Mengepakkan Kembali Sayap Garuda, Mungkinkah?
loading...
A
A
A
Lion Air Grup terus melakukan analisis dan pengkajian pasar terhadap penerbangan berjadwal penumpang, tidak berjadwal penumpang, dan sewa angkut kargo. Namun, Danang tidak mau membuka data tentang jumlah penumpang, kargo, dan kondisi keuangan perusahaan.
Perlu Langkah Radikal
Anggota Komisi VI DPR Fraksi PDI-P Deddy Yevri Sitorus mengatakan, perlu langkah cukup radikal untuk memperbaiki kinerja Garuda Indonesia. Dia ingin agar penyelesaian masalah Garuda dilakukan dengan menyentuh langsung pada akar masalah.
“Sebelum hal itu tercapai manajemen harus mengambil langkah konkrit. Menurutnya mau tidak mau memang harus dilakukan layoff dengan situasi yang saat ini terjadi,“ katanya saat Raker Komisi VI dengan Kementrian BUMN.
Adapun anggota Komisi VI dari Partai Demokrat Herman Khaeron berpendapat, upaya mempertahankan eksistensi Garuda Indonesia sama dengan mempertahankan harkat martabat bangsa. Pasalnya, Garuda Indonesia sudah lama mengudara dan terkenal di mana pun.
“Menjadi aneh dengan manajemen Garuda karena kita sering lihat penerbangan penuh tapi kok merosot terus. Ini terjadi setelah pergantian direksi. Ini yang harus diungkap ke publik bahwa pergantian itu didasarkan pada persoalan miss manajemen dan terkait dengan persoalan keuangan,” katanya.
Sementara itu, pengamat penerbangan Arista Indonesia Aviation Center (AIAC) Arista Atmadjati berpendapat, masalah yang dialami Garuda Indonesia perlu solusi jitu yang dimulai dari tata kelola perusahaan yang baik. Dia mencontohan, manajemen Garuda kerap kali tidak berumur panjang sehingga tidak bisa berbuat banyak untuk jangka panjang.
“Idealnya Garuda kalau mau membereskan utang ya minimal empat tahun masa kepemimpinan direksinya,” kata dia.
Dia menambahkan, sebagai flag carrier satu-satunya yang dimiliki pemerintah, upaya penyelamatan mutlak harus dilakukan. “Mestinya dengan segala usaha, kata Erik akan diselamatkan, ya tunggu saja,” ucapnya.
Arista menambahkan, apabila memang negara sebagai pemilik saham tidak kuat mendanai maka dengan sangat terpaksa Garuda akan gugur seperti Merpati. Solusi lainnya, kata dia, membesarkan Citylink yang sahamnya 100% milik pemerintah.
“Skenarionya mungkin bisa dengan mempertahankan Garuda namun dengan kekuatan 40 armada saja dan berjalan dengan kondisi yang saat ini ada, disuntik seadanya, SDM dikurangi. Namun yang tidak kalah penting adalah memberikan kesempatan Citylink untuk berkembang dan dibesarkan, dinaikkan kelasnya lah,” katanya.
Perlu Langkah Radikal
Anggota Komisi VI DPR Fraksi PDI-P Deddy Yevri Sitorus mengatakan, perlu langkah cukup radikal untuk memperbaiki kinerja Garuda Indonesia. Dia ingin agar penyelesaian masalah Garuda dilakukan dengan menyentuh langsung pada akar masalah.
“Sebelum hal itu tercapai manajemen harus mengambil langkah konkrit. Menurutnya mau tidak mau memang harus dilakukan layoff dengan situasi yang saat ini terjadi,“ katanya saat Raker Komisi VI dengan Kementrian BUMN.
Adapun anggota Komisi VI dari Partai Demokrat Herman Khaeron berpendapat, upaya mempertahankan eksistensi Garuda Indonesia sama dengan mempertahankan harkat martabat bangsa. Pasalnya, Garuda Indonesia sudah lama mengudara dan terkenal di mana pun.
“Menjadi aneh dengan manajemen Garuda karena kita sering lihat penerbangan penuh tapi kok merosot terus. Ini terjadi setelah pergantian direksi. Ini yang harus diungkap ke publik bahwa pergantian itu didasarkan pada persoalan miss manajemen dan terkait dengan persoalan keuangan,” katanya.
Sementara itu, pengamat penerbangan Arista Indonesia Aviation Center (AIAC) Arista Atmadjati berpendapat, masalah yang dialami Garuda Indonesia perlu solusi jitu yang dimulai dari tata kelola perusahaan yang baik. Dia mencontohan, manajemen Garuda kerap kali tidak berumur panjang sehingga tidak bisa berbuat banyak untuk jangka panjang.
“Idealnya Garuda kalau mau membereskan utang ya minimal empat tahun masa kepemimpinan direksinya,” kata dia.
Dia menambahkan, sebagai flag carrier satu-satunya yang dimiliki pemerintah, upaya penyelamatan mutlak harus dilakukan. “Mestinya dengan segala usaha, kata Erik akan diselamatkan, ya tunggu saja,” ucapnya.
Arista menambahkan, apabila memang negara sebagai pemilik saham tidak kuat mendanai maka dengan sangat terpaksa Garuda akan gugur seperti Merpati. Solusi lainnya, kata dia, membesarkan Citylink yang sahamnya 100% milik pemerintah.
“Skenarionya mungkin bisa dengan mempertahankan Garuda namun dengan kekuatan 40 armada saja dan berjalan dengan kondisi yang saat ini ada, disuntik seadanya, SDM dikurangi. Namun yang tidak kalah penting adalah memberikan kesempatan Citylink untuk berkembang dan dibesarkan, dinaikkan kelasnya lah,” katanya.