Subsidi Ongkos Kirim E-Commerce Gairahkan Daya Beli
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah berencana menggelontorkan dana Rp500 miliar untuk mensubsidi ongkos kirim (ongkir) transaksi belanja online ( e-commerce ) pada Hari Belanja Nasional (harbolnas) Ramadan . Progam ini digadang-gadang sebagai upaya membangkitkan daya beli masyarakat untuk mendorong perekonomian.
Rencana tersebut mendapat sambutan positif dari para pengelola e-commerce meski secara teknis belum diketahui secara detil bagaimana subsidi tersebut diberlakukan.
Subsidi ongkir yang rencananya mulai H-10 hingga H-5 Ramadan itu sebenarnya bukan program satu-satunya mendongkrak belanja masyarakat di masa pandemi. Di saat bersamaan, pemerintah juga kembali menggelontorkan sejumlah bantuan sosial antara penyaluran beras senilai Rp2 triliun, percepatan penyaluran bantuan untuk Program Keluarga Harapan (PKH), Kartu Sembako dan bantuan langsung tunai. Total, potensi realisasi yang dari berbagai bantuan tersebut mencapai Rp14,12 triliun.
Direktur Kebijakan Publik dan Hubungan Pemerintah Tokopedia Astri Wahyuni menyatakan, saat ini Tokopedia masih mempelajari rencana baru pemerintah memberikan stimulus berupa subsidi ongkir Rp500 miliar kepada para e-commerce dan dampaknya pada bisnis Tokopedia.
Selain itu, ikhwal rencana penerapan kebijakan tersebut maka Tokopedia juga secara aktif memberikan masukan kepada pemerintah bersama Asosiasi E-commerce Indonesia sebagai asosiasi yang memayungi pelaku usaha.
"Tokopedia di sisi lain selalu mendukung upaya pemerintah untuk mendorong kemajuan industri dan pertumbuhan ekonomi nasional. Praktiknya seperti menghadirkan berbagai inovasi yang mempermudah masyarakat mendapatkan kebutuhan sehari-hari sekaligus mendorong pertumbuhan bisnis, khususnya UMKM lokal, di bulan Ramadan maupun menjelang Lebaran," ujar Astri kepada KORAN SINDO, Senin (26/4/2021).
Hal senada disampaikan Vice President of Public Relations Blibli.com Yolanda Nainggolan. Menurutnya, rencana kebijakan pemerintah memberikan subsidi ongkir belanja melalui e-commerce sebesar Rp500 miliar untuk menggenjot konsumsi masyarakat menjelang Lebaran tahun ini merupakan sinyal positif bahwa pemerintah melihat pentingnya peran e-commerce dalam mendorong ritel dan konsumsi.
Dia menuturkan, meski pandemi Covid-19 masih merebak tapi Blibli melihat masyarakat mulai lebih optimistis di tahun ini, termasuk di bulan Ramadan. "Oleh karena itulah, di program Ramadan Blibli bertajuk #HikmahRamadhan, yang berlangsung selama 32 hari mulai 12 April hingga 14 Mei,” kata dia kepada KORAN SINDO, di Jakarta, Senin (26/4/2021).
Yolanda menambahkan, pihaknya juga menghadirkan penambahan fitur dan layanan yang akan membantu pelanggan untuk lebih menikmati perayaan bulan Ramadan dan juga hari Lebaran.
Adapun Senior Public Relations Shopee Sarah Christina menyatakan, pihaknya belum mau berkomentar banyak ihwal rencana pemerintah memberikan stimulus berupa subsidi ongkir Rp 500 miliar kepada para e-commerce hingga dampaknya baik bagi e-commerce atau UMKM atau konsumen.
"Untuk pertanyaan terkait isu ini, mohon maaf kami belum bisa berkomentar terkait kebijakan tersebut ya," ujar Sarah saat dihubungi KORAN SINDO di Jakarta, Senin (26/4/2021).
Sebelumnya, Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, pemerintah akan menggelar Hari Belanja Nasional (Harbolnas) Ramadan selama lima hari. Pelaksanaanya, mulai dari H-10 sampai H-5 lebaran.
“Pemerintah menyiapkan anggaran Rp500 miliar dalam bentuk subsidi ongkos kirim (ongkir). Produk yang diutamakan adalah produk-produk dalam negeri,” ujarnya melalui akun twitter @airlangga_hrt pada 15 April lalu. Apa yang disampaikan Airlangga pada akun media sosial tersebut memperkuat pernyataan sebelumnya setelah dia mengikuti rapat terbatas di Instana Negara 7 April silam.
