Nikmatnya Jadi Pengemplang Pajak: Sanksi Diringankan dan Tak Bisa Dibui
loading...
A
A
A
JAKARTA - Rancangan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (RUU HPP) resmi diundangkan dalam sidang paripurna DPR RI, hari ini, Kamis (7/10/2021). Beleid itu membawa aturan yang dinilai meringankan para pengemplang pajak .
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengatakan, keringanan sanksi yang diberikan kepada pengemplang pajak sudah diselaraskan dengan moderasi sanksi administrasi dalam UU Cipta Kerja.
Keringanan itu seperti sanksi administrasi dari 50% menjadi 30% bagi wajib pajak yang tidak patuh. Aturan ini berlaku bagi pengemplang pajak yang diketahui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan dan langsung membayar pajaknya.
"Sanksi setelah keberatan diturunkan dari 50% menjadi 30% dari jumlah pajak yang masih harus dibayar," kata Yasonna dalam rapat paripurna di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (7/10/2021).
Selanjutnya sanksi pengemplang pajak bagi wajib pajak yang ditemukan oleh DJP tidak patuh dan tidak langsung membayarkan, sehingga dilanjutkan ke tahap pengadilan juga diturunkan menjadi 60%.
"Sedangkan sanksi setelah banding di Pengadilan Pajak (dan peninjauan kembali di Mahkamah Agung) diturunkan dari 100% menjadi 60% dari jumlah pajak yang masih harus dibayar," sambung Yasona.
Selain itu, dalam UU HPP ini pemerintah juga tidak mempidanakan pengemplang pajak yang tidak taat meski kasusnya sudah sampai di pengadilan. Pengemplang pajak cukup hanya mengganti kerugian negara ditambah sanksi sesuai peraturan yang berlaku.
Menurut Yasona, perubahan UU KUP mengatur tentang penegakan hukum pidana pajak yang mengedepankan ultimum remedium melalui pemberian kesempatan kepada wajib pajak untuk mengganti kerugian pada pendapatan negara ditambah sanksi.
"Walaupun kasus pidana perpajakan sudah dalam proses penuntutan di sidang pengadilan, dan tidak akan dilakukan penuntutan pidana penjara," kata Yasona.
Baca juga: Musik Bisa Asyik untuk Maksiat, Gus Baha: Untuk Allah Masak Nggak Bisa
Menurutnya kebijakan itu demi menjaga situasi tetap kondusif di masyarakat dan dunia usaha. "Pemerintah dapat memahami usulan fraksi di DPR agar kewenangan penyidik pajak untuk menangkap dan menahan tersangka yang diusulkan oleh pemerintah, tidak perlu dimasukkan dalam RUU ini, untuk menjaga situasi tetap kondusif di masyarakat dan di dunia usaha," pungkasnya.
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengatakan, keringanan sanksi yang diberikan kepada pengemplang pajak sudah diselaraskan dengan moderasi sanksi administrasi dalam UU Cipta Kerja.
Baca Juga
Keringanan itu seperti sanksi administrasi dari 50% menjadi 30% bagi wajib pajak yang tidak patuh. Aturan ini berlaku bagi pengemplang pajak yang diketahui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan dan langsung membayar pajaknya.
"Sanksi setelah keberatan diturunkan dari 50% menjadi 30% dari jumlah pajak yang masih harus dibayar," kata Yasonna dalam rapat paripurna di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (7/10/2021).
Selanjutnya sanksi pengemplang pajak bagi wajib pajak yang ditemukan oleh DJP tidak patuh dan tidak langsung membayarkan, sehingga dilanjutkan ke tahap pengadilan juga diturunkan menjadi 60%.
"Sedangkan sanksi setelah banding di Pengadilan Pajak (dan peninjauan kembali di Mahkamah Agung) diturunkan dari 100% menjadi 60% dari jumlah pajak yang masih harus dibayar," sambung Yasona.
Selain itu, dalam UU HPP ini pemerintah juga tidak mempidanakan pengemplang pajak yang tidak taat meski kasusnya sudah sampai di pengadilan. Pengemplang pajak cukup hanya mengganti kerugian negara ditambah sanksi sesuai peraturan yang berlaku.
Menurut Yasona, perubahan UU KUP mengatur tentang penegakan hukum pidana pajak yang mengedepankan ultimum remedium melalui pemberian kesempatan kepada wajib pajak untuk mengganti kerugian pada pendapatan negara ditambah sanksi.
"Walaupun kasus pidana perpajakan sudah dalam proses penuntutan di sidang pengadilan, dan tidak akan dilakukan penuntutan pidana penjara," kata Yasona.
Baca juga: Musik Bisa Asyik untuk Maksiat, Gus Baha: Untuk Allah Masak Nggak Bisa
Menurutnya kebijakan itu demi menjaga situasi tetap kondusif di masyarakat dan dunia usaha. "Pemerintah dapat memahami usulan fraksi di DPR agar kewenangan penyidik pajak untuk menangkap dan menahan tersangka yang diusulkan oleh pemerintah, tidak perlu dimasukkan dalam RUU ini, untuk menjaga situasi tetap kondusif di masyarakat dan di dunia usaha," pungkasnya.
(uka)