Menumbuhkan UMKM Melalui Penjaminan

Rabu, 27 Oktober 2021 - 16:28 WIB
loading...
Menumbuhkan UMKM Melalui Penjaminan
Dirut Jamkrindo Putrama Wahju Setyawan
A A A
WAWANCARA KHUSUS
DIREKTUR UTAMA PT JAMKRINDO PUTRAMA WAHJU SETYAWAN

Sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) menjadi penopang utama perekonomian nasional. Sektor ini memberikan sumbangsih besar hingga 60% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.

Perhatian terhadap UMKM menjadi keharusan karena selain sebagai penopang perekonomian, juga mampu menyerap lapangan kerja. Kondisi ini mendorong Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk memperluas perannya dalam mengembangkan usaha kecil.

PT Jaminan Kredit Indonesia (Jamkrindo) sebagai BUMN tidak ingin ketinggalan dalam membantu membangun UMKM tumbuh dan naik kelas. Melalui penjaminan kredit yang diberikan, kini sudah puluhan juta UMKM yang mendapatkan akses permodalan dari perbankan. Bagaimana peran Jamkrindo dalam upaya memberdayakan UMKM? berikut petikan wawancara dengan Direktur Utama PT Jamkrindo Putrama Wahju Setyawan, di Jakarta, Selasa (19/10) lalu.

Bagaimana peran Jakmrindo dalam pembangunan ekonomi nasional?
Jamkrindo dibentuk pada 1970-an. Riwayat awalnya merupakan perusahaan umum (perum). Kemudian 2016 terbit Undang-Undang No 1/2016 tentang Penjaminan yang menjadi landasan hukum beroperasinya Jamkrindo sampai saat ini.

Dalam beleid itu disebutkan Jamkrindo bertugas memberikan penjaminan khusus untuk UMKM dan koperasi. Apalagi fakta bahwa jumlah UMKM di Indonesia saat ini mencapai sekitar 63,9 juta unit dan sektor tersebut menyumbang kontribusi terhadap PDB nasional 60%. Namun, ada kendala di UMKM yaitu keterbatasan aksesibilitas ke lembaga keuangan.

Kalau dipetakan, ada tiga jenis UMKM yaitu belum visible dan belum bankable; visible tetapi belum bankable; serta visible dan bankable. Nah, tugas Jamkrindo adalah bagaimana mampu berperan agar UMKM yang kategori visible tapi belum bankable menjadi visible dan bankable. Dalam artian, yang visible tetapi belum bankable karena di bank mensyaratkan adanya jaminan, agunan.

Di situlah peran Jamkrindo memberikan penjaminan sehingga secara analisa bank dari sisi usaha, jaminan itu terpenuhi dan bisa mendapatkan akses modal kerja maupun investasi dari perbankan. Artinya, bisnis kita ada di ranah yang bersifat marjinal karena membantu yang sudah visible tetapi belum bankable. Untuk itulah kami ada.

Dari tiga kriteria tersebut, mana yang paling banyak?
Paling tidak, kita bisa melihatnya dari jumlah debitur. Jenisnya kalau di bank yang kami jamin itu adalah yang masuk dalam program Kredit Usaha Rakyat (KUR). Karena pemerintah melihat kontribusi besar UMKM terhadap PDB, makanya diberikan program KUR untuk mengakomodasi akses permodalan kepada UMKM yang sudah visible tetapi belum bankable.

Bagaimana dengan UMKM yang kategori belum visible maupun bankable?
Di Jamkrindo ada unit pemeringkatan UMKM yang saat ini ada 5.000 UMKM binaan yang masuk kategori belum visible dan belum bankable. Program ini sudah berjalan sejak 2019. Kami ada website umkmlayak.go.id. Tidak hanya Jamkrindo, tapi juga kerjasama dengan organisasi non pemerintah, Kementerian Koperasi dan UKM, Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Jadi kita rutin memberikan peningkatan kapabilitas dalam bentuk literasi keuangan, produksi, pemasaran, dan lainnya. Misalnya, menggratiskan UMKM penggunaan laporan keuangan digital melalui aplikasi. Dengan itu, kami berharap literasi keuangan mereka meningkat dan bisa naik kelas ke visible dan belum bankable.

Sudah ada yang naik kelas?
Sejauh ini masih belum terdata. Tapi kami berupaya langkah selanjutnya yaitu bagaimana web umkmlayak.go.id ini bisa terkoneksi dengan perbankan, marketplace. Ini bisa jadi sumber target pasarnya perbankan.

Apa yang dilakukan ketika ditunjuk menjadi direktur utama?
Transformasi yang saya lakukan terkait tiga hal yaitu rasionalisasi produk, cost efficiency, dan superior services. Rasionalisasi produk itu untuk melihat profitabilitas produk. Dari profitabilitas produk, maka akan diketahui produk mana yang seharusnya dikembangkan maupun yang dihentikan dulu.

Kalau superior services itu berangkat dari konsep laporan keuangan ada pendapatan, biaya, dan laba. Intinya, bagaimana mendapatkan pendapatan yang maksimal. Saya ingin setiap produk bisa memberikan kontribusi keuntungan kepada perusahaan.

Apa saja produk penjaminan dari Jamkrindo?
Kita memiliki banyak produk penjaminan seperti KUR, Kredit Modal Kerja dalam rangka Pemulihan Ekonomi Nasional (KMK PEN), Kontra Bank Garansi dan Suretyship, Kredit Konsumtif, Penjaminan produktif non KUR dan non KMK PEN. Untuk yang non KUR dan non KMK PEN ini contohnya kredit mikro, konstruksi, dan umum. Kalau kredit mikro masuknya komersial, beda dengan KUR UMKM lebih di batasan plafon dan bunga.

