Data Peserta BPJS Bocor, Dampaknya Bisa Meluas di Banyak Sektor
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kebocoran data yang diduga berasal dari Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dikhawatirkan akan berdampak luas di banyak sektor. Salah satunya adalah data pribadi yang terkait upah atau gaji.
Kebocoran data akan diikuti oleh kebocoran informasi pribadi, baik kalangan birokrat seperti Pegawai Negeri Sipil (PNS), Polri, TNI, hingga masyarakat umum. Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar mengatakan, perkara tersebut menjadi awal kebocoran informasi pribadi yang dimiliki masyarakat sipil dan pihak birokrasi.
"Jadi kan data yang dimiliki oleh BPJS Kesehatan banyak dan rinci. Artinya, data itu pasti punya dampak, kesehatan pribadi ada datanya, upah, semuanya ada. Ini berdampak pada banyak hal. Ini bisa disekripsikan TNI kita yang sakit berapa orang, polisi kita berapa orang, karena mereka punya banyak data," ujarnya saat dihubungi MNC Portal Indonesia, Senin (24/5/2021).
Sebagai institusi publik, BPJS Kesehatan mengelola data yang relatif rinci. Hal itu menyangkut dengan tugas pelayanan BPJS Kesehatan kepada seluruh rakyat Indonesia. Sebagai informasi, saat ini jumlah peserta Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) mencapai 222,4 juta orang atau sekitar 82,37% dari jumlah penduduk Indonesia.
Adapun data-data yang dikelola BPJS Kesehatan diantaranya nama, alamat, tempat tanggal lahir, NIK, nama keluarga dalam satu KK, upah bagi peserta penerima upah, nomor rekening peserta bukan penerima upah, hingga sidik jari.
Tak hanya itu, BPJS Kesehatan pun mengelola data kesehatan peserta JKN maupun fasilitas Kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan baik dari masyarakat sipil maupun militer. Timboel mencatat, data tersebut sangat konfidensial yang harus dijaga agar tidak berpindah ke pihak lain.
Sementara itu, pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) telah melakukan investigasi perihal sumber kebocoran data tersebut. Langkah itu menyusul adanya klaim pihak luar yang menyebut memiliki data 279 juta penduduk Indonesia.
Berdasarkan hasil investigasi terbaru, diduga kuat identik dengan data BPJS Kesehatan. Hal tersebut didasarkan pada data nomor kartu, kode kantor, data keluarga atau data tanggungan, hingga status pembayaran yang identik dengan data BPJS Kesehatan. "Data sampel yang ditemukan tidak berjumlah 1 juta seperti klaim penjual, tetapi sebanyak 100.002 data," tuturnya.
Dia menilai kebocoran data merupakan perkara yang harus segera ditindaklanjuti oleh Kemenkominfo dengan memanggil Direksi BPJS Kesehatan. Sementara itu, untuk mendukung pengelolaan data agar lebih efisien dan efektif, kerja-kerja BPJS Kesehatan pun harus didukung dengan teknologi infomasi.
BPJS Kesehatan memiliki banyak aplikasi seperti aplikasi sistem informasi manajemen kepesertaan, aplikasi sistem informasi layanan publik, dan aplikasi sistem informasi nanajemen penjaminan pelayanan kesehatan.
Kebocoran data akan diikuti oleh kebocoran informasi pribadi, baik kalangan birokrat seperti Pegawai Negeri Sipil (PNS), Polri, TNI, hingga masyarakat umum. Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar mengatakan, perkara tersebut menjadi awal kebocoran informasi pribadi yang dimiliki masyarakat sipil dan pihak birokrasi.
"Jadi kan data yang dimiliki oleh BPJS Kesehatan banyak dan rinci. Artinya, data itu pasti punya dampak, kesehatan pribadi ada datanya, upah, semuanya ada. Ini berdampak pada banyak hal. Ini bisa disekripsikan TNI kita yang sakit berapa orang, polisi kita berapa orang, karena mereka punya banyak data," ujarnya saat dihubungi MNC Portal Indonesia, Senin (24/5/2021).
Sebagai institusi publik, BPJS Kesehatan mengelola data yang relatif rinci. Hal itu menyangkut dengan tugas pelayanan BPJS Kesehatan kepada seluruh rakyat Indonesia. Sebagai informasi, saat ini jumlah peserta Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) mencapai 222,4 juta orang atau sekitar 82,37% dari jumlah penduduk Indonesia.
Adapun data-data yang dikelola BPJS Kesehatan diantaranya nama, alamat, tempat tanggal lahir, NIK, nama keluarga dalam satu KK, upah bagi peserta penerima upah, nomor rekening peserta bukan penerima upah, hingga sidik jari.
Tak hanya itu, BPJS Kesehatan pun mengelola data kesehatan peserta JKN maupun fasilitas Kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan baik dari masyarakat sipil maupun militer. Timboel mencatat, data tersebut sangat konfidensial yang harus dijaga agar tidak berpindah ke pihak lain.
Sementara itu, pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) telah melakukan investigasi perihal sumber kebocoran data tersebut. Langkah itu menyusul adanya klaim pihak luar yang menyebut memiliki data 279 juta penduduk Indonesia.
Berdasarkan hasil investigasi terbaru, diduga kuat identik dengan data BPJS Kesehatan. Hal tersebut didasarkan pada data nomor kartu, kode kantor, data keluarga atau data tanggungan, hingga status pembayaran yang identik dengan data BPJS Kesehatan. "Data sampel yang ditemukan tidak berjumlah 1 juta seperti klaim penjual, tetapi sebanyak 100.002 data," tuturnya.
Dia menilai kebocoran data merupakan perkara yang harus segera ditindaklanjuti oleh Kemenkominfo dengan memanggil Direksi BPJS Kesehatan. Sementara itu, untuk mendukung pengelolaan data agar lebih efisien dan efektif, kerja-kerja BPJS Kesehatan pun harus didukung dengan teknologi infomasi.
BPJS Kesehatan memiliki banyak aplikasi seperti aplikasi sistem informasi manajemen kepesertaan, aplikasi sistem informasi layanan publik, dan aplikasi sistem informasi nanajemen penjaminan pelayanan kesehatan.
(ind)