Demi Dunia Usaha, Pemerintah Beri Insentif Perpajakan Rp123,01 Triliun
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan menggelontorkan insentif pajak sebagai upaya menjaga sisi supply (penawaran) agar kegiatan dunia usaha tidak terhenti akibat Covid-19.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (Kepala BKF) Febrio Kacaribu mengatakan, insentif pajak ini diberikan untuk mengurangi pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat dampak pembatasan sosial guna menghindari penularan Covid-19.
Total insentif perpajakan yang disiapkan pemerintah untuk dunia usaha adalah sebesar Rp123,01 triliun. Anggaran tersebut mencakup insentif PPh Final UMKM Ditanggung Pemerintah (DTP), tambahan insentif pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 DTP sebesar Rp14 triliun serta cadangan dan stimulus lainnya sebesar Rp26 triliun.
(Baca Juga: Insentif dan Penyederhanaan Regulasi Bisa Jadi Kunci Pemulihan Ekonomi Nasional)
Sementara, sektor-sektor yang terkoreksi dalam akibat pembatasan sosial Covid-19 pada kuartal I tahun 2020 adalah manufaktur (2,1%), perdagangan (1,6%) dan transportasi (1,3%). Padahal, mengacu pada tahun sebelumnya, sektor manufaktur biasanya dapat tumbuh hingga 4%.
"Perdagangan terpukul, baik besar maupun ritel. Penjualnya harus tutup, di sisi lain, pembelinya pun banyak yang mengurangi pembeliannya karena tidak keluar. Di rumah, dia belanjanya jauh lebih sedikit. Orang cuma beli sembako saja, barang-barang yang lain tidak banyak saat ini. Banyak yang berjaga-jaga, tidak spend terlalu banyak. Transportasi jelas, karena mobilitas," ujar Febrio di Jakarta, Rabu (10/6/2020).
Dia melanjutkan, bentuk insentif pajak yang diberikan pemerintah terkait wajib pajak yang mendapat fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (WP KITE) dan Kawasan Berikat adalah pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 yang ditanggung pemerintah (DTP) untuk pegawai berpenghasilan bruto bersifat tetap dan teratur yang disetahunkan tidak lebih dari Rp200 juta.
"Ini berlaku untuk 440 Kelompok Lapangan Usaha (KLU) sektor manufaktur dan WP KITE sesuai PMK 23/2020. Sedangkan sektor terkait PMK 44/2020, PPh 21 diberikan untuk 1.062 KLU, WP KITE dan WP Kawasan Berikat. Total PPh 21 DTP adalah sebesar Rp25,66 triliun," jelasnya.
(Baca Juga: Pemulihan Ekonomi Nasional, Pemerintah Anggarkan Rp318,09 Triliun)
Sementara itu, pembebasan PPh Pasal 22 Impor untuk 102 KLU manufaktur dan WP KITE sesuai PMK 23/2020. Sedangkan sektor terkait PMK 44/2020 terdapat 431 KLU baik untuk WP KITE dan WP Kawasan Berikat. Total PPh 22 Impor yang dibebaskan sebesar Rp14,75 triliun.
Selain itu, pengurangan angsuran PPh Pasal 25 sebesar 30% untuk 102 KLU manufaktur dan WP KITE sesuai PMK 23/2020. Sedangkan sektor terkait PMK 44/2020 terdapat 846 KLU baik WP KITE maupun WP Kawasan Berikat. Total anggaran diskon angsuran PPh Pasal 25 30% adalah Rp14,4 triliun.
Lalu, pengembalian pendahuluan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk 102 KLU manufaktur dan WP KITE. Sedangkan sektor terkait PMK 44/2020 berlaku untuk 431 KLU baik WP KITE maupun Kawasan Berikat. Total anggaran pengembalian pendahuluan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah sebesar Rp5,8 triliun. Terakhir, penurunan tarif PPh Badan dari 25% menjadi 22% atau dikurangi 3% dengan total nilai insentif Rp20 triliun sesuai UU No. 2/2020.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (Kepala BKF) Febrio Kacaribu mengatakan, insentif pajak ini diberikan untuk mengurangi pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat dampak pembatasan sosial guna menghindari penularan Covid-19.
