Jerih Payah BP2MI Menjaga Pekerja Migran, Tugas Berat di Tengah Anggaran Seret
loading...
A
A
A
BP2 MI juga telah membangun Command Center sebagai pusat kendali dari BP2MI yang memiliki single big data sebagai upaya perlindungan kepada para PMI. “Yang sangat kami apresiasi, BP2MI juga sukses membangun Peraturan BP2MI Nomor 09 Tahun 2020 tentang Pembebasan Biaya Penempatan PMI bagi sepuluh sektor jabatan,” kata Nurkhasanah.
Ia berharap, dengan perhatian yang lebih baik dari semua pihak, terutama pemerintah, tugas-tugas berat dan menantang yang dihadapi BP2MI bisa tertangani dengan baik. Tugas berat BP2MI tersebut terlihat dari tantangan besar berupa masih merajalelanya sindikat illegal pemberangkat PMI. Nurkhasanah mengutip pernyataan Kepala BP2MI, Benny Rhamdani, beberapa waktu lalu tentang adanya tenggang yang besar antara jumlah PMI yang tercatat di BP2MI dengan catatan Bank Dunia.
Saat itu Benny mengatakan, sekitar 80 persen dari pekerja migran yang berangkat ke luar negeri dilakukan dengan cara ilegal. Data World Bank 2019 menyebut PMI yang ada di luar negeri mencapai sembilan juta orang. Padahal yang tercatat berangkat secara legal hanya sekitar 3,7 juta orang.
"Di sistem kita 3,7 juta orang, tahu persis mereka dari mana ke mana. Tapi ternyata World Bank mendata ada sembilan juta, ada gap angka sekitar 5,3 juta, berarti itu yang dikirim sindikat," kata Benny saat itu.
Belum lagi BP2MI pun harus menangani pemulangan PMI illegal tersebut, yang tentu memakan biaya tak sedikit. Misalnya, sejak Januari 2020 sampai pertengahan Maret 2021 ada 169.000 migran yang dipulangkan.
Ada pula 760 jenazah dipulangkan, selain 640 PMI yang sakit, yang dibiayai BP2MI sampai sembuh. Tentunya itu bukan angka yang sedikit. “Artinya, dengan peran dan sumbangan PMI yang besar tersebut, kita semua harus lebih memberikan perhatian dan kepedulian kita,” kata ketua AMMI itu.
Ia berharap, dengan perhatian yang lebih baik dari semua pihak, terutama pemerintah, tugas-tugas berat dan menantang yang dihadapi BP2MI bisa tertangani dengan baik. Tugas berat BP2MI tersebut terlihat dari tantangan besar berupa masih merajalelanya sindikat illegal pemberangkat PMI. Nurkhasanah mengutip pernyataan Kepala BP2MI, Benny Rhamdani, beberapa waktu lalu tentang adanya tenggang yang besar antara jumlah PMI yang tercatat di BP2MI dengan catatan Bank Dunia.
Saat itu Benny mengatakan, sekitar 80 persen dari pekerja migran yang berangkat ke luar negeri dilakukan dengan cara ilegal. Data World Bank 2019 menyebut PMI yang ada di luar negeri mencapai sembilan juta orang. Padahal yang tercatat berangkat secara legal hanya sekitar 3,7 juta orang.
"Di sistem kita 3,7 juta orang, tahu persis mereka dari mana ke mana. Tapi ternyata World Bank mendata ada sembilan juta, ada gap angka sekitar 5,3 juta, berarti itu yang dikirim sindikat," kata Benny saat itu.
Belum lagi BP2MI pun harus menangani pemulangan PMI illegal tersebut, yang tentu memakan biaya tak sedikit. Misalnya, sejak Januari 2020 sampai pertengahan Maret 2021 ada 169.000 migran yang dipulangkan.
Ada pula 760 jenazah dipulangkan, selain 640 PMI yang sakit, yang dibiayai BP2MI sampai sembuh. Tentunya itu bukan angka yang sedikit. “Artinya, dengan peran dan sumbangan PMI yang besar tersebut, kita semua harus lebih memberikan perhatian dan kepedulian kita,” kata ketua AMMI itu.
(akr)