YLKI Tolak GeNose Jadi Syarat Perjalanan, Kembalikan ke Standar Baku
loading...
A
A
A
JAKARTA - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) meminta agar penggunaan GeNose sebagai syarat perjalanan dihapus. YLKI menilai, GeNose memiliki akurasi yang rendah. Desakan itu disampaikan di tengah ledakan jumlah kasus baru penularan virus Corona di tanah air.
Jumlah kasus virus Corona Covid-19 bertambah 14.536 pada Senin (21/6/2021). Total kasus positif mencapai 2.004.445, sembuh 1.801.761, dan meninggal 54.956 jiwa. Penambahan kasus baru hari ini menjadi rekor tertinggi dalam sejarah wabah Covid-19 di Indonesia. Rekor tertinggi sebelumnya tercatat pada 30 Januari 2021 dengan angka kasus mencapai 14.518.
(Baca juga:Alat Tes Antigen Laris Manis, Penjualan IRRA Melonjak 366 Persen)
Ketua YLKI Tulus Abadi mengatakan, rendahnya akurasi hasil tes GeNose ini mengkhawatirkan karena bisa menghasilkan hasil negatif yang 'palsu'. “Banyak kasus, akurasinya mengindikasikan rendah. Dikhawatirkan menghasilkan 'negatif palsu',” kata Tulus dalam keterangannya, Kamis (24/6/2021).
Dia mengatakan, faktor harga seharusnya bukan pertimbangan utama. Sebab, hal ini terkait dengan keselamatan dan keamanan seseorang. “Sebaiknya pilih antigen (minimal), demi keamanan dan keselamatan bersama. Dan demi terkendalinya wabah Covid-19,” ujarnya.
(Baca juga:2 Hari Pelaksanaan Antigen di Stasiun, 11 Penumpang Ditemukan Reaktif COVID-19)
Senada, Ahli biologi molekuler Ahmad Utomo juga menyarankan agar pemerintah kembali mengacu pada penggunaan alat test deteksi Corona yang sudah baku dan diakui secara internasional.
“Kembalikan ke tes standar baku, kecuali sudah ada bukti validasi GeNose. Tes GeNose adalah untuk screening bukan untuk diagnosis. Jika dipakai sebagai syarat verifikasi perjalanan maka penggunaan GeNose tidak sesuai fungsinya,” kata Ahmad.
(Baca juga:GeNose Diperbanyak di Stasiun dan Bandara, Epidemiolog Pertanyakan Evaluasi dan Akurasinya)
Pernyataan serupa juga disampaikan Direktur Utama PT Joy Indo Medika, Ni Kadek Asmiari. Bukan hanya lebih akurat, ketersediaan alat swab test antigen saat juga dinilai mencukupi, tidak seperti pada awal pandemi di mana alat test antigen langka dan mahal.
Menurut produsen alat tes antigen Cov-test itu, test usap antigen dan PCR merupakan alat uji yang direkomendasikan WHO. Hasilnya lebih akurat dibandingkan alat tes lainnya.
(Baca juga:Gegara Kasus Covid Meledak Lagi, Stop Pakai Genose Menggema di Twitter)
Kendati demikian tetap ada risiko ketidakakuratan. Menurut pengusaha asal Bali ini ada dua faktor penyebab ketidakakuratan hasil swab test yakni faktor manusia dan kualitas alat.
Faktor manusia yaitu terkait cara petugas medis melakukan tempat pengambilan spesimen lendir hidung. “Pengambilan spesimen lendir hidung itu ada caranya. Tidak asal colok saja,” ujar Ni Kadek Asmiari.
(Baca juga:Kunjungi UGM, La Nyalla Dukung GeNose C19 Dapat Pengakuan Menkes)
Hal itu terjadi, lanjutnya, juga disebabkan sikap pasien yang tidak paham. “Pasien kadang protes kalau ada rasa sakit. Karena tidak tahan dicolok sampai dalam. Akibatnya, pengambilan sampel tidak akurat,” ujarnya.
Menurutnya, masyarakat tidak perlu takut. Alat pengambil swab atau dakron produk Cov-test lembut, sehingga nyaman saat digunakan.
Faktor kedua karena alat. Kadek menjelaskan, ketidakakuratan hasil swab test bisa disebabkan oleh kualitas alat yang tidak sesuai standar. Alat antigen bisa rusak jika tidak disimpan dalam suhu yang dianjurkan yaitu 4-30 derajat Celcius, swab kit yang digunakan terbuat dari bahan yang tidak sesuai, tidak menyerap spesimen, keras, dan tidak steril, atau diproduksi dan dikemas dengan tidak steril/higienis.
(Baca juga:63 Stasiun KAI di Jawa dan Sumatera Sediakan Tes GeNose Seharga Rp30 Ribu)
Ni Kadek memastikan produk cov-test telah dilengkapi izin edar, dan hasil uji validasinya telah memenuhi standar uji dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan WHO, memiliki sertifikasi ISO 9001, 13485, dan CE-sertifikasi.
Cov-test juga diproduksi oleh perusaahan ternama yaitu perusahaan invitrodiagnostic yang memiliki standar sterilisasi yang tinggi. Selain itu, produk Cov-test disimpan di suhu yang sesuai anjuran yaitu 4-30 derajat celcius.
