Tarif Turun Jadi Rp275.000, Bisnis PCR Sangat Menguntungkan Sepanjang Pandemi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Tes polymerase chain reaction atau PCR digunakan untuk mendiagnosis penyakit Covid-19, yaitu dengan mendeteksi material genetik virus Corona. Metode ini dinilai lebih akurat mendeteksi Covid-19 dibandingkan tes swab antigen, namun harga tes PCR masih terbilang mahal.
Dalam perkembangannya telah menjadi syarat wajib dalam beraktivitas hingga bepergian. Namun di balik peraturan tersebut, terdapat oknum yang menjadikan tes PCR sebagai ladang bisnis di tengah pandemi . Seperti diungkapkan oleh Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) dalam temuan di lapangan selama ini. Harga eceran tertinggi tes PCR berubah menjadi berkali lipat lebih mahal.
Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi mengungkapkan, dimana ada oknum pelaku testing Covid-19 melalui metode PCR ini menaikkan harganya 3 kali lipat dibanding PCR harga normal. Hal ini dapat menguntungkan pihak pelaku penyedia jasa tes PCR nakal.
"HET PCR di lapangan banyak diakali oleh provider (penyedia) dengan istilah 'PCR Ekspress', yang harganya tiga kali lipat dibanding PCR yang normal. Ini karena PCR normal hasilnya terlalu lama, minimal 1x24 jam," tutur Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi.
Dia juga menilai kebijakan wajib PCR bagi penumpang pesawat diskriminatif karena memberatkan dan menyulitkan konsumen. "Diskriminatif, karena sektor transportasi lain hanya menggunakan antigen, bahkan tidak pakai apapun," katanya.
Perbedaan harga pulau Jawa dan luar Jawa selama ini banyak lab kesehatan yang memaksimalkan keuntungan dari PCR. Terutama soal biaya tes yang tidak sama antara di Jawa dan luar Jawa, meski pemerintah sudah menetapkan harga tertingginya. Ketika ada permintaan hasil tes lebih cepat, bakal harga tes PCR bisa berubah menjadi lebih mahal.
Sementara itu Indonesia Corruption Watch (ICW) pernah memperkirakan penyedia jasa tes swab PCR sudah meraup untung sebesar Rp10,46 triliun sepanjang pandemi Covid-19 di Indonesia. Hitungan itu berdasarkan jumlah spesimen yang sudah dikumpulkan sebanyak 25.840.025 dikalikan dengan 20% profit keuntungan dari harga PCR sebelum diturunkan yakni sebesar Rp900 ribu per tes.
Diketahui, komponen harga tes swab PCR terdiri dari pembelian alat, harga reagen, biaya SDM, depresiasi alat, overheat, biaya administrasi, dan margin profit untuk penyedia jasa sebesar 15-20 persen.
Terhitung pemerintah telah dua kali menurunkan harga tes swab PCR, lantaran masih belum terjangkau dan menuai kritik masyarakat. Pada akhir Agustus 2021 lalu, Kemenkes menurunkan harga tes PCR menjadi Rp 495 ribu untuk pulau Jawa dan Bali, serta Rp 525 ribu untuk luar pulau Jawa dan Bali, atau turun sebesar 45% dari harga sebelumnya.
Harga jasa tes PCR menjadi sorotan publik beberapa hari terakhir. Bermula dari sikap pemerintah yang mewajibkan syarat PCR bagi penumpang pesawat selama PPKM Jawa-Bali. Kritik muncul dari banyak pihak karena moda transportasi lain tidak dikenakan syarat serupa.
Akhir tarif terbaru tes PCR ditetapkan pemerintah, dimana tarif tes PCR kembali diturunkan. Harga tes PCR untuk Jawa-Bali menjadi Rp275 ribu. Sementara, untuk luar Jawa-Bali sebesar Rp300 ribu.
Dalam perkembangannya telah menjadi syarat wajib dalam beraktivitas hingga bepergian. Namun di balik peraturan tersebut, terdapat oknum yang menjadikan tes PCR sebagai ladang bisnis di tengah pandemi . Seperti diungkapkan oleh Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) dalam temuan di lapangan selama ini. Harga eceran tertinggi tes PCR berubah menjadi berkali lipat lebih mahal.
Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi mengungkapkan, dimana ada oknum pelaku testing Covid-19 melalui metode PCR ini menaikkan harganya 3 kali lipat dibanding PCR harga normal. Hal ini dapat menguntungkan pihak pelaku penyedia jasa tes PCR nakal.
"HET PCR di lapangan banyak diakali oleh provider (penyedia) dengan istilah 'PCR Ekspress', yang harganya tiga kali lipat dibanding PCR yang normal. Ini karena PCR normal hasilnya terlalu lama, minimal 1x24 jam," tutur Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi.
Dia juga menilai kebijakan wajib PCR bagi penumpang pesawat diskriminatif karena memberatkan dan menyulitkan konsumen. "Diskriminatif, karena sektor transportasi lain hanya menggunakan antigen, bahkan tidak pakai apapun," katanya.
Perbedaan harga pulau Jawa dan luar Jawa selama ini banyak lab kesehatan yang memaksimalkan keuntungan dari PCR. Terutama soal biaya tes yang tidak sama antara di Jawa dan luar Jawa, meski pemerintah sudah menetapkan harga tertingginya. Ketika ada permintaan hasil tes lebih cepat, bakal harga tes PCR bisa berubah menjadi lebih mahal.
Sementara itu Indonesia Corruption Watch (ICW) pernah memperkirakan penyedia jasa tes swab PCR sudah meraup untung sebesar Rp10,46 triliun sepanjang pandemi Covid-19 di Indonesia. Hitungan itu berdasarkan jumlah spesimen yang sudah dikumpulkan sebanyak 25.840.025 dikalikan dengan 20% profit keuntungan dari harga PCR sebelum diturunkan yakni sebesar Rp900 ribu per tes.
Diketahui, komponen harga tes swab PCR terdiri dari pembelian alat, harga reagen, biaya SDM, depresiasi alat, overheat, biaya administrasi, dan margin profit untuk penyedia jasa sebesar 15-20 persen.
Terhitung pemerintah telah dua kali menurunkan harga tes swab PCR, lantaran masih belum terjangkau dan menuai kritik masyarakat. Pada akhir Agustus 2021 lalu, Kemenkes menurunkan harga tes PCR menjadi Rp 495 ribu untuk pulau Jawa dan Bali, serta Rp 525 ribu untuk luar pulau Jawa dan Bali, atau turun sebesar 45% dari harga sebelumnya.
Harga jasa tes PCR menjadi sorotan publik beberapa hari terakhir. Bermula dari sikap pemerintah yang mewajibkan syarat PCR bagi penumpang pesawat selama PPKM Jawa-Bali. Kritik muncul dari banyak pihak karena moda transportasi lain tidak dikenakan syarat serupa.
Akhir tarif terbaru tes PCR ditetapkan pemerintah, dimana tarif tes PCR kembali diturunkan. Harga tes PCR untuk Jawa-Bali menjadi Rp275 ribu. Sementara, untuk luar Jawa-Bali sebesar Rp300 ribu.
(akr)