Kelapa Sawit hingga Pengolahan Ada di Dalam Negeri, Kenapa Minyak Goreng Harus Disubsidi?
loading...
A
A
A
JAKARTA - Harga minyak goreng beberapa bulan terakhir yang melambung tinggi membuat keresahan baik bagi konsumen masyarakat, maupun bagi para pedagang. Pemerintah kemudian mengeluarkan kebijakan minyak goreng satu harga yakni Rp14.000 per liter.
Pertanyaan yang muncul kenapa minyak goreng harus di subsidi. Padahal kelapa sawit -nya ada di dalam negeri, pengolahan juga ada di dalam negeri.
"Jadi kenapa harus subsidi. Harusnya minyak goreng dengan kondisi tersebut murah. Kalau hal tersebut berdasarkan mekanisme pasar seharusnya pemerintah menghentikan ekspor CPO sebagai bahan bakunya dan supaya bisa fokus untuk produksi dan di konsumsi di dalam negeri saja. Apabila sedang surplus baru baru bisa melakukan ekspor," tutur Ketua Hubungan Antar Lembaga Inkopass, Andrian Lame Muhar dalam keterangan tertulisnya, Rabu (2/2/2022).
Ia berharap agar pemerintah membatasi ekspor CPO sebagai langkah agar produsen minyak goreng menjual hasil pengolahan CPO ke dalam negeri. "Harga Rp 14 ribu/liter sebenarnya sudah tinggi menurut masyarakat, karena sebelumnya harga minyak goreng normalnya Rp 11.500-12.000/liter," ungkapnya.
Selain memberatkan masyarakat akan kelangkaan minyak goreng di pasaran, kondisi beberapa waktu terakhir sebelum diatur harganya menyebabkan omset pedagang pasar ikut turun.
"Para pemain minyak goreng harus di atur agar menjual hasil produksi minyak goreng sampai ke pasar dan masyarakat dengan kebijakan satu harga yang sudah ditetapkan pemerintah. Menjelang puasa dan lebaran pemerintah perlu konsisten mengatur harga minyak goreng maupun sembako," kata Andrian Lame Muhar.
Pemerintah membuat Harga Eceran Tertinggi (HET), sehingga siapapun yang menjual di atas harga tersebut dapat dikenakan hukuman. "Pemerintah sudah membuat satgas pangan dan jika ada yang menimbun atau bermain di balik harga minyak goreng ini harus ditindak tegas," pungkas Andrian Lame Muhar.
Meski begitu Ia mengapresiasi kebijakan pemerintah yang berpihak pada masyarakat tersebut. "Informasi yang disampaikan pemerintah perlu kami apresiasi baik, namun dalam pelaksanaanya di lapangan belum sepenuhnya bermanfaat bagi para pedagang pasar," ujar Andrian Lame Muhar.
Diterangkan juga olehnya bahwa dalam prosesnya distribusi minyak goreng subsidi banyak dengan operasi pasar, namun yang melakukan penjualannya bukan dari pedagang pasar. "Jika minyak goreng yang di subsidi pemerintah tersebut hanya bersifat musiman seperti dua bulan sekali, kemudian harga naik kembali, hal tersebut tidak berdampak signifikan," jelas dia.
Pertanyaan yang muncul kenapa minyak goreng harus di subsidi. Padahal kelapa sawit -nya ada di dalam negeri, pengolahan juga ada di dalam negeri.
"Jadi kenapa harus subsidi. Harusnya minyak goreng dengan kondisi tersebut murah. Kalau hal tersebut berdasarkan mekanisme pasar seharusnya pemerintah menghentikan ekspor CPO sebagai bahan bakunya dan supaya bisa fokus untuk produksi dan di konsumsi di dalam negeri saja. Apabila sedang surplus baru baru bisa melakukan ekspor," tutur Ketua Hubungan Antar Lembaga Inkopass, Andrian Lame Muhar dalam keterangan tertulisnya, Rabu (2/2/2022).
Ia berharap agar pemerintah membatasi ekspor CPO sebagai langkah agar produsen minyak goreng menjual hasil pengolahan CPO ke dalam negeri. "Harga Rp 14 ribu/liter sebenarnya sudah tinggi menurut masyarakat, karena sebelumnya harga minyak goreng normalnya Rp 11.500-12.000/liter," ungkapnya.
Selain memberatkan masyarakat akan kelangkaan minyak goreng di pasaran, kondisi beberapa waktu terakhir sebelum diatur harganya menyebabkan omset pedagang pasar ikut turun.
"Para pemain minyak goreng harus di atur agar menjual hasil produksi minyak goreng sampai ke pasar dan masyarakat dengan kebijakan satu harga yang sudah ditetapkan pemerintah. Menjelang puasa dan lebaran pemerintah perlu konsisten mengatur harga minyak goreng maupun sembako," kata Andrian Lame Muhar.
Pemerintah membuat Harga Eceran Tertinggi (HET), sehingga siapapun yang menjual di atas harga tersebut dapat dikenakan hukuman. "Pemerintah sudah membuat satgas pangan dan jika ada yang menimbun atau bermain di balik harga minyak goreng ini harus ditindak tegas," pungkas Andrian Lame Muhar.
Meski begitu Ia mengapresiasi kebijakan pemerintah yang berpihak pada masyarakat tersebut. "Informasi yang disampaikan pemerintah perlu kami apresiasi baik, namun dalam pelaksanaanya di lapangan belum sepenuhnya bermanfaat bagi para pedagang pasar," ujar Andrian Lame Muhar.
Diterangkan juga olehnya bahwa dalam prosesnya distribusi minyak goreng subsidi banyak dengan operasi pasar, namun yang melakukan penjualannya bukan dari pedagang pasar. "Jika minyak goreng yang di subsidi pemerintah tersebut hanya bersifat musiman seperti dua bulan sekali, kemudian harga naik kembali, hal tersebut tidak berdampak signifikan," jelas dia.
(akr)