Dikatakan, terungkapnya kasus alat antigen ilegal atau daur ulang di Bandara Kualanamu beberapa waktu lalu, harus menjadi pelajaran penting bagi pihak rumah sakit, klinik, dan masyarakat umum. “Kualitas produk harus menjadi pertimbangan utama. Akibatnya akan fatal jika konsumen ceroboh,” katanya.
Jumlah kasus virus Corona Covid-19 bertambah 14.536 pada Senin (21/6/2021). Total kasus positif mencapai 2.004.445, sembuh 1.801.761, dan meninggal 54.956 jiwa. Penambahan kasus baru hari ini menjadi rekor tertinggi dalam sejarah wabah Covid-19 di Indonesia. Rekor tertinggi sebelumnya tercatat pada 30 Januari 2021 dengan angka kasus mencapai 14.518.
(Baca juga:Alat Tes Antigen Laris Manis, Penjualan IRRA Melonjak 366 Persen)
Ketua YLKI Tulus Abadi mengatakan, rendahnya akurasi hasil tes GeNose ini mengkhawatirkan karena bisa menghasilkan hasil negatif yang 'palsu'. “Banyak kasus, akurasinya mengindikasikan rendah. Dikhawatirkan menghasilkan 'negatif palsu',” kata Tulus dalam keterangannya, Kamis (24/6/2021).
Dia mengatakan, faktor harga seharusnya bukan pertimbangan utama. Sebab, hal ini terkait dengan keselamatan dan keamanan seseorang. “Sebaiknya pilih antigen (minimal), demi keamanan dan keselamatan bersama. Dan demi terkendalinya wabah Covid-19,” ujarnya.
(Baca juga:2 Hari Pelaksanaan Antigen di Stasiun, 11 Penumpang Ditemukan Reaktif COVID-19)
Senada, Ahli biologi molekuler Ahmad Utomo juga menyarankan agar pemerintah kembali mengacu pada penggunaan alat test deteksi Corona yang sudah baku dan diakui secara internasional.
“Kembalikan ke tes standar baku, kecuali sudah ada bukti validasi GeNose. Tes GeNose adalah untuk screening bukan untuk diagnosis. Jika dipakai sebagai syarat verifikasi perjalanan maka penggunaan GeNose tidak sesuai fungsinya,” kata Ahmad.
(Baca juga:GeNose Diperbanyak di Stasiun dan Bandara, Epidemiolog Pertanyakan Evaluasi dan Akurasinya)
Pernyataan serupa juga disampaikan Direktur Utama PT Joy Indo Medika, Ni Kadek Asmiari. Bukan hanya lebih akurat, ketersediaan alat swab test antigen saat juga dinilai mencukupi, tidak seperti pada awal pandemi di mana alat test antigen langka dan mahal.
Menurut produsen alat tes antigen Cov-test itu, test usap antigen dan PCR merupakan alat uji yang direkomendasikan WHO. Hasilnya lebih akurat dibandingkan alat tes lainnya.
(Baca juga:Gegara Kasus Covid Meledak Lagi, Stop Pakai Genose Menggema di Twitter)
Kendati demikian tetap ada risiko ketidakakuratan. Menurut pengusaha asal Bali ini ada dua faktor penyebab ketidakakuratan hasil swab test yakni faktor manusia dan kualitas alat.
Faktor manusia yaitu terkait cara petugas medis melakukan tempat pengambilan spesimen lendir hidung. “Pengambilan spesimen lendir hidung itu ada caranya. Tidak asal colok saja,” ujar Ni Kadek Asmiari.
(Baca juga:Kunjungi UGM, La Nyalla Dukung GeNose C19 Dapat Pengakuan Menkes)
Hal itu terjadi, lanjutnya, juga disebabkan sikap pasien yang tidak paham. “Pasien kadang protes kalau ada rasa sakit. Karena tidak tahan dicolok sampai dalam. Akibatnya, pengambilan sampel tidak akurat,” ujarnya.
Menurutnya, masyarakat tidak perlu takut. Alat pengambil swab atau dakron produk Cov-test lembut, sehingga nyaman saat digunakan.
Faktor kedua karena alat. Kadek menjelaskan, ketidakakuratan hasil swab test bisa disebabkan oleh kualitas alat yang tidak sesuai standar. Alat antigen bisa rusak jika tidak disimpan dalam suhu yang dianjurkan yaitu 4-30 derajat Celcius, swab kit yang digunakan terbuat dari bahan yang tidak sesuai, tidak menyerap spesimen, keras, dan tidak steril, atau diproduksi dan dikemas dengan tidak steril/higienis.
(Baca juga:63 Stasiun KAI di Jawa dan Sumatera Sediakan Tes GeNose Seharga Rp30 Ribu)
Ni Kadek memastikan produk cov-test telah dilengkapi izin edar, dan hasil uji validasinya telah memenuhi standar uji dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan WHO, memiliki sertifikasi ISO 9001, 13485, dan CE-sertifikasi.
Cov-test juga diproduksi oleh perusaahan ternama yaitu perusahaan invitrodiagnostic yang memiliki standar sterilisasi yang tinggi. Selain itu, produk Cov-test disimpan di suhu yang sesuai anjuran yaitu 4-30 derajat celcius.
Dikatakan, terungkapnya kasus alat antigen ilegal atau daur ulang di Bandara Kualanamu beberapa waktu lalu, harus menjadi pelajaran penting bagi pihak rumah sakit, klinik, dan masyarakat umum. “Kualitas produk harus menjadi pertimbangan utama. Akibatnya akan fatal jika konsumen ceroboh,” katanya.
(dar)