Pengamat Luruskan Salah Kaprah Soal Draf RUU Cipta Kerja

Rabu, 27 Mei 2020 - 20:27 WIB
loading...
Pengamat Luruskan Salah Kaprah Soal Draf RUU Cipta Kerja
Pengamat menilai masih banyak yang salah kaprah di tengah masyarakat terhadap RUU Cipta Kerja yang pembahasannya untuk sementara ditunda karena menimbulkan polemik. Foto/Dok
A A A
JAKARTA - Pembahasan RUU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan memang ditunda, akan tetapi untuk klaster lain pembahasan akan tetap berlanjut. Menurut Bambang Arianto, Direktur Institute for Digital Democracy sekaligus pengamat RUU Cipta Kerja, masih banyak yang salah kaprah di tengah masyarakat terhadap RUU Cipta Kerja.

Lebih lanjut Ia menerangkan, ada beberapa poin yang masih terdapat salah kaprah yaitu, pertama adalah perihal hilangnya upah minimum bagi para pekerja. Padahal terang Bambang, pada kenyataannya tidak ada penghilangan upah minimun regional. Meskipun dalam Omnibus Law ada penerapan upah minimum provinsi.

“Hal itu ditujukan sebagai jaring pengaman sosial bagi para pekerja. Lagipula upah minimun provinsi diterapkan bagi pekerja baru dari bulan ke-1 hingga bulan ke-12. Untuk bulan ke-13 perusahaan wajib memberikan upah sesuai dengan upah minim regional daerah masing-masing," jelasnya di Jakarta.

Poin kedua yakni hilangnya pesangon. Dimana diterangkan olehnya, padahal pada kenyataannya tidak benar pesangon akan hilang justru sebaliknya dalam Omnibus Law akan ada kompensasi sebesar pesangon yang diberikan kepada para pekerja kontrak.

"Sedangkan dalam UU yang lama justru tidak ada namanya kompensasi bagi pekerja kontrak. Jadi dalam Omnibus Law, pekerja tetap akan mendapatkan pesangon dan pekerja kontrak akan mendapatkan kompensasi," sambungnya.

Namun Ia mengakui bahwa, nilai pesangon lebih kecil dari pada UU sebelumnya. Hal ini lantaran, nilai pesangon yang besar selama ini tidak pernah dipenuhi oleh perusahaan.

"Bahkan menurut data Kemenaker hanya 30 persen pesangon yang bisa diberikan oleh pengusaha. Jadi wajar bila saat ini akan diubah skema pesangon lebih kecil. Sehingga dengan begitu semua perusahaan akan dijamin bisa memberikan pesangon 100 persen kepada pekerja tetap," ungkapnya.

Selanjutnya poin kedua, Outsourcing seumur hidup dan karyawan seumur hidup. Menurut Bambang Arianto, hal itu tidak benar karena aturan outsourcing dalam Omnibus Law tetap diatur sedemikian rupa agar tetap menguntungkan pekerja.

"Bahkan, Omnibus Law memberikan kepastian perlindungan bagi pekerja kontrak (outsourcing) yang masih terikat kontrak kemudian ter-PHK, maka akan mendapatkan kompensasi 1 bulan gaji dengan catatn sudha bekerja selama 1 tahun," lanjutnya

“Keempat, adanya waktu yang eksploitatif. Sebenarnya bukan eksploitatif tapi fleksibel. Maksudnya gini, jadi selama ini kita bekerja harus 8 jam perhari. Padahal dalam Omnibus Law diberikan kebebasan bekerja paruh waktu, sehingga para pekerja bisa bekerja dibeberapa tempat. Sebut saja pekerjaan yang bisa dikerjakan tidak sampai 8 jam perhari, seperti disainer grafis ataupun programer," paparnya.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1535 seconds (0.1#10.140)