Dirgantara Indonesia Target Pesawat N219 Jenis Amphibi Beroperasi 2023
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah terus mengembangkan pesawat N219 jenis amphibi (N219A) untuk menunjang kebutuhan transportasi dalam negeri. Pesawat ini dapat melakukan lepas landas dan pendaratan di permukaan air.
Dari perkiraan PT Dirgantara Indonesia (Persero) bila sesuai dengan linimasa, pesawat N219 dapat melaksanakan penerbangan pertamanya di tahun 2023.
Pesawat memiliki kecepatan hingga 296 km per jam pada ketinggian maksimal 10.000 kaki. Dengan beban 1.560 kg, pesawat mampu menempuh jarak hingga 231 km.
Take-off untuk ketinggian 35 kaki dari darat membutuhkan jarak 500 meter, sedangkan dari air pesawat membutuhkan jarak hingga 1.400 meter. Kemudian untuk landing dari ketinggian 50 kaki membutuhkan jarak 590 meter untuk di darat, dan 760 meter untuk di laut.
Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi (Kemenko Marves) Ayodhia G L Kalake menyatakan, pesawat tersebut telah diproduksi dengan mengedepankan TKDN, sehingga hasil karya PT Dirgantara Indonesia (Persero) ini akan mendukung pengembangan konektivitas darat dan laut di Indonesia.
"Tentunya, pesawat ini begitu sesuai dengan karakteristik Nusantara sebagai negara kepulauan. Kemenko Marves sangat mendorong pengembangan pesawat N219 Amphibi ini karena kegunaaan sangat diperlukan bagi negara kepulauan seperti Indonesia," ujar Ayodhia, Sabtu (13/11/2021).
Fleksibilitas yang dimiliki pesawat N219 mampu mencakup darat, danau, sungai besar, hingga teluk dan laut. Selain itu, amphiport (airport untuk pesawat amphibi) dapat dibangun dengan lebih mudah dan murah dibandingkan dengan airport pada umumnya.
Pesawat pun mampu dimanfaatkan untuk berbagai sektor, seperti layanan pariwisata, layanan perjalanan dinas pemerintahan, oil and gas company, layanan kesehatan masyarakat, SAR dan penanggulangan bencana, dan pengawasan wilayah Maritim.
Pemerintah menargetkan N219 jenis amphibi akan dioperasikan di sejumlah daerah di Indonesia. Seperti Danau Toba di Sumatera, Pulau Bawah Kepulauan Riau, Pulau Derawan Kalimantan Timur, Raja Ampat, Wakatobi, dan Pulau Moyo. Potensi pasar yang besar juga terlihat khususnya di Asia Pasifik.
Dari perkiraan PT Dirgantara Indonesia (Persero) bila sesuai dengan linimasa, pesawat N219 dapat melaksanakan penerbangan pertamanya di tahun 2023.
Pesawat memiliki kecepatan hingga 296 km per jam pada ketinggian maksimal 10.000 kaki. Dengan beban 1.560 kg, pesawat mampu menempuh jarak hingga 231 km.
Take-off untuk ketinggian 35 kaki dari darat membutuhkan jarak 500 meter, sedangkan dari air pesawat membutuhkan jarak hingga 1.400 meter. Kemudian untuk landing dari ketinggian 50 kaki membutuhkan jarak 590 meter untuk di darat, dan 760 meter untuk di laut.
Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi (Kemenko Marves) Ayodhia G L Kalake menyatakan, pesawat tersebut telah diproduksi dengan mengedepankan TKDN, sehingga hasil karya PT Dirgantara Indonesia (Persero) ini akan mendukung pengembangan konektivitas darat dan laut di Indonesia.
"Tentunya, pesawat ini begitu sesuai dengan karakteristik Nusantara sebagai negara kepulauan. Kemenko Marves sangat mendorong pengembangan pesawat N219 Amphibi ini karena kegunaaan sangat diperlukan bagi negara kepulauan seperti Indonesia," ujar Ayodhia, Sabtu (13/11/2021).
Fleksibilitas yang dimiliki pesawat N219 mampu mencakup darat, danau, sungai besar, hingga teluk dan laut. Selain itu, amphiport (airport untuk pesawat amphibi) dapat dibangun dengan lebih mudah dan murah dibandingkan dengan airport pada umumnya.
Pesawat pun mampu dimanfaatkan untuk berbagai sektor, seperti layanan pariwisata, layanan perjalanan dinas pemerintahan, oil and gas company, layanan kesehatan masyarakat, SAR dan penanggulangan bencana, dan pengawasan wilayah Maritim.
Pemerintah menargetkan N219 jenis amphibi akan dioperasikan di sejumlah daerah di Indonesia. Seperti Danau Toba di Sumatera, Pulau Bawah Kepulauan Riau, Pulau Derawan Kalimantan Timur, Raja Ampat, Wakatobi, dan Pulau Moyo. Potensi pasar yang besar juga terlihat khususnya di Asia Pasifik.
(uka)