GeNose Diperbanyak di Stasiun dan Bandara, Epidemiolog Pertanyakan Evaluasi dan Akurasinya
loading...
A
A
A
JAKARTA - Epidemiolog dari Griffith University Australia, Dicky Budiman menyebut tes GeNose bukan alat pendeteksi Covid-19. Lantaran tes GeNose merupakan alat pendeteksi virus bagi orang yang sudah terinfeksi Covid-19 di rumah sakit.
Dia menjelaskan, mesin GeNose sengaja dilatih untuk mendeteksi apabila seseorang sudah terinfeksi Covid-19, di mana yang dites adalah hasil dari satu metabolisme.
“Mesin GeNose ini lebih diperuntukkan untuk rumah sakit yang mendeteksi pasiennya dalam masa pemulihan Covid-19. Jadi bukan untuk mendeteksi adanya virus Covid-19 atau tidak,” terangnya kepada MNC Portal Indonesia, Rabu (23/6/2021).
Dicky mengungkapkan, mesin GeNose yang dipakai selama ini sudah dilatih pada setingan rumah sakit. Kemudian pada fase berikutnya juga diseting untuk pasien yang sedang rawat jalan.
Sampai sejauh ini mesin GeNose sudah ditempatkan di banyak stasiun dan bandara. Namun, selama periode penggunaannya tidak ada evaluasi publikasi terkait jumlah orang yang terindikasi Covid-19.
“Sampai sejauh ini tidak ada data yang menunjukkan hasil dari tes GeNose dari tempat-tempat tersebut. Misalnya, dari sekian puluh ribu tes GeNose di Indonesia kemudian dibandingkan dengan tes PCR hasilnya akurat. Kalau ada tindakan seperti itu baru bisa dikatakan tes Genose memiliki tingkat keakuratan yang sebanding dengan tes PCR. Tapi sampai sekarang publikasi seperti itu tidak ada,” ungkapnya.
Terkait hal tersebut, pemerintah justru memperbanyak layanan tes GeNose di stasiun. Belum lama ini, PT. KAI menambah dua stasiun yang membuka layanan tes GeNose bagi penumpang KA. Menurut Dicky, seharusnya, pemerintah melakukan evaluasi terlebih dahulu dari tes GeNose yang selama ini sudah berlangsung.
“Realitanya sekarang, belum ada evaluasi dari hasil tes GeNose itu tapi malah sudah diperbanyak lagi tes GeNose ini. Ini saya tidak tahu dasarnya apa. Buktinya sekarang kasusnya malah meningkat,” cetusnya.
Tak ayal jika sekarang lonjakan kasus meningkat, Dicky menilai salah satu faktornya adalah tingginya pergerakan masyarakat dengan moda transportasi umum yang mengandalkan tes Covid-19 buatan UGM ini.
Dicky menyampaikan, apabila dalam situasi seperti ini pemerintah belum sanggup melakukan PSBB, setidaknya dari sisi perjalanan moda transportasi bisa dibatasi. Dia mengingatkan, jangan sampai ada penempatan mekanisme screening seperti tes GeNose untuk pembenaran orang boleh melakukan bepergian.
“Ketika esensial pergi yang dalam keadaan darurat, setidaknya melakukan tes antigen di laboratorium atau rumah sakit yang kredibel. Karena tes antigen sudah mendapat rekomendasi WHO. Lebih baik lagi PCR tapi harus mengeluarkan dana cukup mahal,” tandasnya.
Dia menjelaskan, mesin GeNose sengaja dilatih untuk mendeteksi apabila seseorang sudah terinfeksi Covid-19, di mana yang dites adalah hasil dari satu metabolisme.
“Mesin GeNose ini lebih diperuntukkan untuk rumah sakit yang mendeteksi pasiennya dalam masa pemulihan Covid-19. Jadi bukan untuk mendeteksi adanya virus Covid-19 atau tidak,” terangnya kepada MNC Portal Indonesia, Rabu (23/6/2021).
Dicky mengungkapkan, mesin GeNose yang dipakai selama ini sudah dilatih pada setingan rumah sakit. Kemudian pada fase berikutnya juga diseting untuk pasien yang sedang rawat jalan.
Sampai sejauh ini mesin GeNose sudah ditempatkan di banyak stasiun dan bandara. Namun, selama periode penggunaannya tidak ada evaluasi publikasi terkait jumlah orang yang terindikasi Covid-19.
“Sampai sejauh ini tidak ada data yang menunjukkan hasil dari tes GeNose dari tempat-tempat tersebut. Misalnya, dari sekian puluh ribu tes GeNose di Indonesia kemudian dibandingkan dengan tes PCR hasilnya akurat. Kalau ada tindakan seperti itu baru bisa dikatakan tes Genose memiliki tingkat keakuratan yang sebanding dengan tes PCR. Tapi sampai sekarang publikasi seperti itu tidak ada,” ungkapnya.
Terkait hal tersebut, pemerintah justru memperbanyak layanan tes GeNose di stasiun. Belum lama ini, PT. KAI menambah dua stasiun yang membuka layanan tes GeNose bagi penumpang KA. Menurut Dicky, seharusnya, pemerintah melakukan evaluasi terlebih dahulu dari tes GeNose yang selama ini sudah berlangsung.
“Realitanya sekarang, belum ada evaluasi dari hasil tes GeNose itu tapi malah sudah diperbanyak lagi tes GeNose ini. Ini saya tidak tahu dasarnya apa. Buktinya sekarang kasusnya malah meningkat,” cetusnya.
Tak ayal jika sekarang lonjakan kasus meningkat, Dicky menilai salah satu faktornya adalah tingginya pergerakan masyarakat dengan moda transportasi umum yang mengandalkan tes Covid-19 buatan UGM ini.
Dicky menyampaikan, apabila dalam situasi seperti ini pemerintah belum sanggup melakukan PSBB, setidaknya dari sisi perjalanan moda transportasi bisa dibatasi. Dia mengingatkan, jangan sampai ada penempatan mekanisme screening seperti tes GeNose untuk pembenaran orang boleh melakukan bepergian.
“Ketika esensial pergi yang dalam keadaan darurat, setidaknya melakukan tes antigen di laboratorium atau rumah sakit yang kredibel. Karena tes antigen sudah mendapat rekomendasi WHO. Lebih baik lagi PCR tapi harus mengeluarkan dana cukup mahal,” tandasnya.
(ind)