Ketua Umum Partai Golkar itu menerangkan, pemerintah akan bekerja sama dengan asosiasi, platform digital, UMKM, produsen lokal, serta logistik untuk mengakselerasi pemulihan ekonomi nasional.
“Semoga di bulan Ramadan ini terjadi peningkatan konsumsi guna mendukung pemulihan ekonomi masyarakat, khususnya pelaku UMKM dan produsen lokal,” ucapnya.
Belanja Online Meningkat
Tren belanja melalui platform online di Tanah Air memang cenderung mengalami peningkatan dalam beberapa tahun terakhir. Terlebih di masa pandemi, di mana masyarakat menghindari kontak fisik, belanja melalui internet kerap menjadi pilihan.
Mengutip data Bank Indonesia (BI), transaksi e-commerce pada 2020 mencapai Rp253 triliun. Angka itu naik lebih dari Rp40 triliun dari tahun sebelumnya. Bahkan, dua kali lipat lebih dari tahun 2019 yang mencatatkan transaksi sekitar Rp110 triliun. Tahun ini, BI memprediksi total transaksi e-commerce bisa mencapai Rp337 triliun.
Ekonom dari Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet mengatakan, sejak tahun lalu memang ada peningkatan transaksi secara online. Namun, dia juga mengakui platform e-commerce yang sedang menggeliat ini memiliki dua sisi seperti mata pisau, karena dimiliki oleh investor asing.
Bahkan, barang-barang yang dijual di toko-toko online banyak yang didatangkan dari luar negeri sehingga dikhawatirkan membuat UMKM lokal tidak kebagian kue yang banyak dari stimulus yang digelontorkan pemerintah.
Namun demikian, Rendy tidak terlalu setuju dengan anggapan bahwa asing yang akan banyak diuntungkan. Menurutnya, banyak juga platform lokapasar yang menggandeng UMKM lokal.
“Tetapi harus diakui baru sedikit UMKM yang terjun ke e-commerce. Kalaupun nanti banyak produk asing, pemerintah punya beberapa instrumen yang bisa digunakan untuk membendungnya, seperti tarif bea masuk,” katanya.
Melihat kondisi tersebut, Pemerintah diimbau untuk segera menyelasikan pekerjaan rumah untuk membenahi UMKM lokal. Mulai dari permodalan, adaptasi ke teknologi informasi (TI), dan ketersediaan bahan baku.
“Jadi, kalau memang bicara persaingan dengan UMKM luar itu strategi jangka menengah-panjang. Harus ada dukungan dari beragam stakeholder. Tidak hanya pemerintah. Misalnya, pemain e-commerce harus ada dorongan untuk memberikan pelatihan dan bimbingan bekerja sama dengan dinas UMKM,” pungkasnya.
Terkait tren kenaikan belanja online, Rendy menilai sebelum pandemi transaksi online sudah meningkat. Kemudian, adanya pandemi semakin membuat masyarakat lebih suka belanja secara online karena lebih aman.
“Di saat bersamaan ada banyak promo yang ditawarkan e-commerce,” ujarnya.
Yusuf Rendy menerangkan, tambahan subsidi ongkir bisa semakin meningkatkan transaksi secara daring. Selain itu, dia menilai subsidi ongkir bukan hanya untuk menggeliatkan perekonomian.
“Di sini lain, saya melihat rencana kebijakan pemerintah melakukan subsidi tidak terlepas untuk membuat masyarakat tidak berbelanja di luar atau offline. Kalau belanja offline di pasar, (ada kemungkinan) dilanggarnya protokol kesehatan, misalnya keramaian dan tidak menggunakan masker. Saya kira itu yang menjadi alasan (pemerintah),” jelasnya.
Rendy mengatakan sebenarnya kontribusi transaksi daring terhadap total keseluruhan konsumsi masih relatif kecil dibandingkan dengan offline. Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2019 pernah merilis kontribusi transaksi di e-commerce mencapai 2% dari konsumsi rumah tangga. Konsumsi rumah tangga selama ini dikenal sebagai motor penggerak perekonomian dengan kontribusi sekitar 57%.
Akan tetapi, khusus untuk bantuan subsidi ongkir belanja online, hal itu disinyalir hanya akan menguntungkan kelompok tertentu karena tidak semua masyarakat dapat mengakses e-commerce. Terlebih lagi kelompok usaha, mikro, kecil, dan menengah (UMKM) lokal yang justru kalah bersaing di e-commerce karena ditengarai justru didominasi produk impor.
