NFT Juga Kena Pajak, Begini Aturan Mainnya

Minggu, 16 Januari 2022 - 17:50 WIB
loading...
NFT Juga Kena Pajak, Begini Aturan Mainnya
Kenapa Ghozali yang sukses meraup uang miliaran rupiah berkat bisnis Non-Fungible Token (NFT) dengan menjual foto selfie-nya di senggol Ditjen Pajak. Lantas apakah NFT juga kena pajak, begini penjelasannya. Foto/Dok
A A A
JAKARTA - Viralnya Ghozali yang sukses meraup uang miliaran rupiah berkat bisnis Non-Fungible Token (NFT) dengan menjual foto selfie-nya sebagai produk NFT di OpenSea. Lantas apakah NFT yang merupakan aset digital berbasis teknologi blockchain, juga kena pajak ?.



Pajak uang kripto dan NFT belum diatur secara khusus. Namun keuntungan dari kedua aset digital ini tetap dipungut pajak dan wajib dilaporkan.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan, Neilmaldrin Noor menjelaskan, sampai dengan saat ini transaksi NFT maupun kripto masih dalam pembahasan pemerintah.

"Pemerintah belum mengenakan pajak secara khusus terhadap transaksi digital tersebut. Namun, ketentuan umum aturan perpajakan tetap dapat digunakan," kata Neil saat dihubungi SINDOnews di Jakarta, Minggu (16/1/2022).

Pemerintah kini membidik uang kripto dan non-fungible token (NFT) sebagai objek pajak. Peningkatan transaksi kedua aset digital ini dinilai berpotensi mendongkrak penerimaan negara dari sisi pajak.

Sebagaimana disebutkan dalam UU PPh, setiap tambahan kemampuan ekonomis atau pendapatan dikenakan pajak. Hal itu termasuk transaksi yang sedang kita bahas ini, maka tetap dikenakan pajak dengan sistem self assessment.

"Aset NFT maupun aset digital lainnya wajib dilaporkan di SPT Tahunan dengan menggunakan nilai pasar tanggal 31 Desember pada tahun pajak tersebut. Demikian Terima kasih atas bantuannya dalam menjelaskan kepada masyarakat," tandasnya.

Jadi Uang kripto dan NFT dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) dan masuk dalam Surat Pemberitahuan atau SPT Tahunan. Ketentuan pajak penghasilan untuk uang kripto dan NFT tersebut diatur dalam pasal 4 ayat 1 UU PPh di dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Pasal itu menyebutkan, yang menjadi objek pajak adalah penghasilan. Penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri. Penghasilan tersebut dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun.



Otoritas menjelaskan bahwa mengingat belum adanya peraturan khusus untuk kedua aset digital ini, maka skema pajaknya dihitung sebagai pajak penghasilan mengunakan tarif progresif sesuai pasal 17 UU PPh.

Dalam pasal tersebut, tarif PPh dibagi ke dalam lima bracket yakni:

1.Penghasilan kena pajak sampai Rp 60 juta dikenakan tarif 5%
2.Penghasilan Rp 60 juta – Rp 250 juta tarif 15%
3.Penghasilan Rp 250 juta – Rp 500 juta tarif 25%
4.Penghasilan Rp 500 juta – Rp 5 miliar tarif 30%
5.Penghasilan di atas Rp 5 miliar tarif 35%

Diterangkan juga, Ditjen Pajak kini mengkaji dan mendalami pengenaan pajak transaksi kripto dan NFT, termasuk mengenai skema pengenaaan pajaknya. Kajian yang lebih komprehensif diperlukan mengingat kedua aset digital ini merupakan hal baru.

(akr)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1948 seconds (0.1#10.140)