Gandeng Pupuk Indonesia, Bank BRI Beri Akses Modal bagi Petani
loading...
A
A
A
JAKARTA - Bank BRI bersama Pupuk Indonesia memberikan akses modal bagi petani melalui Program Makmur. Akses pemberian modal tersebut ditandai dengan penandatangan Memorandum of Understanding (MoU) antara BRI dengan Pupuk Indonesia melalui Program Makmur.
"Program Makmur ini sepemahaman saya ini adalah upaya kita semua bersama-sama, tentunya di bawah arahan Pak Menteri (Erick Thohir) bahwa kita ini ingin mencoba setidaknya mengurangi, kalaupun tidak bisa membebaskan sama sekali, porsi subsidi terhadap pertanian, terutama subsidi pupuk," ujar Direktur Utama BRI Sunarso, Kamis (30/9/2021).
Meski adanya pengurangan subsidi, Pupuk Indonesia melalui program Makmur memberikan pendampingan dan pengawalan intensif kepada petani dan budidaya pertanian. Dimana, petani akan diberikan kemudahan akses baik permodalan, agro input seperti pupuk, benih, pestisida, kawalan teknologi budidaya, jaminan off taker, hingga asuransi bila terjadi gagal panen.
Adapun, komoditas yang menjadi fokus program ini yakni padi, jagung, cabai, kelapa sawit, singkong, kopi, lada, kakao, bawang merah, tebu, tembakau, nanas, dan manggis. Sunarso mencatat, pengurangan subsidi untuk sektor pertanian perlu dilakukan. Sebab, suatu komoditi atau sektor yang mendapat subsidi dilatarbelakangi sejumlah alasan.
Pertama, kemungkinan fungsi dan perannya mengcover hajat hidup orang banyak sehingga tidak begitu saja dibebaskan ke mekanisme pasar, maka perlu mendapat subsidi pemerintah. Kedua, kemungkinan bidang-bidang industri maupun bisnis yang masih berada dalam kategori infant industry. Untuk membuat bisnisnya menjadi kuat di dalam kompetisi pasar, maka perlu disubsidi.
"Pertanyaan sekarang pertanian itu infant industry tidak? Beras itu infant industry atau tidak? Rasanya tidak karena kita sudah puluhan bahkan ratusan tahun yang kita sudah mengusahakan komoditas, beras terutama. Jadi bukan infant industry," jelasnya.
Dia juga tak menampik peran pertanian yang menguasai hajat hidup orang banyak. Namun, lanjut Sunarso, perlu dilakukan perbandingan subsidi pertanian di Indonesia dengan negara-negara lainnya. Perbandingan itu untuk melihat tingkat penyerap subsidi dari seluruh proses rangkaian produksi. "Kalau begitu sudah efisien kah kita memberikan subsidi kepada komoditi, terutama beras itu? Maka kita cek, subsidi diberikan bisa melalui subsidi input. Artinya, bibitnya di subsidi, pupuknya di subsidi, pestisidannya di subsidi," kata dia.
"Program Makmur ini sepemahaman saya ini adalah upaya kita semua bersama-sama, tentunya di bawah arahan Pak Menteri (Erick Thohir) bahwa kita ini ingin mencoba setidaknya mengurangi, kalaupun tidak bisa membebaskan sama sekali, porsi subsidi terhadap pertanian, terutama subsidi pupuk," ujar Direktur Utama BRI Sunarso, Kamis (30/9/2021).
Meski adanya pengurangan subsidi, Pupuk Indonesia melalui program Makmur memberikan pendampingan dan pengawalan intensif kepada petani dan budidaya pertanian. Dimana, petani akan diberikan kemudahan akses baik permodalan, agro input seperti pupuk, benih, pestisida, kawalan teknologi budidaya, jaminan off taker, hingga asuransi bila terjadi gagal panen.
Adapun, komoditas yang menjadi fokus program ini yakni padi, jagung, cabai, kelapa sawit, singkong, kopi, lada, kakao, bawang merah, tebu, tembakau, nanas, dan manggis. Sunarso mencatat, pengurangan subsidi untuk sektor pertanian perlu dilakukan. Sebab, suatu komoditi atau sektor yang mendapat subsidi dilatarbelakangi sejumlah alasan.
Pertama, kemungkinan fungsi dan perannya mengcover hajat hidup orang banyak sehingga tidak begitu saja dibebaskan ke mekanisme pasar, maka perlu mendapat subsidi pemerintah. Kedua, kemungkinan bidang-bidang industri maupun bisnis yang masih berada dalam kategori infant industry. Untuk membuat bisnisnya menjadi kuat di dalam kompetisi pasar, maka perlu disubsidi.
"Pertanyaan sekarang pertanian itu infant industry tidak? Beras itu infant industry atau tidak? Rasanya tidak karena kita sudah puluhan bahkan ratusan tahun yang kita sudah mengusahakan komoditas, beras terutama. Jadi bukan infant industry," jelasnya.
Dia juga tak menampik peran pertanian yang menguasai hajat hidup orang banyak. Namun, lanjut Sunarso, perlu dilakukan perbandingan subsidi pertanian di Indonesia dengan negara-negara lainnya. Perbandingan itu untuk melihat tingkat penyerap subsidi dari seluruh proses rangkaian produksi. "Kalau begitu sudah efisien kah kita memberikan subsidi kepada komoditi, terutama beras itu? Maka kita cek, subsidi diberikan bisa melalui subsidi input. Artinya, bibitnya di subsidi, pupuknya di subsidi, pestisidannya di subsidi," kata dia.
(nng)