Rencana tersebut mendapat sambutan positif dari para pengelola e-commerce meski secara teknis belum diketahui secara detil bagaimana subsidi tersebut diberlakukan.
Subsidi ongkir yang rencananya mulai H-10 hingga H-5 Ramadan itu sebenarnya bukan program satu-satunya mendongkrak belanja masyarakat di masa pandemi. Di saat bersamaan, pemerintah juga kembali menggelontorkan sejumlah bantuan sosial antara penyaluran beras senilai Rp2 triliun, percepatan penyaluran bantuan untuk Program Keluarga Harapan (PKH), Kartu Sembako dan bantuan langsung tunai. Total, potensi realisasi yang dari berbagai bantuan tersebut mencapai Rp14,12 triliun.
Direktur Kebijakan Publik dan Hubungan Pemerintah Tokopedia Astri Wahyuni menyatakan, saat ini Tokopedia masih mempelajari rencana baru pemerintah memberikan stimulus berupa subsidi ongkir Rp500 miliar kepada para e-commerce dan dampaknya pada bisnis Tokopedia.
Baca Juga
Selain itu, ikhwal rencana penerapan kebijakan tersebut maka Tokopedia juga secara aktif memberikan masukan kepada pemerintah bersama Asosiasi E-commerce Indonesia sebagai asosiasi yang memayungi pelaku usaha.
"Tokopedia di sisi lain selalu mendukung upaya pemerintah untuk mendorong kemajuan industri dan pertumbuhan ekonomi nasional. Praktiknya seperti menghadirkan berbagai inovasi yang mempermudah masyarakat mendapatkan kebutuhan sehari-hari sekaligus mendorong pertumbuhan bisnis, khususnya UMKM lokal, di bulan Ramadan maupun menjelang Lebaran," ujar Astri kepada KORAN SINDO, Senin (26/4/2021).
Hal senada disampaikan Vice President of Public Relations Blibli.com Yolanda Nainggolan. Menurutnya, rencana kebijakan pemerintah memberikan subsidi ongkir belanja melalui e-commerce sebesar Rp500 miliar untuk menggenjot konsumsi masyarakat menjelang Lebaran tahun ini merupakan sinyal positif bahwa pemerintah melihat pentingnya peran e-commerce dalam mendorong ritel dan konsumsi.
Dia menuturkan, meski pandemi Covid-19 masih merebak tapi Blibli melihat masyarakat mulai lebih optimistis di tahun ini, termasuk di bulan Ramadan. "Oleh karena itulah, di program Ramadan Blibli bertajuk #HikmahRamadhan, yang berlangsung selama 32 hari mulai 12 April hingga 14 Mei,” kata dia kepada KORAN SINDO, di Jakarta, Senin (26/4/2021).
Yolanda menambahkan, pihaknya juga menghadirkan penambahan fitur dan layanan yang akan membantu pelanggan untuk lebih menikmati perayaan bulan Ramadan dan juga hari Lebaran.
Adapun Senior Public Relations Shopee Sarah Christina menyatakan, pihaknya belum mau berkomentar banyak ihwal rencana pemerintah memberikan stimulus berupa subsidi ongkir Rp 500 miliar kepada para e-commerce hingga dampaknya baik bagi e-commerce atau UMKM atau konsumen.
"Untuk pertanyaan terkait isu ini, mohon maaf kami belum bisa berkomentar terkait kebijakan tersebut ya," ujar Sarah saat dihubungi KORAN SINDO di Jakarta, Senin (26/4/2021).
Sebelumnya, Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, pemerintah akan menggelar Hari Belanja Nasional (Harbolnas) Ramadan selama lima hari. Pelaksanaanya, mulai dari H-10 sampai H-5 lebaran.
“Pemerintah menyiapkan anggaran Rp500 miliar dalam bentuk subsidi ongkos kirim (ongkir). Produk yang diutamakan adalah produk-produk dalam negeri,” ujarnya melalui akun twitter @airlangga_hrt pada 15 April lalu. Apa yang disampaikan Airlangga pada akun media sosial tersebut memperkuat pernyataan sebelumnya setelah dia mengikuti rapat terbatas di Instana Negara 7 April silam.
