Pentolan Buruh Blejeti Akal-akalan di Balik Vaksin Gotong Royong

Senin, 12 Juli 2021 - 14:21 WIB
loading...
Pentolan Buruh Blejeti Akal-akalan di Balik Vaksin Gotong Royong
Foto/MPI
A A A
JAKARTA - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan buruh Indonesia mendukung upaya pemerintah untuk melawan pandemi Covid-19 dengan cara melakukan vaksinisasi . Pemberian vaksin kepada rakyat, termasuk kaum buruh dan keluarganya, adalah tugas negara.

"Apa pun bentuk dan strategi pemberian vaksin, termasuk pembiayaannya menjadi tanggung jawab pemerintah dan pengusaha. Mencakupdimulainya program vaksin gotong royong dan vaksin berbayar secara individu," ujar Presiden KSPI Said Iqbal di Jakarta, Senin(12/7/2021).

Lanjut Said, KSPI siap mengikuti program vaksinasi tersebut. Tetapi KSPI mempermasalahkan pemberian vaksin yang dilakukan secara berbayar, baik program vaksin gotong royong maupun vaksin berbayar secara individu yang rencananya dikeluarkan oleh Kimia Farma. Jika ini dilanjutkan, patut diduga akan terjadi komersialiasi yang hanya akan menguntungkan pihak-pihak tertentu.

Baca juga:Besok, Sidang Gugatan Kubu Moeldoko Digelar di PTUN Jakarta Timur

“Setiap transaksi jual beli dalam proses ekonomi berpotensi menyebabkan terjadinya komersialisasi oleh produsen yang memproduksi vaksin dan pemerintah sebagai pembuat regulasi, terhadap konsumen dalam hal ini rakyat termasuk buruh yang menerima vaksin,” tambah Said.

Dia mengatakan, program vaksinasi berbayar yang dikenal dengan nama vaksin gotong royong, sekalipun biaya vaksinasi dibayar oleh pengusaha, apalagi vaksin berbayar secara individu, dikhawatirkan akan terjadi komersialisasi vaksin atau transaksi jual beli harga vaksin yang dikendalikan oleh produsen (pembuat vaksin).

Terkait semua program vaksin berbayar itu, ada beberapa alasan yang menjadi kekhawatiran KSPI akan menyebabkan komersialisasi.

1. Berkaca dari program rapid tes untuk mendeteksi ada atau tidaknya seseorang terpapar virus Covid-19 (baik rapid test sereologi, antigen, dan PCR), mekanisme harga di pasaran cenderung mengikuti hukum pasar. Awalnya pemerintah menggratiskan program rapid tes, tetapi belakangan rapid tes terjadi komersialisasi dengan harga yang memberatkan. Misalnya, adanya kewajiban rapid tes sebelum naik pesawat dan kereta api, bertemu pejabat, bahkan ada buruh yang masuk kerja pun diharuskan rapid tes.

Baca juga:Bertelanjang Dada, Lionel Messi Gila-gilaan Pesta Argentina Juara

“Akhirnya ada semacam komersialiasi, dari yang awalnya digratiskan. Bahkan perusahaan yang awalnya mengratiskan rapid tes bagi buruh di tempat kerja masing-masing akhirnya setiap buruh harus melakukannya secara mandiri (membayar sendiri)," imbuhnya.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1794 seconds (0.1#10.140)