Total insentif perpajakan yang disiapkan pemerintah untuk dunia usaha adalah sebesar Rp123,01 triliun. Anggaran tersebut mencakup insentif PPh Final UMKM Ditanggung Pemerintah (DTP), tambahan insentif pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 DTP sebesar Rp14 triliun serta cadangan dan stimulus lainnya sebesar Rp26 triliun.
(Baca Juga: Insentif dan Penyederhanaan Regulasi Bisa Jadi Kunci Pemulihan Ekonomi Nasional)
Sementara, sektor-sektor yang terkoreksi dalam akibat pembatasan sosial Covid-19 pada kuartal I tahun 2020 adalah manufaktur (2,1%), perdagangan (1,6%) dan transportasi (1,3%). Padahal, mengacu pada tahun sebelumnya, sektor manufaktur biasanya dapat tumbuh hingga 4%.
"Perdagangan terpukul, baik besar maupun ritel. Penjualnya harus tutup, di sisi lain, pembelinya pun banyak yang mengurangi pembeliannya karena tidak keluar. Di rumah, dia belanjanya jauh lebih sedikit. Orang cuma beli sembako saja, barang-barang yang lain tidak banyak saat ini. Banyak yang berjaga-jaga, tidak spend terlalu banyak. Transportasi jelas, karena mobilitas," ujar Febrio di Jakarta, Rabu (10/6/2020).
Dia melanjutkan, bentuk insentif pajak yang diberikan pemerintah terkait wajib pajak yang mendapat fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (WP KITE) dan Kawasan Berikat adalah pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 yang ditanggung pemerintah (DTP) untuk pegawai berpenghasilan bruto bersifat tetap dan teratur yang disetahunkan tidak lebih dari Rp200 juta.
"Ini berlaku untuk 440 Kelompok Lapangan Usaha (KLU) sektor manufaktur dan WP KITE sesuai PMK 23/2020. Sedangkan sektor terkait PMK 44/2020, PPh 21 diberikan untuk 1.062 KLU, WP KITE dan WP Kawasan Berikat. Total PPh 21 DTP adalah sebesar Rp25,66 triliun," jelasnya.
(Baca Juga: Pemulihan Ekonomi Nasional, Pemerintah Anggarkan Rp318,09 Triliun)
Sementara itu, pembebasan PPh Pasal 22 Impor untuk 102 KLU manufaktur dan WP KITE sesuai PMK 23/2020. Sedangkan sektor terkait PMK 44/2020 terdapat 431 KLU baik untuk WP KITE dan WP Kawasan Berikat. Total PPh 22 Impor yang dibebaskan sebesar Rp14,75 triliun.
Selain itu, pengurangan angsuran PPh Pasal 25 sebesar 30% untuk 102 KLU manufaktur dan WP KITE sesuai PMK 23/2020. Sedangkan sektor terkait PMK 44/2020 terdapat 846 KLU baik WP KITE maupun WP Kawasan Berikat. Total anggaran diskon angsuran PPh Pasal 25 30% adalah Rp14,4 triliun.
Lalu, pengembalian pendahuluan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk 102 KLU manufaktur dan WP KITE. Sedangkan sektor terkait PMK 44/2020 berlaku untuk 431 KLU baik WP KITE maupun Kawasan Berikat. Total anggaran pengembalian pendahuluan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah sebesar Rp5,8 triliun. Terakhir, penurunan tarif PPh Badan dari 25% menjadi 22% atau dikurangi 3% dengan total nilai insentif Rp20 triliun sesuai UU No. 2/2020.
(fjo)