Membidik Peluang Ekspor Produk Farmasi ke Negara-Negara Muslim

Jum'at, 05 Maret 2021 - 06:59 WIB
loading...
Membidik Peluang Ekspor...
Indonesia Ekspor Obat Kanker ke Aljazair
A A A
JAKARTA - Setelah kondisi ekonomi sepanjang 2020 babak belur di hantam pandemi, tahun ini diperkirakan ekonomi akan mengalami pemulihan. Program vaksinasi nasional serta ekonomi global yang mulai terlihat menggeliat, jadi indikator bahwa ekonomi mulai pulih.

Di tengah ekonomi yang terpuruk, tidak semua sektor ekonomi mengalami penurunan. Bahkan ada diantaranya yang tumbuh saat pandemi. Seperti yang terjadi di industri farmasi . Pandemi, membuat kebutuhan obat, vitamin, suplemen dan obat meningkat. Merujuk data yng disampaikan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), kinerja industri kimia, farmasi dan obat tradisional mengalami pertumbuhan yang pesat sebesar 5,59% pada semester I-2020.



Memasuki 2021, meski sudah ada berbagai upaya yang dilakukan untuk menghentikan laju penyebaran dan penularan Virus Corona, hingga kini belum dapat dipastikan kapan pandemi ini akan berakhir. Menyimak laporan yang disampaikan setiap hari oleh Satgas Covid 19, mereka yang terpapar virus ini masih terus bertambah.

Melihat kondisi tersebut, permintaan akan produk-produk farmasi masih akan meningkat. Seperti obat-obatan, serta vitamin dan obat herbal untuk meningatkan imunitas tubuh. Itu artinya industri farmasi masih akan tumbuh tingi di tahun ini.

Bukan hanya pandemi yang mendorong industri farmasi tumbuh. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kemenperin Doddy Rahadi, pemerintah sebelum pandemi merebak memang telah melakukan percepatan pengembangan di inustri ini. Itu sesuai dengan Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2016 tentang Percepatan Pengembangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan di Indonesia. Kementerian dan lembaga terkait harus bersinergi dalam mengembangkan industri farmasi yang mandiri dan berdaya saing.


Sementara itu Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menetapkan enam sektor prioritas untuk mendorong percepatan investasi di dalam negeri. Kepala BKPM Bahlil Lahadalia mengatakan berdasarkan skala prioritas, sektor pertama yang akan didorong adalah industri padat karya yang berorienstasi ekspor, salah satunya kesehatan.

Selama pandemi Covid-19, Bahlil mengatakan hampir 80%-90% obat, bahan baku, dan alat kesehatan merupakan barang impor. Oleh karena itu, pemerintah mendorong pembangunan industri kesehatan yang lebih mandiri.

Ketua Program Studi Sarjana Farmasi Indonesia International Institute for Life Science (I3L) Leonny Yulita Hartiadi menjelaskan industri farmasi memiliki kontribusi positif untuk pertumbahan perkonomian Indonesia saat ini.

Di saat keadaan ekonomi yang melambat akibat pandemi, sektor farmasi, obat tradisional dan industri kimia mengalami pertumbuhan yang tingi. Perumbuhan itu tercermin dari kenaikan laba yang berhasil diraih beberapa perusahaan farmasi. Leonny Yulita pun menyatakan, optimis industri farmasi akan tumbuh positif di tahun ini.

Pertumbuhan industri farmasi tidak hanya terjadi di dalam negeri saja. Di saat pandemi, hampir semua negara di dunia permintaan akan produk-produk farmasi juga tinggi. Untuk skala global, Rilis Moody memprediksi pertumbuhan EBITDA industri farmasi dunia akan meningkat 2% - 4% dalam jangka waktu 12-18 bulan ke depan. Perkiraan ini lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya yang hanya sekitar 1%-3%.

Peluang yang cukup besar untuk bisa tumbuh dengan pesat, memang harus di manfaatkan oleh para pelaku di industri farmasi. Hal itu seperti yang dilakukan oleh- PT CKD OTTO Pharmaceuticals, perusahaan farmasi Indonesia yang mengkhususkan diri untuk memproduksi obat onkologi.

