Bahas Sektor Keuangan, Anggota DPR: Di LPS Ada Uang Nganggur Rp135 Triliun
loading...
A
A
A
JAKARTA - Anggota Komisi XI DPR RI Fathan Subchi mengatakan pembahasan RUU Omnibus Law sektor keuangan akan dilakukan pada masa sidang Agustus dan September 2021. Dia menjanjikan akan ada cukup waktu berdiskusi menyiapkan naskah akademik yang lebih lengkap.
"Kami akan bahas RUU Omnibus Law Sektor Keuangan pada Agustus dan September. Sementara di bulan Mei-Juni akan dibahas RUU HKPD dan RUU KUP. Kami bersama stakeholder masih bisa diskusi supaya naskah akademik lebih lengkap. Kami janjikan tidak akan ada pengurangan independensi di Bank Indonesia ataupun OJK," kata Fathan dalam webinar tentang RUU Sektor Keuangan di Jakarta (19/4/2021).
( Baca juga:Industri Makanan dan Minuman 'Dimasak' Menuju Transformasi Digital )
Dia mengatakan ada beberapa isu yang belum memiliki kesepakatan bersama antara pemerintah, DPR, dan lembaga regulator keuangan. Salah satunya adalah lembaga yang lebih komprehensif dari KSSK yang masih memiliki hambatan ego sektoral.
"Kita butuh kelembagaan yang lebih komprehensif yang berhak memutuskan mana bank gagal untuk diintervensi LPS. Sekarang di KSSK ada masalah leadership karena masing-masing lembaga beda selera. Tapi kita butuh sistem yang kuat sehingga keputusan bisa diambil bersama-sama dan tidak ada moral hazard," ujarnya.
( Baca juga:Selain Disetubuhi, Gadis 15 Tahun Ini Dijual Anak Anggota DPRD Rp400 Ribu )
Kemudian dia juga mengatakan regulasi akan menambah peran LPS yang bersifat pre early warning atau lebih awal dibandingkan sekedar menunggu muncul bank gagal. Dirinya mencontohkan dalam kasus Bank Bukopin yang mengalami kendala likuiditas beberapa waktu lalu tidak dapat ditangani LPS karena kendala regulasi. Menurut Fathan seharusnya itu sudah masuk ranah LPS untuk menyelamatkan dengan regulasi yang tepat.
"Jangan sampai bank terlanjur gagal lalu masyarakat sudah panik menguras simpanannya. Di LPS ada uang nganggur Rp135 triliun tapi hanya untuk beli SBN dan tidak mampu menggerakkan sektor riil, pertumbuhan ekonomi, dan lapangan kerja. Dana di LPS harus bisa lebih dari sekedar menjamin simpanan di atas Rp2 miliar saja," jelasnya.
"Kami akan bahas RUU Omnibus Law Sektor Keuangan pada Agustus dan September. Sementara di bulan Mei-Juni akan dibahas RUU HKPD dan RUU KUP. Kami bersama stakeholder masih bisa diskusi supaya naskah akademik lebih lengkap. Kami janjikan tidak akan ada pengurangan independensi di Bank Indonesia ataupun OJK," kata Fathan dalam webinar tentang RUU Sektor Keuangan di Jakarta (19/4/2021).
( Baca juga:Industri Makanan dan Minuman 'Dimasak' Menuju Transformasi Digital )
Dia mengatakan ada beberapa isu yang belum memiliki kesepakatan bersama antara pemerintah, DPR, dan lembaga regulator keuangan. Salah satunya adalah lembaga yang lebih komprehensif dari KSSK yang masih memiliki hambatan ego sektoral.
"Kita butuh kelembagaan yang lebih komprehensif yang berhak memutuskan mana bank gagal untuk diintervensi LPS. Sekarang di KSSK ada masalah leadership karena masing-masing lembaga beda selera. Tapi kita butuh sistem yang kuat sehingga keputusan bisa diambil bersama-sama dan tidak ada moral hazard," ujarnya.
( Baca juga:Selain Disetubuhi, Gadis 15 Tahun Ini Dijual Anak Anggota DPRD Rp400 Ribu )
Kemudian dia juga mengatakan regulasi akan menambah peran LPS yang bersifat pre early warning atau lebih awal dibandingkan sekedar menunggu muncul bank gagal. Dirinya mencontohkan dalam kasus Bank Bukopin yang mengalami kendala likuiditas beberapa waktu lalu tidak dapat ditangani LPS karena kendala regulasi. Menurut Fathan seharusnya itu sudah masuk ranah LPS untuk menyelamatkan dengan regulasi yang tepat.
"Jangan sampai bank terlanjur gagal lalu masyarakat sudah panik menguras simpanannya. Di LPS ada uang nganggur Rp135 triliun tapi hanya untuk beli SBN dan tidak mampu menggerakkan sektor riil, pertumbuhan ekonomi, dan lapangan kerja. Dana di LPS harus bisa lebih dari sekedar menjamin simpanan di atas Rp2 miliar saja," jelasnya.
(uka)