Pandemi Paksa Sri Mulyani Tunda Pencairan Belanja Bukan Prioritas
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan merealokasi anggaran di setiap kementerian dan lembaga dan menunda belanja yang bukan prioritas. Hal ini seiring melonjaknya kasus Covid-19 yang terjadi belakangan ini.
"Dengan kenaikan Covid maka kami melakukan refocusing, belanja tidak prioritas bisa ditunda dan diarahkan ke belanja PPKM darurat," ujar Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani melalui konferensi pers secara virtual, Senin (12/7/2021).
Menurut Sri Mulyani, sebanyak Rp1.929 triliun atau 92,8% anggaran belanja negara akan dipakai tahun ini. Belanja yang bakal dibelanjakan yaitu untuk pembayaran tunjangan kinerja (tukin), THR serta kebutuhan penanganan Covid-19. Dibandingkan tahun lalu, Sri Mulyani mengakui ada kenaikan, baik dari sisi minimal maupun persentase penyerapannya.
Dia menambahkan, akselerasi vaksinasi dan pembatasan mobilitas akan menentukan laju pemulihan ekonomi. Namun, kedua upaya itu membutuhkan mobilisasi dana dan sumber daya manusia (SDM) yang sangat besar. “Peningkatan kasus Covid-19 dengan varian baru menimbulkan downside risk untuk laju pemulihan ekonomi," imbuhnya.
Pengetatan mobilitas melalui PPKM Darurat diakui membutuhkan tambahan anggaran. Khususnya untuk membantu sisi kesehatan dan juga perlindungan sosial.
"Ini yang menggambarkan APBN kita harus dinamis dan responsif. Kita enggak pernah tahu kenaikan Covid kapan terjadi dan bentuknya seperti apa, yang kita upayakan agar tidak semakin buruk dan masyarakat terlindungi," tandasnya.
"Dengan kenaikan Covid maka kami melakukan refocusing, belanja tidak prioritas bisa ditunda dan diarahkan ke belanja PPKM darurat," ujar Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani melalui konferensi pers secara virtual, Senin (12/7/2021).
Menurut Sri Mulyani, sebanyak Rp1.929 triliun atau 92,8% anggaran belanja negara akan dipakai tahun ini. Belanja yang bakal dibelanjakan yaitu untuk pembayaran tunjangan kinerja (tukin), THR serta kebutuhan penanganan Covid-19. Dibandingkan tahun lalu, Sri Mulyani mengakui ada kenaikan, baik dari sisi minimal maupun persentase penyerapannya.
Dia menambahkan, akselerasi vaksinasi dan pembatasan mobilitas akan menentukan laju pemulihan ekonomi. Namun, kedua upaya itu membutuhkan mobilisasi dana dan sumber daya manusia (SDM) yang sangat besar. “Peningkatan kasus Covid-19 dengan varian baru menimbulkan downside risk untuk laju pemulihan ekonomi," imbuhnya.
Pengetatan mobilitas melalui PPKM Darurat diakui membutuhkan tambahan anggaran. Khususnya untuk membantu sisi kesehatan dan juga perlindungan sosial.
"Ini yang menggambarkan APBN kita harus dinamis dan responsif. Kita enggak pernah tahu kenaikan Covid kapan terjadi dan bentuknya seperti apa, yang kita upayakan agar tidak semakin buruk dan masyarakat terlindungi," tandasnya.
(fai)