Produk mana yang paling visible?
Sampai saat ini masih program pemerintah yaitu KUR dan KMK PEN. Tetapi kalau produk kami secara keseluruhan, saat ini profitabilitasnya sudah positif.

Berapa marketshare Jamkrindo saat ini?
Sekarang market kita 99%.

Di masa pandemi, sejauh mana kinerja Jamkrindo?
Hasilnya positif. Laba tumbuh sekitar 97% year on year (yoy) di Agustus 2021. Kalau profitnya tahun ini sekitar Rp554 miliar sampai September. Secara year on year (yoy) September 2020 itu labanya sekitar Rp300,8 miliar. Mayoritas ditopang oleh KUR dan KMK PEN.

Dari jumlah debitur yang dijamin Jamkrindo, sampai Agustus 2021 sekitar 2,9 juta UMKM dengan total penyerapan tenaga kerja mencapai 3,2 juta orang. Jumlah kredit atau volume penjaminan yang sudah kita jamin sekitar Rp100,5 triliun. Jika diakumulasikan sejak 2007 saat KUR diluncurkan, total 22 juta UMKM yang sudah dijamin dengan penyerapan tenaga kerja melebihi 31 juta orang. Nilai total yang sudah disalurkan sekitar Rp513 triliun. Ini dilihat dari jumlah debitur atau penyaluran yang jadi ukuran, bukan outstanding-nya.

Apa yang membedakan dengan asuransi?
Sebetulnya konsep bisnisnya adalah tripartite. Ada perbankan, debitur UMKM, dan Jamkrindo. Sifatnya itu business to business, to customer (B to B to C). Jadi, Jamkrindo menjamin kepada pihak perbankan, tidak langsung kepada UMKM-nya. Inilah bedanya konsep di asuransi. Mereka B to C, langsung ke konsumennya.

Bagaimana pembagian fungsi, strategi, dan kolaborasi dengan perusahaan lain dalam holding Indonesia Financial Group (IFG)?
Holding IFG juga memiliki program transformasi terkait manajemen risiko, tata kelola yang lebih governance. Makanya sejalan dengan rencana awal saya di sini, kemudian dibentulkan komite manajemen risiko, komite aktuaria, komite investasi, komite produk.

Kolaborasi di dalam holding ini ada lima strategic issues yaitu terkait bisnis, investasi, proses bisnis, SDM, dan sharing fasilitas. Termasuk juga dari aspek pricing strategy, product bundling.

Di bawah holding ini kita lengkap, misalnya kami berikan penjaminan kredit non KUR untuk UMKM, nanti dari yang lain bisa ada produk asuransi jiwa dari IFG life, asuransi umum Jasindo, dan lainnya. Ini sudah mulai dijalankan. Jadi ibaratnya konsorsium di satu nasabah yang sama ada berbagai produk jaminan seperti jaminan kredit, asuransi jiwa. One stop service.

Demikian juga dari sisi investasi. Selama ini dilakukan sendiri-sendiri. Begitu dikoordinir holding, kita memiliki bargaining position yang lebih kuat ke market. Sekarang ini total aset holding kurang lebih sudah Rp100 triliun, menjadi yang terbesar di Asia Tenggara. Kemudian dari sisi bisnis juga lebih efisien, karena ada proses otomasi, digitalisasi.

Bagaimana berkompetisi dengan perusahaan penjamin yang lain?
Kalau dari sisi produk relatif sama dengan perusahaan penjamin yang swasta, seperti Sinar Mas. Pemain lain, di daerah, pemerintah daerah juga boleh punya Jamkrida. Memang ada kompetisi, tetapi kalau dalam penjaminan yang diaturnya adalah gearing ratio. Jadi modal yang dimiliki diatur sesuai ketentuan Peraturan OJK, untuk penjaminan produktif itu maksimal 20 kali dari modal. Industri ini memang mensyaratkan kecukupan modal yang kuat, mengingat risikonya besar dalam penjaminan tadi.

Apa harapan ke depan terhadap UMKM, setelah pandemi Covid-19 mulai menurun?
Ini merupakan bentuk koordinasi lintas sektoral yang sangat baik antara Kemenko perekonomian, kementerian keuangan, kementerian koperasi UKM, dan otoritas. Adanya perpanjangan relaksasi ini sampai 2023 merupakan bentuk keberpihakan kepada UMKM. Artinya, kita meyakini dengan relaksasi ini akan membuat UMKM bangkit.

Di era industri 4.0 bagaimana Jamkrindo meningkatkan skill manajemen risiko?
Kita menyadari digitalisasi membawa banyak perubahan di seluruh sendi kehidupan. Cara berbisnis, prosesnya, juga berubah. Ini merupakan suatu hal mutlak yang harus dipersiapkan. Makanya di dalam holding IFG ada konsep fundamental yaitu peningkatan digital capabilities. Di Jamkrindo, ada di superior services. Kita sudah mulai menyiapkan bagaimana nasabah bisa mengakses Jamkrindo secara digital melalui aplikasi mobile, sudah diujicoba dari beberapa waktu lalu, khususnya bagi nasabah non KUR dan non KMK PEN.

Bagaimana perusahaan berkontribusi ke pemegang saham dalam hal profit, di sisi lain ada program untuk membantu UMKM. Bagaimana menyeimbangkan dua hal ini?
Kontribusi dari program penugasan pemerintah ini masih positif, justru memberikan kontribusi yang besar dari sisi volumenya. Tetapi juga merupakan tantangan bagi kami di industri penjaminan dalam meningkatkan kapabilitas sehingga mampu membuat inovasi penjaminan untuk produk yang lain. Bersama perbankan, kita mencoba melakukan penjaminan UMKM yang bisnisnya sudah ekspor, dan lainnya.
(ynt)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1520 seconds (0.1#10.140)