Memanfatakan peluang yang cukup terbuka di saat pandemi, perusahaan yang berdiri pada September 2015 ini menjalin Kerjasama dengan perusahaan farmasi asal Aljazair, Saidal Group. Peruahan ini merupakan Badan Usaha Milik Pemerintah Aljazair. Kerja sama tersebut tertuang dalam kontrak kerja sama bisnis yang ditandantangani kedua belah pihak pada Kamis (4/3/2021).



Dalam kontrak tersebut disebutkan CKD OTTO akan mengekspor enam item obat kanker, yang diproduksi di Indonesia oleh CKD OTTO dalam bentuk bulk vial ke Aljazair. Bahan baku obat kanker ini kemudian akan mengalami pengemasan kedua di Aljazair.

Dunia Butuh Obat Kanker

Fase pertama dari kontrak bisnis ini, ekspor enam bahan baku obat tersebut akan dilakukan selama tiga tahun dengan nilai Rp250 miliar. Pada fase kedua, transfer teknologi akan dilakukan dari CKD OTTO kepada Saidal setelah pabrik onkologi Saidal grup selesai dibangun.

Dengan investasi yang telah digelontorkan CKD OTTO , lebih dari Rp400 miliar, perusahan ini dapat memproduksi obat-obat onkologi dengan standar tinggi. Untuk diketahui, pabrik onkologi CKD OTTO juga merupakan pabrik onkologi pertama di Indonesia yang telah mendapatkan sertifikat halal dari MUI, sehingga diharapkan dapat menjangkau 2 miliar orang di negara-negara Islam dan negara-negara lainnya di dunia. Pasar farmasi di Aljazair, cukup besar. Menduduki posisi ke dua di wilayah Timur Tengah dan Afrika Utara dengan nilai sebesar Rp56 triliun.

Penny K. Lukito, Kepala Badan POM Indonesia, yang hadir saat penandatanganan kontrak binsis anatara dua peruahan tersebut mengatakan, penyakit kanker menjadi salah satu penyakit yang terus meningkat prevalensinya, secara global. Di Indonesia, dikutip dari Riset Kesehatan Dasar Kementrian Kesehatan, menunjukan adanya peningkatan prevalensi tumor atau kanker dari 1,4 per 1.000 penduduk di tahun 2013 menjadi 1,8 per 1.000 penduduk di tahun 2018.


Secara global, dari data GLOBOCAN (Global Cancer Observatory), salah satu platform berbasis web interaktif yang menyajikan statistik kanker yang terkait dengan aspek pengendalian dan penelitian terkait kanker secara global, didapatkan data tahun 2020 terdapat 19,3 juta kasus baru secara global, dengan angka kematian tinggi yaitu sebanyak 10 juta kematian.

Peningkatan prevalensi ini menunjukan adanya kenaikan permintaan untuk obat-obat onkologi, dimana kebutuhan untuk obat-obatan tersebut harus dapat dijawab. Penny Lukito menambahkan selain kebutuhan ketersediaan obat-obatan onkologi, harus pula diperhatikan kualitas dari obat-obatan tersebut dan preferensi konsumen juga perlu diperhatian. Bisnis model di dalam Perjanjian Kerja sama antara CKD OTTO dan SAIDAL Grup berusaha untuk menjawab kebutuhan tersebut.

Di saat yang sama Presiden Direktur PT CKD OTTO Pharmaceuticals, In Hyun Baik, berharap semua obat unggulan hasil produksi CKO OTTO dapat memberikan kontribusi bagi peningkatan kesehatan dan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. “Selain itu, kami juga berharap dapat berkontribusi terhadap perkembangan dan pertumbuhan ekonomi Asia, dimulai dari Indonesia”,ujarnya.

Peluang besar yang di industri farmasi, tentunya bisa dimanfatkan oleh perusahaan di dalam negeri untuk bisa meningkatkan penjualannya ke luar negeri. Selain menambah pendapatan untuk perusahaan, peningkatan ekspor produk farmasi juga turut berkontribusi terhadap pemuliahan ekonomi nasional.
(eko)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1405 seconds (0.1#10.140)