CPO Jadi Bensin, Menteri Arifin Tasrif Tak Ingin RI Jadi Negara Pengimpor
loading...
A
A
A
KUDUS - Pemerintah kembali menggaet Institut Teknologi Bandung (ITB) dalam melakukan uji coba pembuatan bensin dengan minyak sawit industri (Bensa) skala demo plant.
Bensa berkualitas tinggi ini akan menjadi parameter untuk penyusunan Feasibility Study (FS) dan Detail Engineering Design (DED) untuk produksi Bensa yang direncanakan berkapasitas 238,5 kilo liter (kl) per hari yang akan dibangun di Kabupaten Musi Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan dan Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau.
"Hari ini saya berkesempatan melihat langsung proses dari crude palm oil (CPO) ke bensin , ide ini sudah lama diinisiasi oleh Institut Teknologi Bandung, Profesor Subagjo dan teman-teman, dan kemudian dua tahun yang lalu kita dorong supaya bisa di scale up dari hasil skala laboratoriumnya," ujar Menteri ESDM Arifin Tasrif dikutip dari keterangan resminya, Rabu (26/1/2022).
Lanjutnya, skala pilot plant berkapasitas 1.000 liter umpan per hari itu sudah bisa menghasilkan bahan bakar Bensa yang pada saat katalisnya masih segar bisa menghasilkan bahan bakar dengan Research Octane Number (RON) 115, bahan bakar yang berkualitas tinggi.
Produk Bensa yang terbukti menghasilkan energi berkualitas tinggi sudah sesuai dengan tuntutan zaman, di mana masyarakat dunia sudah lebih peduli dengan penggunaan energi yang ramah lingkungan. Tuntutan ke depan, lanjut Arifin, memang harus menggunakan energi yang bersih, energi yang bisa terbarukan.
"Untuk itu langkah ini sudah tepat, tinggal bagaimana kita melaksanakanya agar proyek ini memiliki nilai komersial yang kompetitif," ungkap Arifin.
Bensa sendiri merupakan salah satu jenis bahan bakar nabati (BBN) yang perlu terus didorong pengembangannya oleh Pemerintah untuk mencapai kemandirian energi dengan mengurangi impor, baik Bahan Bakar Minyak (BBM) maupun LPG, yang terbukti membebani keuangan negara.
"Kita punya batu bara, sawit dari hasil perkebunan, kita upayakan untuk bisa ditingkatkan produksinya, kalau tidak, maka kita akan menjadi negara yang tergantung impor. Berapa banyak devisa yang harus kita keluarkan dan berapa banyak biaya subsidi yang harus kita alokasikan," terang Arifin.
Menurutnya, saat ini Bensa masih tahap pilot project, masih butuh perjuangan yang panjang untuk menuju tahap komersial. Tetapi dari skala laboratorium, dari pilot plant, tentunya kita sudah bisa mengambil parameter-parameter penting bagaimana menuju ke arah skala produksi yang komersial," lanjut Arifin.
"Jadi kita sampaikan kepada tim ITB untuk terus semangat mempercepat proses-proses percobaan dan kemudian juga kita bisa memikirkan kedepannya menjadi skala komersial yang memang bisa dimanfaatkan bukan hanya di dalam negeri, mudah-mudahan juga bisa diekspor ke luar negeri," pungkas Arifin.
Bensa berkualitas tinggi ini akan menjadi parameter untuk penyusunan Feasibility Study (FS) dan Detail Engineering Design (DED) untuk produksi Bensa yang direncanakan berkapasitas 238,5 kilo liter (kl) per hari yang akan dibangun di Kabupaten Musi Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan dan Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau.
"Hari ini saya berkesempatan melihat langsung proses dari crude palm oil (CPO) ke bensin , ide ini sudah lama diinisiasi oleh Institut Teknologi Bandung, Profesor Subagjo dan teman-teman, dan kemudian dua tahun yang lalu kita dorong supaya bisa di scale up dari hasil skala laboratoriumnya," ujar Menteri ESDM Arifin Tasrif dikutip dari keterangan resminya, Rabu (26/1/2022).
Lanjutnya, skala pilot plant berkapasitas 1.000 liter umpan per hari itu sudah bisa menghasilkan bahan bakar Bensa yang pada saat katalisnya masih segar bisa menghasilkan bahan bakar dengan Research Octane Number (RON) 115, bahan bakar yang berkualitas tinggi.
Produk Bensa yang terbukti menghasilkan energi berkualitas tinggi sudah sesuai dengan tuntutan zaman, di mana masyarakat dunia sudah lebih peduli dengan penggunaan energi yang ramah lingkungan. Tuntutan ke depan, lanjut Arifin, memang harus menggunakan energi yang bersih, energi yang bisa terbarukan.
"Untuk itu langkah ini sudah tepat, tinggal bagaimana kita melaksanakanya agar proyek ini memiliki nilai komersial yang kompetitif," ungkap Arifin.
Bensa sendiri merupakan salah satu jenis bahan bakar nabati (BBN) yang perlu terus didorong pengembangannya oleh Pemerintah untuk mencapai kemandirian energi dengan mengurangi impor, baik Bahan Bakar Minyak (BBM) maupun LPG, yang terbukti membebani keuangan negara.
"Kita punya batu bara, sawit dari hasil perkebunan, kita upayakan untuk bisa ditingkatkan produksinya, kalau tidak, maka kita akan menjadi negara yang tergantung impor. Berapa banyak devisa yang harus kita keluarkan dan berapa banyak biaya subsidi yang harus kita alokasikan," terang Arifin.
Menurutnya, saat ini Bensa masih tahap pilot project, masih butuh perjuangan yang panjang untuk menuju tahap komersial. Tetapi dari skala laboratorium, dari pilot plant, tentunya kita sudah bisa mengambil parameter-parameter penting bagaimana menuju ke arah skala produksi yang komersial," lanjut Arifin.
"Jadi kita sampaikan kepada tim ITB untuk terus semangat mempercepat proses-proses percobaan dan kemudian juga kita bisa memikirkan kedepannya menjadi skala komersial yang memang bisa dimanfaatkan bukan hanya di dalam negeri, mudah-mudahan juga bisa diekspor ke luar negeri," pungkas Arifin.
(akr)