Ketua Umum Partai Golkar itu menerangkan, pemerintah akan bekerja sama dengan asosiasi, platform digital, UMKM, produsen lokal, serta logistik untuk mengakselerasi pemulihan ekonomi nasional.
“Semoga di bulan Ramadan ini terjadi peningkatan konsumsi guna mendukung pemulihan ekonomi masyarakat, khususnya pelaku UMKM dan produsen lokal,” ucapnya.
Belanja Online Meningkat
Tren belanja melalui platform online di Tanah Air memang cenderung mengalami peningkatan dalam beberapa tahun terakhir. Terlebih di masa pandemi, di mana masyarakat menghindari kontak fisik, belanja melalui internet kerap menjadi pilihan.
Mengutip data Bank Indonesia (BI), transaksi e-commerce pada 2020 mencapai Rp253 triliun. Angka itu naik lebih dari Rp40 triliun dari tahun sebelumnya. Bahkan, dua kali lipat lebih dari tahun 2019 yang mencatatkan transaksi sekitar Rp110 triliun. Tahun ini, BI memprediksi total transaksi e-commerce bisa mencapai Rp337 triliun.
Ekonom dari Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet mengatakan, sejak tahun lalu memang ada peningkatan transaksi secara online. Namun, dia juga mengakui platform e-commerce yang sedang menggeliat ini memiliki dua sisi seperti mata pisau, karena dimiliki oleh investor asing.
Bahkan, barang-barang yang dijual di toko-toko online banyak yang didatangkan dari luar negeri sehingga dikhawatirkan membuat UMKM lokal tidak kebagian kue yang banyak dari stimulus yang digelontorkan pemerintah.
Namun demikian, Rendy tidak terlalu setuju dengan anggapan bahwa asing yang akan banyak diuntungkan. Menurutnya, banyak juga platform lokapasar yang menggandeng UMKM lokal.
“Tetapi harus diakui baru sedikit UMKM yang terjun ke e-commerce. Kalaupun nanti banyak produk asing, pemerintah punya beberapa instrumen yang bisa digunakan untuk membendungnya, seperti tarif bea masuk,” katanya.
Melihat kondisi tersebut, Pemerintah diimbau untuk segera menyelasikan pekerjaan rumah untuk membenahi UMKM lokal. Mulai dari permodalan, adaptasi ke teknologi informasi (TI), dan ketersediaan bahan baku.
“Jadi, kalau memang bicara persaingan dengan UMKM luar itu strategi jangka menengah-panjang. Harus ada dukungan dari beragam stakeholder. Tidak hanya pemerintah. Misalnya, pemain e-commerce harus ada dorongan untuk memberikan pelatihan dan bimbingan bekerja sama dengan dinas UMKM,” pungkasnya.
Terkait tren kenaikan belanja online, Rendy menilai sebelum pandemi transaksi online sudah meningkat. Kemudian, adanya pandemi semakin membuat masyarakat lebih suka belanja secara online karena lebih aman.
“Di saat bersamaan ada banyak promo yang ditawarkan e-commerce,” ujarnya.
Yusuf Rendy menerangkan, tambahan subsidi ongkir bisa semakin meningkatkan transaksi secara daring. Selain itu, dia menilai subsidi ongkir bukan hanya untuk menggeliatkan perekonomian.
“Di sini lain, saya melihat rencana kebijakan pemerintah melakukan subsidi tidak terlepas untuk membuat masyarakat tidak berbelanja di luar atau offline. Kalau belanja offline di pasar, (ada kemungkinan) dilanggarnya protokol kesehatan, misalnya keramaian dan tidak menggunakan masker. Saya kira itu yang menjadi alasan (pemerintah),” jelasnya.
Rendy mengatakan sebenarnya kontribusi transaksi daring terhadap total keseluruhan konsumsi masih relatif kecil dibandingkan dengan offline. Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2019 pernah merilis kontribusi transaksi di e-commerce mencapai 2% dari konsumsi rumah tangga. Konsumsi rumah tangga selama ini dikenal sebagai motor penggerak perekonomian dengan kontribusi sekitar 57%.
Akan tetapi, khusus untuk bantuan subsidi ongkir belanja online, hal itu disinyalir hanya akan menguntungkan kelompok tertentu karena tidak semua masyarakat dapat mengakses e-commerce. Terlebih lagi kelompok usaha, mikro, kecil, dan menengah (UMKM) lokal yang justru kalah bersaing di e-commerce karena ditengarai justru didominasi produk impor.
(ynt)