Hasil Audit BPKP Perkuat Dugaan Erick Thohir Ihwal Korupsi Krakatau Steel
loading...
A
A
A
JAKARTA - Hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan ( BPKP ) terhadap kinerja PT Krakatau Steel (Persero) Tbk atau (KRAS) dan Holding Perkebunan Nusantara atau PTPN III (Persero) memperkuat dugaan Menteri BUMN Erick Thohir jika terjadi praktik korupsi secara terselubung.
Deputi Akuntan Negara BPKP, Sally Salamah menyebut, hasil penugasan yang sudah dilakukan pihaknya pun disampaikan kepada Kementerian BUMN sebagai pemegang saham dan manajemen kedua perusahaan pelat merah itu.
Dimana, terdapat saran untuk perbaikan pengendalian intern. Saran tersebut diharapkan akan mencegah terjadinya potensi kecurangan dan korporasi dapat mendeteksinya lebih dini praktik korupsi yang terjadi.
"Seluruh simpulan hasil audit telah kami sampaikan kepada Direksi berikut saran dan rekomendasi untuk perbaikan ke depan," ujar Sally saat dihubungi MNC Portal Indonesia, Selasa (5/10/2021).
Meski begitu, secara kode etik BPKP tidak dapat mengungkapkan simpulan hasil audit kepada pihak-pihak yang berkepentingan, termasuk awak media. Menurutnya, informasi detail bisa dikonfirmasi kepada manajemen KRAS dan PTPN III.
Adapun rekomendasi BPKP agar dugaan kasus korupsi tidak terjadi di BUMN lain adalah memperkuat governance di dalamnya, penerapan etika bisnis dan praktik yang sehat, komitmen board.
Kemudian, pengembangan dan penerapan konsisten infrastruktur seperti whistleblowing system, antisuap, fraud control plan, kode etik, konflik kepentingan, aturan main yang jelas dalam pengambilan keputusan
BPKP pun membuat atensi kepada Erick Thohir atau Kementerian BUMN dengan tema khusus yang memerlukan perhatian, menekankan urgensi dan pengaruh strategis yang diharapkan dapat memberi pengaruh positif bagi kedua perusahaan dan BUMN lainnya.
"Secara sistem tersampaikan melalui penyampaian laporan berbagai hasil yang dilakukan BPKP kepada masing-masing BUMN dengan tembusan laporan kepada Kementerian BUMN," katanya.
Sementara ihwal hasil pengawasan BPKP di internal Krakatau Steel dan PTPN III, lanjut Sally, BPKP fokus pada kualitas governance, pengelolaan risiko, dan kepatuhan perusahaan kepada ketentuan. Sifat pengawasan secara umum merupakan permintaan dari PTPN III. Pengawasan BPKP dilaksanakan selama tahun terakhir.
Dimana, asesmen GCG serentak dilakukan di holding dan 14 anak perusahaan, lalu melakukan reviu Governance Risk Control atas rencana aksi korporasi, reviu kinerja komoditas Gula dan pengembangan EBT sesuai prioritas pemerintah, hingga reviu rencana divestasi anak perusahaan dan spin off bisnis gula.
Sedangkan pada KRAS, BPKP sudah melakukan asesmen penerapan GCG 2018 dan 2020, hingga reviu Maturitas Penerapan tahun 2020.
Sebelumnya, deretan perusahaan negara yang terlilit utang jumbo yang diduga kuat akibat praktik korupsi, satu per satu diungkap Erick Thohir. Usai menyampaikan ihwal utang PTPN III senilai Rp43 triliun yang diduga disebabkan korupsi terselubung, Erick menyinggung utang PT Krakatau Steel (Persero) Tbk yang tak kalah fantastis.
Sejak tahun 2019 lalu, emiten berkode saham KRAS itu tengah melakukan restrukturisasi utang senilai USD2,2 miliar atau setara Rp31 triliun. Utang masa lalu disinyalir dikarenakan adanya tindakan korupsi.
Deputi Akuntan Negara BPKP, Sally Salamah menyebut, hasil penugasan yang sudah dilakukan pihaknya pun disampaikan kepada Kementerian BUMN sebagai pemegang saham dan manajemen kedua perusahaan pelat merah itu.
Dimana, terdapat saran untuk perbaikan pengendalian intern. Saran tersebut diharapkan akan mencegah terjadinya potensi kecurangan dan korporasi dapat mendeteksinya lebih dini praktik korupsi yang terjadi.
"Seluruh simpulan hasil audit telah kami sampaikan kepada Direksi berikut saran dan rekomendasi untuk perbaikan ke depan," ujar Sally saat dihubungi MNC Portal Indonesia, Selasa (5/10/2021).
Meski begitu, secara kode etik BPKP tidak dapat mengungkapkan simpulan hasil audit kepada pihak-pihak yang berkepentingan, termasuk awak media. Menurutnya, informasi detail bisa dikonfirmasi kepada manajemen KRAS dan PTPN III.
Adapun rekomendasi BPKP agar dugaan kasus korupsi tidak terjadi di BUMN lain adalah memperkuat governance di dalamnya, penerapan etika bisnis dan praktik yang sehat, komitmen board.
Kemudian, pengembangan dan penerapan konsisten infrastruktur seperti whistleblowing system, antisuap, fraud control plan, kode etik, konflik kepentingan, aturan main yang jelas dalam pengambilan keputusan
BPKP pun membuat atensi kepada Erick Thohir atau Kementerian BUMN dengan tema khusus yang memerlukan perhatian, menekankan urgensi dan pengaruh strategis yang diharapkan dapat memberi pengaruh positif bagi kedua perusahaan dan BUMN lainnya.
"Secara sistem tersampaikan melalui penyampaian laporan berbagai hasil yang dilakukan BPKP kepada masing-masing BUMN dengan tembusan laporan kepada Kementerian BUMN," katanya.
Sementara ihwal hasil pengawasan BPKP di internal Krakatau Steel dan PTPN III, lanjut Sally, BPKP fokus pada kualitas governance, pengelolaan risiko, dan kepatuhan perusahaan kepada ketentuan. Sifat pengawasan secara umum merupakan permintaan dari PTPN III. Pengawasan BPKP dilaksanakan selama tahun terakhir.
Dimana, asesmen GCG serentak dilakukan di holding dan 14 anak perusahaan, lalu melakukan reviu Governance Risk Control atas rencana aksi korporasi, reviu kinerja komoditas Gula dan pengembangan EBT sesuai prioritas pemerintah, hingga reviu rencana divestasi anak perusahaan dan spin off bisnis gula.
Sedangkan pada KRAS, BPKP sudah melakukan asesmen penerapan GCG 2018 dan 2020, hingga reviu Maturitas Penerapan tahun 2020.
Sebelumnya, deretan perusahaan negara yang terlilit utang jumbo yang diduga kuat akibat praktik korupsi, satu per satu diungkap Erick Thohir. Usai menyampaikan ihwal utang PTPN III senilai Rp43 triliun yang diduga disebabkan korupsi terselubung, Erick menyinggung utang PT Krakatau Steel (Persero) Tbk yang tak kalah fantastis.
Sejak tahun 2019 lalu, emiten berkode saham KRAS itu tengah melakukan restrukturisasi utang senilai USD2,2 miliar atau setara Rp31 triliun. Utang masa lalu disinyalir dikarenakan adanya tindakan korupsi.
(akr)