Lembaga Kajian PBNU: Belum Ada Komoditas Atau Industri Lain yang Setara Kontribusi Tembakau

Selasa, 27 Juli 2021 - 23:50 WIB
loading...
Lembaga Kajian PBNU: Belum Ada Komoditas Atau Industri Lain yang Setara Kontribusi Tembakau
Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LAKPESDAM-PBNU) mendapati fakta bahwa belum ada komoditas ataupun industri lain yang dapat setara kontribusinya selain tembakau. Foto/Dok
A A A
JAKARTA - Hasil riset Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LAKPESDAM- PBNU ) menemukan fakta, bahwa kebijakan pertembakauan dan PP 109 tahun 2012 menimbulkan kekhawatiran di Industri Hasil Tembakau (IHT) . Hal ini dari hasil riset pada tiga daerah penghasil tembakau, yaitu Pamekasan Madura, Rembang, dan Lombok Nusa Tenggara Barat (NTB).



PP 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan, selain menciptakan persoalan baru. Regulasi ini telah membatasi gerak petani daerah yang mayoritas warga Nadliyin untuk tumbuh dan berkembang.

Peneliti LAKPESDAM PBNU, Hifdzil Alim menjelaskan, tembakau sudah ada sejak lama di negara ini kemudian ditekan konsumsinya dengan berbagai kebijakan yang berlapis. Ini yang mendasari LAKPESDAM untuk melakukan penelitian tentang implementasi kebijakan-kebijakan di bidang pertembakuan dan dampaknya bagi petani tembakau di daerah.

“Tembakau menghidupi masyarakat dan menyumbangkan pendapatan yang signifikan bagi negara dari sisi cukai, penyerapan tenaga kerja, serta menjadi elemen penting untuk menggerakkan perekonomian dan pembangunan di daerah. Kami mendapati fakta bahwa belum ada komoditas ataupun industri lain yang dapat setara kontribusinya selain tembakau,” jelas Hifdzil.

Lebih lanjut pada kegiatan diseminasi “Kebijakan Pertembakauan dan Dampaknya terhadap Petani dan Industri Hasil Tembakau (IHT), Implementasi PP 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan” yang dilaksanakan di Jakarta, Selasa (26/7/2021). Hifdzil mengungkapkan, implementasi PP 109 Tahun 2012 terbukti sangat dirasakan dampaknya oleh para petani tembakau dan IHT, karena banyaknya pembatasan-pembatasan dalam produksi, pengolahan, pemasaran, dan konsumsi produk tembakau.

Tidak hanya itu, timbulnya ketidakpastian usaha karena lemahnya akses informasi bagi para petani . Selain petani, dampak juga dirasakan oleh IHT seperti di Pamekasan terjadi tren penurunan yang signifikan terhadap IHT, dimana saat ini hanya ada 45 perusahaan dan sebelumnya pada tahun 2012 terdapat 272 perusahaan.

Kondisi IHT di Rembang yang merupakan salah satu daerah produksi tembakau terbanyak di Jawa Tengah, dengan maraknya kampanye anti rokok, berbagai kebijakan dalam sektor IHT mulai dimatisurikan secara perlahan. Contohnya, minimnya alokasi dana terhadap peningkatan kualitas produksi dalam IHT.

Sementara di Lombok, NTB instrumen hukum PP Nomor 109 Tahun 2012 malah mendorong upaya masif untuk membatasi tingkat produksi lokal hingga kampanye anti rokok. Di lain sisi, peran pemerintah (daerah dan pusat) terhadap IHT di Lombok semakin minim.

Hal ini terlihat dari abainya intervensi pemerintah pada peningkatan IHT melalui pola kemitraan antara petani dan pelaku industri.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1356 seconds (0.1#10.140)