Jualan Minyak Goreng Curah Dilarang, Pedagang Pasar hingga Gorengan Angkat Bicara
loading...
A
A
A
JAKARTA - Harga minyak goreng naik dalam beberapa waktu terakhir, baik minyak goreng kemasan maupun curah. Pemerintah pun memastikan penghapusan minyak goreng curah pada 1 Januari 2022.
Rencana tersebut menuai reaksi dari pedagang sembako di pasar rakyat. Salah satunya, Ganjar pedagang di pasar Kramat Jati, Jakarta Timur. Ia mengungkapkan narasi minyak goreng curah akan dicabut sudah lama digaungkan.
Ganjar tidak masalah apabila dicabut dari peredaran, karena minyak goreng curah cepat kotor dan menjadi minyak jelantah.Ganjar mengaku tidak masalah kalau pun minyak goreng curah nantinya ditiadakan di pasaran. Karena yang terpenting adalah ketersediaan barang tersebut mampu untuk memenuhi kebutuhan pasar.
"Kalau minyak curah tidak ada itu tidak apa-apa, tapi minyak-minyak kemasan itu harus ready, yang penting harga minyak standar aja," ujar Ganjar kepada MNC Portal, Sabtu (27/11/2021).
Menurut dia saat ini harga minyak goreng baik yang curah maupun yang kemasan sama-sama memiliki harga yang relatif tinggi yang berakibat pada permintaan yang menurun.
"Sekarang melonjak naik harganya, sekarang saja jual sekitar Rp20 ribu per kilogram dulu itu Rp14 ribu smapai Rp16 ribu. Sekarang yang laris itu minyak kemasan diserbu pelanggan," lanjut Ganjar.
Ganjar menyebut kenaikan harga tersebut terjadi secara bertahap yang dimulai sejak tahun lalu dan tidak kunjung mengalami penurunan hingga saat ini. "Itu sudah agak lama sih, cuma naiknya bertahap, sejak tahun kemarin sampai tahun ini, harganya tidak pernah turun," tutur Ganjar.
Senada, pedagang lain bernama Yono justru menyambut baik jika minyak goreng curah akan dihilangkan dari pasar pada Januari mendatang. "Ya bagus ya, karena minyak kemasan itu kan lebih higenis, lebih bagus, minyak curah lagi naik terus, satu kilo Rp20 ribu," sambung Yono.
"Saya berharap sih kembali normal, saya lebih suka menjual minyak kemasan, karena lebih praktis," harap Yono.
Kenaikan minyak goreng saat ini direspons oleh salah satu pedagang minyak goreng curah bernama Hajiahgilah yang sudah berjualan minyak goreng lebih dari 30 tahun. Bisa dikatakan olehnya kalau harga minyak goreng kali ini menjadi yang termahal sejak dirinya berjualan di Pasar Kramat Jati.
"Sekarang memang minyak sedang mahal, minyak curah ya mahal, minyak curah ya mahal, sama aja, masyarakat sama saja tetap beli, karena perlu, mau direbus terus ya ora gelem (tidak mau)" sambung Hajiahgilah.
Ia berharap harga minyak goreng bisa kembali normal supaya konsumsi masyarakat terhadap minyak goreng juga bisa kembali normal. "Harapannya mudah-mudahan harganya turun, kasian masyarakat, kalau mahal kan belinya sedikit, tapi kalau murah kan belinya jadi mendingan," tambahnya.
Harga minyak goreng yang tinggi belakangan sama dengan harga minyak goreng kemasan membuat salah satu penjual gorengan bernama Yadi semakin terbiasa menggunakan minyak goreng kemasan. "Ya paling kalau curah tidak ada ya pakai yang kemasan, sekarang harga minyak mahal dan keuntungan menipis, sekarang 2 literan 200 lebih," kata Yadi.
Lihat Juga: Bos Bank Sentral Warning, Perang Iran-Israel Bisa Mengulang Guncangan Energi Era 1970-an
Rencana tersebut menuai reaksi dari pedagang sembako di pasar rakyat. Salah satunya, Ganjar pedagang di pasar Kramat Jati, Jakarta Timur. Ia mengungkapkan narasi minyak goreng curah akan dicabut sudah lama digaungkan.
Ganjar tidak masalah apabila dicabut dari peredaran, karena minyak goreng curah cepat kotor dan menjadi minyak jelantah.Ganjar mengaku tidak masalah kalau pun minyak goreng curah nantinya ditiadakan di pasaran. Karena yang terpenting adalah ketersediaan barang tersebut mampu untuk memenuhi kebutuhan pasar.
"Kalau minyak curah tidak ada itu tidak apa-apa, tapi minyak-minyak kemasan itu harus ready, yang penting harga minyak standar aja," ujar Ganjar kepada MNC Portal, Sabtu (27/11/2021).
Menurut dia saat ini harga minyak goreng baik yang curah maupun yang kemasan sama-sama memiliki harga yang relatif tinggi yang berakibat pada permintaan yang menurun.
"Sekarang melonjak naik harganya, sekarang saja jual sekitar Rp20 ribu per kilogram dulu itu Rp14 ribu smapai Rp16 ribu. Sekarang yang laris itu minyak kemasan diserbu pelanggan," lanjut Ganjar.
Ganjar menyebut kenaikan harga tersebut terjadi secara bertahap yang dimulai sejak tahun lalu dan tidak kunjung mengalami penurunan hingga saat ini. "Itu sudah agak lama sih, cuma naiknya bertahap, sejak tahun kemarin sampai tahun ini, harganya tidak pernah turun," tutur Ganjar.
Senada, pedagang lain bernama Yono justru menyambut baik jika minyak goreng curah akan dihilangkan dari pasar pada Januari mendatang. "Ya bagus ya, karena minyak kemasan itu kan lebih higenis, lebih bagus, minyak curah lagi naik terus, satu kilo Rp20 ribu," sambung Yono.
"Saya berharap sih kembali normal, saya lebih suka menjual minyak kemasan, karena lebih praktis," harap Yono.
Kenaikan minyak goreng saat ini direspons oleh salah satu pedagang minyak goreng curah bernama Hajiahgilah yang sudah berjualan minyak goreng lebih dari 30 tahun. Bisa dikatakan olehnya kalau harga minyak goreng kali ini menjadi yang termahal sejak dirinya berjualan di Pasar Kramat Jati.
"Sekarang memang minyak sedang mahal, minyak curah ya mahal, minyak curah ya mahal, sama aja, masyarakat sama saja tetap beli, karena perlu, mau direbus terus ya ora gelem (tidak mau)" sambung Hajiahgilah.
Ia berharap harga minyak goreng bisa kembali normal supaya konsumsi masyarakat terhadap minyak goreng juga bisa kembali normal. "Harapannya mudah-mudahan harganya turun, kasian masyarakat, kalau mahal kan belinya sedikit, tapi kalau murah kan belinya jadi mendingan," tambahnya.
Harga minyak goreng yang tinggi belakangan sama dengan harga minyak goreng kemasan membuat salah satu penjual gorengan bernama Yadi semakin terbiasa menggunakan minyak goreng kemasan. "Ya paling kalau curah tidak ada ya pakai yang kemasan, sekarang harga minyak mahal dan keuntungan menipis, sekarang 2 literan 200 lebih," kata Yadi.
Lihat Juga: Bos Bank Sentral Warning, Perang Iran-Israel Bisa Mengulang Guncangan Energi Era 1970-an
(nng)