Sering Diabaikan, Burnout Jadi Persoalan di Dunia Kerja
loading...
A
A
A
JAKARTA - Burnout atau stres bekerja adalah suatu hal nyata yang kerap dirasakan oleh banyak karyawan . Tugas menumpuk, persoalan dengan atasan atau pekerja lain, suasana kantor yang tidak nyaman, hingga pertemuan dengan klien tanpa henti bisa menjadi pemicunya.
Dilansir dari CNBC, sebuah survey situs karir menerangkan bahwa setengah pekerja yang ditemui mengatakan merasa stres saat bekerja dan lebih dari dua pertiga mengatakan perasaan itu semakin buruk selama pandemi.
Bicara soal hal tersebut, dalam realitanya tak semua negara mengakui burnout adalah suatu penyakit. Satu-satunya negara yang mengakui adalah Swedia.
Burnout bukanlah suatu hal yang disepelekan. Terbukti, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pun menambahkan burnout sebagai fenomena pekerjaan pada tahun 2019 silam.
Sehubungan dengan hal itu, Nike sebagai produsen perlengkapan olahraga asal Amerika Serikat hingga perusahaan kencan online, Bumble mengakui adanya beban kerja yang berat yang dialami para karyawannya.
Sampai akhirnya, baru-baru ini, Bumble menawarkan karyawannya waktu libur tambahan untuk mendukung kesehatan mental mereka dan mengatasi masalah kelelahan.
Jennifer Moss, penulis buku, "The Burnout Epidemic: The Rise of Chronic Stress and How We Can Fix It," baru-baru ini berbicara dengan Dewan Eksekutif Tenaga Kerja CNBC tentang strategi yang dapat diterapkan oleh pengusaha dan karyawan untuk mengurangi kelelahan.
Strategi yang dimaksud adalah kelelahan karyawan perlu diobati di tempat kerja. Perlu diketahui sebelumnya, burnout bukan dianggap sebagai penyakit kesehatan mental, melainkan merupakan masalah kesehatan mental.
Moss mengatakan, dalam lingkungan kerja perlu seorang pemimpin yang dapat "mempercayai karyawan dan menciptakan fleksibilitas" di tempat kerja. Adapun hal yang dapat dilakukan seperti menciptakan ruang kerja yang nyaman, menawarkan keamanan dan sumber daya psikologis, dan memprioritaskan kesehatan mental karyawan.
Dilansir dari CNBC, sebuah survey situs karir menerangkan bahwa setengah pekerja yang ditemui mengatakan merasa stres saat bekerja dan lebih dari dua pertiga mengatakan perasaan itu semakin buruk selama pandemi.
Bicara soal hal tersebut, dalam realitanya tak semua negara mengakui burnout adalah suatu penyakit. Satu-satunya negara yang mengakui adalah Swedia.
Burnout bukanlah suatu hal yang disepelekan. Terbukti, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pun menambahkan burnout sebagai fenomena pekerjaan pada tahun 2019 silam.
Sehubungan dengan hal itu, Nike sebagai produsen perlengkapan olahraga asal Amerika Serikat hingga perusahaan kencan online, Bumble mengakui adanya beban kerja yang berat yang dialami para karyawannya.
Sampai akhirnya, baru-baru ini, Bumble menawarkan karyawannya waktu libur tambahan untuk mendukung kesehatan mental mereka dan mengatasi masalah kelelahan.
Jennifer Moss, penulis buku, "The Burnout Epidemic: The Rise of Chronic Stress and How We Can Fix It," baru-baru ini berbicara dengan Dewan Eksekutif Tenaga Kerja CNBC tentang strategi yang dapat diterapkan oleh pengusaha dan karyawan untuk mengurangi kelelahan.
Strategi yang dimaksud adalah kelelahan karyawan perlu diobati di tempat kerja. Perlu diketahui sebelumnya, burnout bukan dianggap sebagai penyakit kesehatan mental, melainkan merupakan masalah kesehatan mental.
Moss mengatakan, dalam lingkungan kerja perlu seorang pemimpin yang dapat "mempercayai karyawan dan menciptakan fleksibilitas" di tempat kerja. Adapun hal yang dapat dilakukan seperti menciptakan ruang kerja yang nyaman, menawarkan keamanan dan sumber daya psikologis, dan memprioritaskan kesehatan mental karyawan.