Hadapi Lonjakan Kasus Covid-19 Indonesia Harus Contoh China
loading...
A
A
A
JAKARTA - Menghadapi lonjakan kasus positif Covid-19 , pemerintah menyatakan bahwa pemberlakuan PPKM mikro adalah jalan terbaik. Skenario itu diyakini bisa mencegah penyebaran Covid-19, sekaligus menjaga kelangsungan ekonomi.
Namun, cara itu banyak ditentang oleh sejumlah kalangan, baik ahli kesehatan maupun ekonom. Direktur Center of Economics and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan bahwa skenario terbaik adalah lockdown selama 14 hari.
"Skenario lockdown relatif lebih murah baik dari sisi ekonomi maupun anggaran dibanding PPKM mikro," ucap Bhima kepada MNC Portal Indonesia di Jakarta, Jumat(25/6/2021).
Baca juga:Mark Hoppus Blink-182 Idap Kanker, Sudah 3 Bulan Kemoterapi
Dia menyebutkan, lockdown memang menurunkan ekonomi pada kuartal III, tetapi jika dilakukan pengawasan efektif maka kuartal IV ekonomi Indonesia bisa tumbuh solid.
"Seperti China yang melakukan lockdown, ekonominya sempat turun -6,8% pada kuartal I 2020, tapi positif di kuartal ke II sebesar 3,2% dan berlanjut hingga terakhir kuartal I 2021 ekonomi China tumbuh menakjubkan sebesar 18,3%," ungkapnya.
Sementara itu, sambung Bhima, uji coba PPKM yang existing menimbulkan optimisme pemulihan yang semu. Masyarakat masih tetap bisa makan di tempat restoran meski ada pembatasan maksimal 25% dan jam 8 malam. Makanya cara-cara ini dianggap tidak efektif.
Baca juga:BOR 4 Tower RSDC Wisma Atlet Turun Jadi 85,04%
"Ketika ledakan kasus masih terjadi maka kepercayaan konsumen kembali turun, secara biaya model buka tutup seperti itu mahal. Pelaku usaha sepanjang Februari-Mei 2021 kan sudah mulai ekspansi lagi, tapi ada ledakan kasus maka balik lagi turunkan ekspektasi pemulihan sepanjang tahun," tambah Bhima.
Dari segi kapasitas, jika PPKM menitikberatkan pada birokrasi terkecil level RT dan RW, maka secara kapasitas pelayanan kesehatan tentu tidak bisa optimal, kebijakan darurat untuk menangani pandemi harus datang dari level pemerintah pusat karena anggaran di pemerintah pusat masih cukup.
"Kita tidak boleh ragu menyelamatkan kesehatan sebagai prioritas karena yang diuntungkan adalah ekonomi juga," pungkasnya.
Namun, cara itu banyak ditentang oleh sejumlah kalangan, baik ahli kesehatan maupun ekonom. Direktur Center of Economics and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan bahwa skenario terbaik adalah lockdown selama 14 hari.
"Skenario lockdown relatif lebih murah baik dari sisi ekonomi maupun anggaran dibanding PPKM mikro," ucap Bhima kepada MNC Portal Indonesia di Jakarta, Jumat(25/6/2021).
Baca juga:Mark Hoppus Blink-182 Idap Kanker, Sudah 3 Bulan Kemoterapi
Dia menyebutkan, lockdown memang menurunkan ekonomi pada kuartal III, tetapi jika dilakukan pengawasan efektif maka kuartal IV ekonomi Indonesia bisa tumbuh solid.
"Seperti China yang melakukan lockdown, ekonominya sempat turun -6,8% pada kuartal I 2020, tapi positif di kuartal ke II sebesar 3,2% dan berlanjut hingga terakhir kuartal I 2021 ekonomi China tumbuh menakjubkan sebesar 18,3%," ungkapnya.
Sementara itu, sambung Bhima, uji coba PPKM yang existing menimbulkan optimisme pemulihan yang semu. Masyarakat masih tetap bisa makan di tempat restoran meski ada pembatasan maksimal 25% dan jam 8 malam. Makanya cara-cara ini dianggap tidak efektif.
Baca juga:BOR 4 Tower RSDC Wisma Atlet Turun Jadi 85,04%
"Ketika ledakan kasus masih terjadi maka kepercayaan konsumen kembali turun, secara biaya model buka tutup seperti itu mahal. Pelaku usaha sepanjang Februari-Mei 2021 kan sudah mulai ekspansi lagi, tapi ada ledakan kasus maka balik lagi turunkan ekspektasi pemulihan sepanjang tahun," tambah Bhima.
Dari segi kapasitas, jika PPKM menitikberatkan pada birokrasi terkecil level RT dan RW, maka secara kapasitas pelayanan kesehatan tentu tidak bisa optimal, kebijakan darurat untuk menangani pandemi harus datang dari level pemerintah pusat karena anggaran di pemerintah pusat masih cukup.
"Kita tidak boleh ragu menyelamatkan kesehatan sebagai prioritas karena yang diuntungkan adalah ekonomi juga," pungkasnya.
(uka)