ekstra keras untuk membantu anaknya yang masih duduk di bangku sekolah dasar agar bisa melakukan pembelajaran daring secara lancar. ’’Sinyal bukannya tidak ada, tapi kualitasnya kurang bagus, putus nyambung. Jadi harus ke kota untuk mendapatkan sinyal,’’tuturnya.
(Baca Juga : Hati-Hati Fenomena Pom-Pom Saham dan FOMO di Kalangan Investor Pemula )
Apa yang dialami Hazmy dan Tony tersebut memang masih menjadi salah satu pekerjaan rumah yang akan diselesaikan oleh pemerintah dan para stakeholder di sektor telekomunikasi. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mencatat, jumlah desa atau kelurahan yang masih belum terakses oleh internet mencapai 12.548 desa dan kelurahan. Wilayah yang berada di Terdepan, Terluar, dan Tertinggal (3T) sebanyak 9.113 desa dan kelurahan, sedangkan yang non-3T ada 3.435 desa dan kelurahan. Tahun ini, Kementerian Kominfo berencana membangun 4.200 Base Transceiver Station (BTS).
Cuaca yang tak menentu yang menyebabkan bencana alam seperti banjir dan longsor memberikan pengaruh kurang menguntungkan kepada para pelaku Usaha Kecil Menegah (UKM) , khususnya di daerah. Hal itu pula yang dialami Hazmy Apriana (27) yang memulai usaha sebagai pemasok barang konsumer dan telur ayam. Jika hujan turun deras, dia harus menaklukkan jalanan di Desa Baregbeg, Babakan, Kabupaten Ciamis, yang penuh lumpur dan genangan. Tak jarang mobil boks bernopol Z 8978 WK yang dikemudikannya harus terperosok ke lubang menganga di jalan yang aspalnya mulai mengelupas.
(Baca Juga : Saham Perbankan Saling Tarik-menarik, IHSG Masuk ke Zona Merah )
Tak hanya sampai disitu, saat hujan melanda, sinyal seluler pun langsung hilang. Padahal, jarak desa ini hanya 15 kilometer dari pusat kota. ’’Kalau kondisi normal sinyal timbul tenggelam, tetapi kalau hujan, sinyal langsung hilang,’’ungkapnya kepada SINDOnews, akhir pekan lalu.
Meskipun infrastruktur listrik bisa dinikmati selama 24 jam tanpa kendala, tak demikian dengan sinyal seluler . Untuk menikmati kualitas video dan suara yang jernih, dia harus mendekat ke arah kota. ’’Jadi sering terkendala saat menghubungi pelanggan ataupun pemasok makanan untuk ayam petelur,’’ujar pria yang meneruskan bisnis keluarganya dengan membawa bendera Dewi Asih itu. Dengan memiliki 10 ribu ekor ayam petelur, Hazmy mempekerjakan 5 orang karyawan yang bertugas untuk membersihkan kandang dan mengangkut telur ke pemesan.
Sebagai seorang yang masuk kategori kelompok milenial, Hazmy memiliki keinginan untuk bisa leluasa berinteraksi dengan dunia yang luas tanpa batas. Sehingga dirinya bisa memperluas jaringan bisnisnya, termasuk mencari peluang-peluang baru yang bisa membuka lapangan pekerjaan bagi penduduk sekitarnya.
’’Tetapi kendalanya, kualitas jaringan seluler. Jangankan mengakses media sosial, untuk menelpon saja terkadang harus mencari spot yang pas,’’katanya. Kualitas jaringan seluler yang masih kurang baik tersebut terkadang membuatnya harus mendapatkan protes dari para pelanggannya. ’’Tak jarang pelanggan membatalkan pesanan telur karena saat menelpon tidak nyambung,’’ungkapnya.
Senada dengan Hazmy, Tony Ahmad Patoni (39) merasakan hal yang sama. Sebagai karyawan yang bertugas mengantarkan pesanan telur kepada pelanggan, terkadang dia harus merasakan sulitnya melakukan komunikasi dengan pelanggan maupun dengan majikannya. ”Komunikasi baru lancar jika sudah dekat ke pusat kota,’’sebutnya. Tak hanya soal pekerjaan, Tony pun harus bekerja ekstra keras untuk membantu anaknya yang masih duduk di bangku sekolah dasar agar bisa melakukan pembelajaran daring secara lancar. ’’Sinyal bukannya tidak ada, tapi kualitasnya kurang bagus, putus nyambung. Jadi harus ke kota untuk mendapatkan sinyal,’’tuturnya.
(Baca Juga : Hati-Hati Fenomena Pom-Pom Saham dan FOMO di Kalangan Investor Pemula )
Apa yang dialami Hazmy dan Tony tersebut memang masih menjadi salah satu pekerjaan rumah yang akan diselesaikan oleh pemerintah dan para stakeholder di sektor telekomunikasi. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mencatat, jumlah desa atau kelurahan yang masih belum terakses oleh internet mencapai 12.548 desa dan kelurahan. Wilayah yang berada di Terdepan, Terluar, dan Tertinggal (3T) sebanyak 9.113 desa dan kelurahan, sedangkan yang non-3T ada 3.435 desa dan kelurahan. Tahun ini, Kementerian Kominfo berencana membangun 4.200 Base Transceiver Station (BTS).