Pembangunan Infrastruktur Gas Tetap Dibutuhkan di Tengah Pandemi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah menganggap pembangunan infrastruktur gas masih feasible di tengah penurunan permintaan alokasi gas dan rendahnya harga komoditas energi akibat pandemi corona (Covid-19). Pasalnya, pandemi Covid-19 hanya bersifat sementara, sedangkan pembangunan infrastruktur gas bersifat jangka panjang.
"Jadi kalau ditanyakan apakah pembangunan infrastruktur gas masih feasible, kami rasa masih. Kami optimistis ekonomi akan segera membaik dan harga komoditas energi seperti harga minyak dunia akan kembali naik," ujar Direktur Pembinaan Program Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Soerjaningsih, di Jakarta, Selasa (19/5/2020).
Menurut dia, harga minyak global diprediksi bakal naik pada akhir tahun mencapai USD40 per barel seiring mulai bangkitnya ekonomi global dari pandemi Covid-19.
Begitu juga dengan permintaan gas akan kembali meningkat seiring kebijakan konversi pembangkit listrik dari bahan bakar minyak (BBM) dan batu bara ke gas.
Selain itu, pemanfaatan Liquefied Natural Gas (LNG) atau gas alam cair juga akan terus meningkat kendati harga LNG bakal tertekan tahun depan dan baru akan pulih di tahun berikutnya.
"Apabila melihat neraca gas nasional maka permintaan gas 2020-2030 tidak ada kenaikan signifikan yaitu hanya sekitar 300 juta kaki kubik per hari. Namun demikian, ada kebutuhan meningkat di sektor kelistrikan seiring konversi dari BBM dan batu bara ke gas," kata dia.
Tidak hanya itu, permintaan gas di dalam negeri juga bakal meningkat akibat dari rencana pembatasan ekspor gas ke luar negeri. Ke depan alokasi gas akan diprioritaskan untuk memasok kebutuhan dalam negeri dalam upaya mengatasi defisit gas di sejumlah wilayah. "Jadi kalau melihat permintaan ke depan, pembangunan infrastruktur gas masih feasible untuk dilakukan," pungkasnya.
"Jadi kalau ditanyakan apakah pembangunan infrastruktur gas masih feasible, kami rasa masih. Kami optimistis ekonomi akan segera membaik dan harga komoditas energi seperti harga minyak dunia akan kembali naik," ujar Direktur Pembinaan Program Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Soerjaningsih, di Jakarta, Selasa (19/5/2020).
Menurut dia, harga minyak global diprediksi bakal naik pada akhir tahun mencapai USD40 per barel seiring mulai bangkitnya ekonomi global dari pandemi Covid-19.
Begitu juga dengan permintaan gas akan kembali meningkat seiring kebijakan konversi pembangkit listrik dari bahan bakar minyak (BBM) dan batu bara ke gas.
Selain itu, pemanfaatan Liquefied Natural Gas (LNG) atau gas alam cair juga akan terus meningkat kendati harga LNG bakal tertekan tahun depan dan baru akan pulih di tahun berikutnya.
"Apabila melihat neraca gas nasional maka permintaan gas 2020-2030 tidak ada kenaikan signifikan yaitu hanya sekitar 300 juta kaki kubik per hari. Namun demikian, ada kebutuhan meningkat di sektor kelistrikan seiring konversi dari BBM dan batu bara ke gas," kata dia.
Tidak hanya itu, permintaan gas di dalam negeri juga bakal meningkat akibat dari rencana pembatasan ekspor gas ke luar negeri. Ke depan alokasi gas akan diprioritaskan untuk memasok kebutuhan dalam negeri dalam upaya mengatasi defisit gas di sejumlah wilayah. "Jadi kalau melihat permintaan ke depan, pembangunan infrastruktur gas masih feasible untuk dilakukan," pungkasnya.
(ind)