Pentolan Buruh Blejeti Akal-akalan di Balik Vaksin Gotong Royong
loading...
A
A
A
Said mengatakan, ini yang disebut komersialiasi. Tidak menutup kemungkinan program vaksi gotong royong dan vaksin berbayar secara individu juga terjadi hal yang sama.
2. Kemampuan keuangan tiap-tiap perusahaan dan individu warga negara berbeda. Jumlah perusahaan menengah ke atas yang mampu membayar vaksin tidak lebih dari 10% dari total yang ada. Berarti hampir 90% dari total jumlah perusahaan di seluruh Indonesia atau lebih dari 80% dari total jumlah pekerja di Indonesia, perusahaannya tidak mampu membayar vaksin gotong royong.
“Maka ujung-ujungnya akan keluar kebijakan pemerintah bahwa setiap pekerja buruh harus membayar sendiri biaya vaksi gotong royongnya. Jika ini terjadi apakah Kadin dan Apindo akan ikut bertanggungjawab? Jangan membuat kebijakan yang manis di depan tapi pahit di belakang bagi buruh Indonesia,” tegasnya.
Baca juga:Erick Copot Dirut Brantas Abipraya, Ini Susunan Direksi Terkini
Jumlah buruh di Indonesia sangat besar. Menurut data BPS 2020 jumlah buruh formal sekitar 56,4 juta orang. Sedangkan buruh informal sekitar 75 juta orang. Dengan demikian, total jumlah buruh di Indonesia ada sekitar 130 jutaan orang. Bayangkan dengan keluarganya, maka total jumlah buruh dan keluarganya mendekati angka 200-an juta orang.
Pertanyaannya adalah, apakah seluruh perusahaan mampu membayar 200-an juta orang (setidak-tidaknya 130-an juta buruh) untuk mengikuti vaksin gotong royong? Kalau harga vaksin gotong royong 800-an ribu dikalikan 130-an juta buruh, maka dana yang harus disediakan mencapai Rp104 triliun. Begitu pula secara individu, tidak semua warga negara mempunyai kemampuan bayar secara mandiri.
“Jadi ini hanya proyek lip service yang hanya manis di retorika atau pemanis bibir tetapi sulit diimplementasikan di tingkat pelaksanaan. Ujung-ujungnya vaksin gotong royong hanya akan membebani buruh dari sisi pembiayaan,” tegasnya.
3. Di tengah ledakan PHK, pengurangan upah buruh, dan resesi ekonomi yang saat ini masih mengancam (pertumbuhan ekonomi masih negatif); rasanya tidak mungkin memberikan tambahan beban biaya kepada perusahaan untuk menyelenggarakan vaksinisasi gotong royong tersebut. Pasti biaya vaksin gotong rotong akan memberatkan perusahaan dan pada gilirannya nanti justru akan menekan kesejahteraan buruh. Apalagi kalau setiap warga negara membayar vaksin secara pribadi.
Baca juga:Rizky Billar dan Lesti Kejora Masih Rahasiakan Tanggal Baru Akad Nikah dari Orangtua
Hal lain, mengingat jenis vaksin yang digunakan berbeda dengan vaksin yang selama ini diberikan secara gratis oleh pemerintah. Said Iqbal mengingatkan agar buruh tidak dijadikan uji coba vaksin. Dengan kata lain, harus dipastikan vaksin yang digunakan halal dan aman.
2. Kemampuan keuangan tiap-tiap perusahaan dan individu warga negara berbeda. Jumlah perusahaan menengah ke atas yang mampu membayar vaksin tidak lebih dari 10% dari total yang ada. Berarti hampir 90% dari total jumlah perusahaan di seluruh Indonesia atau lebih dari 80% dari total jumlah pekerja di Indonesia, perusahaannya tidak mampu membayar vaksin gotong royong.
“Maka ujung-ujungnya akan keluar kebijakan pemerintah bahwa setiap pekerja buruh harus membayar sendiri biaya vaksi gotong royongnya. Jika ini terjadi apakah Kadin dan Apindo akan ikut bertanggungjawab? Jangan membuat kebijakan yang manis di depan tapi pahit di belakang bagi buruh Indonesia,” tegasnya.
Baca juga:Erick Copot Dirut Brantas Abipraya, Ini Susunan Direksi Terkini
Jumlah buruh di Indonesia sangat besar. Menurut data BPS 2020 jumlah buruh formal sekitar 56,4 juta orang. Sedangkan buruh informal sekitar 75 juta orang. Dengan demikian, total jumlah buruh di Indonesia ada sekitar 130 jutaan orang. Bayangkan dengan keluarganya, maka total jumlah buruh dan keluarganya mendekati angka 200-an juta orang.
Pertanyaannya adalah, apakah seluruh perusahaan mampu membayar 200-an juta orang (setidak-tidaknya 130-an juta buruh) untuk mengikuti vaksin gotong royong? Kalau harga vaksin gotong royong 800-an ribu dikalikan 130-an juta buruh, maka dana yang harus disediakan mencapai Rp104 triliun. Begitu pula secara individu, tidak semua warga negara mempunyai kemampuan bayar secara mandiri.
“Jadi ini hanya proyek lip service yang hanya manis di retorika atau pemanis bibir tetapi sulit diimplementasikan di tingkat pelaksanaan. Ujung-ujungnya vaksin gotong royong hanya akan membebani buruh dari sisi pembiayaan,” tegasnya.
3. Di tengah ledakan PHK, pengurangan upah buruh, dan resesi ekonomi yang saat ini masih mengancam (pertumbuhan ekonomi masih negatif); rasanya tidak mungkin memberikan tambahan beban biaya kepada perusahaan untuk menyelenggarakan vaksinisasi gotong royong tersebut. Pasti biaya vaksin gotong rotong akan memberatkan perusahaan dan pada gilirannya nanti justru akan menekan kesejahteraan buruh. Apalagi kalau setiap warga negara membayar vaksin secara pribadi.
Baca juga:Rizky Billar dan Lesti Kejora Masih Rahasiakan Tanggal Baru Akad Nikah dari Orangtua
Hal lain, mengingat jenis vaksin yang digunakan berbeda dengan vaksin yang selama ini diberikan secara gratis oleh pemerintah. Said Iqbal mengingatkan agar buruh tidak dijadikan uji coba vaksin. Dengan kata lain, harus dipastikan vaksin yang digunakan halal dan aman.