Masa Depan Batu Bara Indonesia di Tangan Biden

Jum'at, 23 April 2021 - 20:21 WIB
loading...
Masa Depan Batu Bara Indonesia di Tangan Biden
Foto/Ilustrasi
A A A
JAKARTA - Energi bersih bukan hanya merupakan tuntutan dunia modern, tapi juga jadi alat politik bagi sebuah negara untuk memaksakan kepentingannya. Memanfaatkan momentum Hari Bumi Sedunia yang jatuh tanggal 22 April, Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden memainkan kartu perubahan iklim untuk melawan China.

Biden pada 22-23 April 2021 mengundang 40 pemimpin dunia untuk menghadiri Leader’s Climate Summit secara virtual. Ini merupakan tindak lanjut dari langkah Biden yang pada 27 Januari 2021, menerbitkan Executive Order (EO) 14008 yang berjudul "Tackling the climate crisis at home an abroad".

EO 14008 ini memang ditujukan untuk kepentingan internal AS. Namun, ini bisa berdampak terhadap banyak pihak di luar AS. Pasalnya, The Fed, bank sentral Paman Sam, bisa memonitor apakah bank-bank masih memberikan kredit kepada energi yang kotor. Lalu, AS juga bakal menolak membeli barang dan jasa yang mengandung unsur diproduksi dengan listrik yang bersumber dari batu bara.

“Jadi, secara terselubung, ini bisa menjadi senjata AS dalam perang dagang AS melawan China,” ujar Ketua Umum the Indonesian Forestry Certification Cooperation (IFCC), Dradjad H Wibowo, dalam Focus Group Discussion bertema "SDGs, Pengelolaan Hutan Lestari dan Pengaruhnya terhadap Masa Depan Indonesia", secara virtual, Selasa (21/4/2021). "Dan ini juga bisa menjadi senjata AS dalam perang dagang AS melawan China yang bidang energinya masih didominasi oleh batu bara,” lanjutnya.



Kedua, pembelian barang dan jasa oleh pemerintah AS juga dikunci. Mereka tidak akan mau membeli barang yang di dalamnya terkandung unsur diproduksi dengan listrik yang bersumber dari batu bara. Singkat kata, Biden menekan China dengan menggunakan isu perubahan iklim yang bisa diterima oleh seluruh negara.

Tentu saja ketentuan energi bersihini akan menjadi persoalan bagi Indonesia. Coba simak EO 14008 bagian I, seksi 101, butir b: AS sangatfokuspada transisi energi bersih, dekarbonisasi sektoral, dan menyejalankan arus keuangan dengan kesepakatan Paris.

“Ini yang krusial pada sektor perbankan. Termasuk hal yang secara khusus disebut di ketentuan ini, yaitu pembiayaan batu bara. Padahal, batu bara memiliki peran yang sangat besar terhadap Indonesia,” kata Dradjad, yang juga ketua Dewan Pakar PAN ini.



Ketentuan energi bersih ini, kata Dradjad, akan menjadi persoalan bagi Indonesia. Dijelaskannya, Indonesia masih jauh tertinggal dalam hal transisi ke energi bersih, dekarbonisasi sektoral, dan pembiayaan yang sejalan dengan kesepakatan Paris.

Indonesia juga masih tergantung pada batu bara dan migas bumi sebagai sumber energi. Pada tahun 2020, pembangkit listrik berbahan bakar fosil di Indonesia mencapai 55.216 megawatt ( 87,4 persen). Batu bara menyumbang 31.827 MW, sekitar 50,4 persen.

Batu Bara Masih Mendominasi

Hingga saat ini batu bara juga masih menjadi sumber pembangkit listrik terbesar di dunia. Badan Energi International atau IEA pada 2019 menyatakan bahwa batu bara memegang 38 persen dari keseluruhan pangsa sumber pembangkit listrik global. Produksi batu bara dunia pun meningkat dari tahun ke tahun. Sementara, cadangan batu bara global tercatat ada lebih dari satu triliun ton.

Indonesia sendiri tercatat sebagai penghasil batu bara terbanyak keempat secara global. Produksi batu bara Indonesia mencapai puncaknya pada sekitar tahun 2005 sampai tahun 2010. Pada tahun 2018, produksi batu bara Indonesia sebesar 549 juta ton.

Berdasarkan informasi yang disampaikan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), cadangan batubara Indonesia diperkirakan habis kira-kira dalam 83 tahun mendatang apabila tingkat produksi saat ini diteruskan.

Sektor pembangkit listrik adalah konsumen batu bara terbesar di Indonesia. Peningkatan konsumsi batu bara sangat signifikan di sektor pembangkit listrik, yaitu dari 56 juta ton pada 2006 dan diperkirakan menjadi 123,2 juta ton pada 2025. Sementara Indonesia sendiri memiliki sumberdaya batu bara sebesar 149,009 miliar ton dan cadangan sebesar 37,604 miliar ton.

Berkaitan dengan cadangan batu bara global, Indonesia saat ini menempati peringkat ke-9 dengan sekitar 2,2 persen dari total cadangan batu bara global terbukti berdasarkan BP Statistical Review of World Energy.



Sekitar 60 persen dari cadangan batu bara total Indonesia terdiri dari batu bara kualitas rendah yang lebih murah (sub-bituminous) yang memiliki kandungan kurang dari 6100 cal/gram.

Ekspor batu bara Indonesia berkisar antara 70 sampai 80 persen dari total produksi, sisanya dijual di pasar domestik. Indonesia memiliki cadangan batu bara kualitas menengah dan rendah yang melimpah. Jenis batu bara ini dijual dengan harga kompetitif di pasar internasional.

Indonesia memiliki posisi geografis strategis untuk pasar raksasa negara-negara berkembang yaitu Cina dan India. Permintaan untuk batu bara kualitas rendah dari kedua negara ini telah naik tajam karena banyak pembangkit listrik bertenaga batu bara baru yang dibangun untuk mensuplai kebutuhan listrik penduduknya yang besar.

Pangsa pasar terbesar memang disumbang dari India dan China yang mencapai 50%-60% dari total ekspor batu bara nasional. Lalu, disusul negara kawasan Asia Tenggara yang mencapai 20%, diikuti Jepang, Korea Selatan, dan Taiwan kumulatif sekitar 20%.



Adapun AS yang menempati peringkat ketiga penghasil batu bara di dunia hingga kini masih terbilang boros mengkonsumsi batu bara. Paman Sam berencana akan mengonsumsi lebih banyak batu bara sebagai bahan bakar pembangkit listrik pada tahun ini. Rencana itu bakal semakin mengerek permintaan dunia dan mendorong lebih tinggi harga.

Energy Information Agency mengatakan bahwa pembangkit listrik AS akan mengonsumsi setidaknya 16 persen lebih banyak batu bara pada tahun ini dibandingkan dengan 2020. Kemudian, AS akan meningkatkan permintaan setidaknya 3 persen lagi pada 2022. Peningkatan konsumsi batu bara oleh AS disebabkan oleh kenaikan harga gas alam dan sebagai salah satu proses pemulihan ekonomi dari pandemi Covid-19.
(ind)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2133 seconds (0.1#10.140)