Pemerintah Dorong Hilirisasi Minerba untuk Topang Industri Nasional
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah memastikan hilirisasi sektor pertambangan mineral dan batu bara (minerba ) terus berjalan sesuai rencana sebagai upaya untuk meningkatkan nilai tambah.
"Pemerintah memastikan peningkatan nilai tambah sehingga mineral dan batubara tidak hanya menjadi komoditas penerimaan negara saja, tetapi juga sebagai suplai dalam mengembangkan industri dalam negeri," ujar Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif pada pembukaan International Seminar On Mineral and Coal Technology (ISMCT) 2021, Rabu (23/6/2021).
Dia menegaskan, mineral dan batu bara masih memegang peran penting dalam menggerakkan perekonomian nasional. Salah satu prioritas hilirisasi mineral yang sedang didorong adalah tanah jarang (rare earth) dan nikel.
Nantinya, pengembangan nikel akan diselaraskan dengan rencana pemerintah mendorong penggunaan mobil listrik dan ditargetkan menjadi negara pemasok baterai Electric Vehicle (EV) pada tahun 2025. "Pembentukan Indonesian Battery Corporation merupakan entitas rantai pasok produksi baterai dari hulu ke hilir atau produk akhir baterai," sebutnya.
Sementara untuk pemanfaatan unsur tanah jarang dapat menyokong komponen turbin angin, kendaraan listrik, dan lampu neon hemat energi. Pemerintah telah menargetkan pembangunan 53 smelter pada 2024. Saat ini telah dibangun 19 smelter dan sebagian besar digunakan untuk pengolahan nikel (13 fasilitas), disusul bauksit dan tembaga.
Di sektor batu bara, lanjut Arifin, hilirisasi juga menjadi perhatian utama bagi pemerintah melalui Dimethyl Ether (DME), methanol, pupuk dan syngas. Apalagi Indonesia dikaruniai potensi sumber daya dan cadangan batu bara masing-masing sekitar 149 miliar ton dan 38 miliar ton. Target hilirisasi batu bara sendiri sebesar 27 juta ton pada 2030. "Ini harus segera dikembangkan agar batubara bisa digunakan sebagai bahan baku industri atau sumber energi yang lebih ramah lingkungan," tegasnya.
Arifin mengungkapkan, beberapa perusahaan telah menjalankan proyek gasifikasi batubara untuk mewujudkan dimethyl ether (DME) dalam rangka mengurangi impor Liquified Petroleum Gas (LPG).
Pemerintah Indonesia juga telah mengeluarkan berbagai kebijakan untuk mempercepat hilirisasi mineral dan batu bara seperti kebijakan izin ekspor terbatas untuk bauksit yang dicuci, pemberian fasilitas tax allowance dan tax hari raya, permohonan online single submission (OSS), dan pengenaan royalti secara proporsional sesuai dengan produk yang dihasilkan. "Ini langkah yang tepat untuk mengimplementasikan kebijakan strategis di bidang energi dalam rangka mewujudkan ketahanan energi," jelasnya.
"Pemerintah memastikan peningkatan nilai tambah sehingga mineral dan batubara tidak hanya menjadi komoditas penerimaan negara saja, tetapi juga sebagai suplai dalam mengembangkan industri dalam negeri," ujar Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif pada pembukaan International Seminar On Mineral and Coal Technology (ISMCT) 2021, Rabu (23/6/2021).
Dia menegaskan, mineral dan batu bara masih memegang peran penting dalam menggerakkan perekonomian nasional. Salah satu prioritas hilirisasi mineral yang sedang didorong adalah tanah jarang (rare earth) dan nikel.
Baca Juga
Nantinya, pengembangan nikel akan diselaraskan dengan rencana pemerintah mendorong penggunaan mobil listrik dan ditargetkan menjadi negara pemasok baterai Electric Vehicle (EV) pada tahun 2025. "Pembentukan Indonesian Battery Corporation merupakan entitas rantai pasok produksi baterai dari hulu ke hilir atau produk akhir baterai," sebutnya.
Sementara untuk pemanfaatan unsur tanah jarang dapat menyokong komponen turbin angin, kendaraan listrik, dan lampu neon hemat energi. Pemerintah telah menargetkan pembangunan 53 smelter pada 2024. Saat ini telah dibangun 19 smelter dan sebagian besar digunakan untuk pengolahan nikel (13 fasilitas), disusul bauksit dan tembaga.
Di sektor batu bara, lanjut Arifin, hilirisasi juga menjadi perhatian utama bagi pemerintah melalui Dimethyl Ether (DME), methanol, pupuk dan syngas. Apalagi Indonesia dikaruniai potensi sumber daya dan cadangan batu bara masing-masing sekitar 149 miliar ton dan 38 miliar ton. Target hilirisasi batu bara sendiri sebesar 27 juta ton pada 2030. "Ini harus segera dikembangkan agar batubara bisa digunakan sebagai bahan baku industri atau sumber energi yang lebih ramah lingkungan," tegasnya.
Arifin mengungkapkan, beberapa perusahaan telah menjalankan proyek gasifikasi batubara untuk mewujudkan dimethyl ether (DME) dalam rangka mengurangi impor Liquified Petroleum Gas (LPG).
Pemerintah Indonesia juga telah mengeluarkan berbagai kebijakan untuk mempercepat hilirisasi mineral dan batu bara seperti kebijakan izin ekspor terbatas untuk bauksit yang dicuci, pemberian fasilitas tax allowance dan tax hari raya, permohonan online single submission (OSS), dan pengenaan royalti secara proporsional sesuai dengan produk yang dihasilkan. "Ini langkah yang tepat untuk mengimplementasikan kebijakan strategis di bidang energi dalam rangka mewujudkan ketahanan energi," jelasnya.
(ind)