Geger Kudeta Militer, Total Tetap Operasikan Ladang Gas di Myanmar

Minggu, 04 April 2021 - 11:00 WIB
loading...
Geger Kudeta Militer, Total Tetap Operasikan Ladang Gas di Myanmar
Ilustrasi. FOTO/REUTERS
A A A
PARIS - Perusahaan minyak dan gas bumi (migas) asal Prancis, Total menyatakan operasional hulu migas di wilayah kerja (WK) Yadana, Myanmar tetap berjalan normal. Alasan Total tidak menutup ladang gas tersebut untuk melindungi sebagian karyawan yang berada di sana akibat kudeta junta militer.

Sebelumnya, Total mendapat tekanan dari kelompok hak asasi manusia dan pemerintah sipil paralel Myanmar untuk meninjau operasional di tengah tuduhan pembayaran pajak negara yang dikendalikan militer. Dalam kolom surat kabar yang akan diterbitkan di Jurnal Prancis du Dimanche pada hari Minggu (4/4). Dilansir dari Reuters, Minggu (4/4) Kepala Eksekutif Total Patrick Pouyanne mengatakan, perusahaan memiliki beberapa alasan untuk menjaga situs lepas pantai Yadana tetap berjalan.



Dikhawatirkan staf di sana bisa terkena kerja paksa di bawah junta jika mereka memutuskan untuk menghentikan produksi sebagai protes atas kekerasan di Myanmar, kata Pouyanne. Selain itu, perusahaan itu juga tidak ingin memutus sumber energi utama yang berada di negara Asia Tenggara tersebut.

"Bisakah kita menghentikan produksi gas yang memasok listrik ke sebagian besar populasi di Yangon dan menambah penderitaan mereka?" Pouyanne mengatakan dalam pernyataan. "Pihak berwenang Thailand telah memperingatkan kami akan pentingnya sumber energi ini," lanjut dia.

Terletak di lepas pantai barat daya Myanmar di Teluk Martaban, ladang Yadana memproduksi gas untuk dikirim ke pembangkit listrik di Thailand. Mereka juga memasok pasar domestik Myanmar, melalui pipa lepas pantai yang dibangun dan dioperasikan oleh perusahaan energi negara Myanmar Oil and Gas Enterprise (MOGE).

Pouyanne menambahkan, Total telah mempertimbangkan apakah mereka harus menempatkan pembayaran pajak terutang kepada negara bagian di Myanmar di rekening escrow, seperti yang disarankan oleh beberapa juru kampanye global, namun hal ini dapat membuat manajer lokal melakukan pelanggaran hukum.

Total sejauh ini belum membayar satu pun dari USD4 juta dalam bentuk pajak bulanan yang biasanya dibayarkan kepada pemerintah militer, Pouyanne menambahkan, "Karena alasan sederhana bahwa sistem perbankan tidak lagi berfungsi. Total telah menghentikan proyek baru dan pengeboran di Myanmar sebagai tanggapan atas krisis tersebut," kata dia. Pouyanne mengatakan kelompok itu terkejut dengan tindakan represif yang terjadi.



Pasukan keamanan Myanmar menembaki protes pro-demokrasi pada hari Sabtu (3/4) yang menewaskan sedikitnya lima orang, seorang pengunjuk rasa dan media mengatakan, ketika militer meningkatkan upayanya untuk menahan perbedaan pendapat dengan surat perintah untuk 20 kritikus profil tinggi lainnya. Pouyanne mengatakan, Total akan menyumbangkan setara dengan pajak yang harus dibayar kelompok tersebut kepada pemerintah Myanmar kepada asosiasi yang bekerja untuk hak asasi manusia di negara tersebut.
(nng)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1339 seconds (0.1#10.140)